Perawan Rasa Janda

Perawan Rasa Janda

Oleh:  Mastuti Rheny  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
4 Peringkat
124Bab
33.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Terlalu banyak yang salah sangka pada Mala, hanya karena Mala mengasuh kedua keponakan kembarnya, Ghana dan Ghara, semua orang mengira dia janda. Mala melakukan pengorbanan itu demi sang kakak yang sudah berpulang karena kecelakaan. Di tengah stigma yang mengukungnya, takdir mempertemukannya dengan seorang Gamal, pria arogan yang merupakan atasan di tempatnya bekerja. Salah paham yang seringkali terjadi membuat mereka kian dekat. Pada siapa hati Mala akan berlabuh, sementara Jason, pria blasteran Jerman yang juga teman lamanya masih terus mengejarnya? Ikuti saja perjalanan hidup Mala seorang perawan yang sering disangka janda.

Lihat lebih banyak
Perawan Rasa Janda Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Abdillah Arief
wanita tangguh
2023-07-19 22:31:33
1
user avatar
Marina
cerita nya seru kak
2023-04-06 11:41:06
3
user avatar
Ziza Ziz S
kapan sambungan nya...
2023-03-25 17:49:17
0
user avatar
yusi wandhini
seperti sinetron bertele tele
2023-03-21 10:08:06
0
124 Bab
1. Perawan Rasa Janda
“Mama ....!”Aku sontak menoleh dan segera melebarkan senyum, kepada kedua bocah lelaki menggemaskan yang sedang berlari ke arahku saat aku baru saja datang selepas pulang bekerja di sebuah bengkel milik teman lamaku.Segala rasa penatku menguap ketika melihat kelucuan mereka.Segera aku merentangkan tangan menunggu kedua anak lelaki berumur tiga tahun itu menghambur ke dalam pelukanku.“Kalian wangi sekali, kalian udah mandi?” tanyaku gemas sembari mengusap pipi gembul keduanya.Struktur wajah mereka nyaris sama. Maklum mereka kembar. Tapi aku selalu bisa membedakan mereka karena aku yang sudah merawat keduanya sejak masih bayi.Benar mereka bukan terlahir dari rahimku sendiri. Aku hanya tante bagi kedua anak kembar yang sama-sama memiliki rambut lurus berkilau, warisan dari kakak lelakiku yang telah berpulang tiga tahun silam, saat Ghara dan Ghana baru berumur satu bulan.Mas Gio meregang nyawa dalam sebuah kecelakaan tunggal tak lama setelah perceraiannya dengan sang istri yang sud
Baca selengkapnya
2. Bukan Janda Gatal
“Mau aku janda atau aku perawan bukan urusan kamu. Lagian siapa juga yang mau jadi menantu keluarga kalian?”Aku terus menyergah dengan berani, membuat wanita yang memakai hijab hijau pupus itu, semakin membeliakkan matanya yang tajam ke arahku.“Kamu itu gimana sih Jamal, kalau milih perempuan itu yang benar, perempuan seperti serigala gini mau kamu peristri, bisa-bisa kamu dicakari terus, sampai mampus sama dia.” Wanita itu mulai menudingkan jarinya padaku.Aku mendengus jengah dengan nafas memburu karena tersengat emosi saat mendengar kata-katanya yang pedas padaku.Tatapanku kemudian terarah nyalang pada lelaki bernama Jamal yang sekarang tampak canggung, sembari terus menerus mengelus rambut klimisnya, yang aroma minyaknya semakin membuatku mual.Semua gaya pria itu benar-benar membuatku mati kutu.“Kamu sendiri Bang Jamal, siapa juga yang nyuruh kamu datang?”Aku mendesah jengah dan mencebik sarkas ke arahnya.“Secara aku nggak kenal sama kamu Bang. Lain kali kalau mau ngelamar
Baca selengkapnya
3. Sahabat Tampan
“Dasar janda gatal!” sergah Vania mulai menyerangku dengan kata-katanya yang pedas.Untuk ke sekian kalinya aku harus menerima stigma buruk juga kalimat yang mengkerdilkan hanya karena aku mengasuh kedua keponakanku seperti anakku sendiri.Nyaris semua orang salah menganggapku, mereka menyangka aku janda. Bahkan Vania juga menilaiku dengan seenaknya.Saat mendengar ucapannya yang tajam sontak aku menyergapnya dengan tatapan nyalang.Satu persatu aku mulai melepaskan sarung tangan karet yang biasa aku gunakan saat bekerja dengan sorot mata yang kian tajam terunggah.Perlahan aku mendekati gadis itu.Gadis manja yang suka berkata pedas, yang sekarang mulai terlihat agak ketakutan. Sesekali ia melirik ke arah ruang kerja Jason, berharap pria yang diklaim sebagai kekasihnya segera muncul dari sana dan akan segera ia dekati untuk bisa mendapatkan perlindungan.Aku sudah sangat bisa membaca apa yang ada di dalam pikirannya saat ini.Tapi sekarang aku sudah sangat marah saat mendengar ucapan
Baca selengkapnya
4. Ajakan Jason
Nyatanya ajakan Jason malah menerbitkan tatapan tak suka Mpok Lala padaku.Aku menanggapi dengan sorot mata tajam pada wanita yang selalu saja berusaha untuk menarik perhatian sahabatku yang memang tampan itu.Sampai kemudian aku mengajak Jason masuk ke teras dan menyuruhnya menantiku di sana saat aku mempersiapkan diri sebelum berangkat ke bengkel milik sahabat tampanku itu.Tapi ketika kami melangkah keluar dari rumah Mpok Lala kembali mendekati kami lagi, lebih tepatnya mendekati Jason yang sebenarnya sudah mengabaikannya.“Mas Jason, nggak mampir dulu, aku udah masak tuh, kalau mau Mas Jason bisa sarapan dulu. Pastinya Mala nggak bakal nawarin kamu sarapan, dia kan emang nggak pernah masak.”Mpok Lala kembali menyindirku dan tentu saja terus berusaha menggoda Jason, pria muda blasteran Jerman yang memang memiliki tampang di atas rata-rata.Seenaknya saja dia mengatakan aku tidak pernah memasak. Padahal setiap hari aku selalu memasak untuk Ghara dan Ghana juga bunda. Hanya saja aku
Baca selengkapnya
5. Kedekatan Dengan Jason
Aku benar-benar tak menduga kalau Jason akan mengajakmu mampir di sebuah restoran dan memborong makanan mahal.“Kamu buat apa beli makanan sebanyak ini?” tanyaku heran menampakkan rasa keberatanku ketika Jason sedang membayar semua makanan yang dipesannya.Jason hanya melirikku, setelah itu dia menggandeng tangan lalu menyeretku keluar dari restoran.“Saat di rumah nanti kamu nggak usah masak lagi, kasihan Ghara dan Ghana setiap hari harus makan masakanmu yang tidak enak itu.”Jason berucap dengan sangat santai.Aku segera menepuk pundaknya dengan kesal sembari membeliakkan mata.“Kenapa dulu lu ikut makan di rumahku? Sekarang seenaknya bilang masakanku enggak enak.”Aku memalingkan wajah sembari berdecih kesal.Jason menanggapiku dengan tawanya yang lebar, sembari ia segera bergeser menjauh saat aku akan menghujaninya dengan cubitanku yang pastinya terasa pedas di kulit itu.“Eh enggak deh, masakan kamu enak, tapi Ghara dan Ghana mungkin sedikit bosan makan, makanan rumah, jadi ngga
Baca selengkapnya
6. Tuduhan Keji
“Kita harus bicara,” sergah wanita yang selalu sering mengumbar aset tubuhnya. Bahkan saat ini Vania membiarkan kaki jenjangnya terpampang dengan paha mulusnya haanya tertutupi separuh.Aku mendengus jengah ke arahnya dan menjadi sangat malas menghadapi sikapnya yang sering menyudutkan juga mengklaim Jason sebagai miliknya.Aku memilih melanjutkan langkahku alih-alih mengabulkan keinginannya.Sontak Vania mengikuti sembari menghentak-hentakkan kaki di tanah menunjukkan kekesalannya atas pengabaianku.Benar-benar kekanakan menurutku.“Aku nggak mau tahu pokoknya kamu harus jauhin Jason.”Aku memutar malas bola mataku ke arahnya dan mulai menghentikan langkah kala wanita yang sok cantik itu menarik pundakku dengan keras.“Jason dan aku akan tunangan, Tante Anggun yang sudah bilang semua ke aku tentang rencana ini.”Aku menyergap gadis manja di depanku itu dengan tatapan nyalang.“Trus kamu udah dapat persetujuan Jason tidak?” tukasku ketus.Vania tampak tergeragap. Aku membalasnya denga
Baca selengkapnya
7. Sebuah Fitnah
 Dengan sangat antusias Vania segera membuka ranselku yang sudah aku lemparkan padanya. Raut mukanya yang sarkas benar-benar membuatku menaruh curiga. Aku merasa gadis itu sedang merencanakan sesuatu. Perasaanku benar-benar tidak enak. Terlebih saat aku ingat dia memasuki ruangan loker karyawan dengan gelagat yang sangat mencurigakan. Sampai kemudian Vania menemukan ponsel yang dicarinya itu yang secara ajaib bisa berada di dalam ranselku. “Ini apa?” Vania segera menyergapku dengan tatapan nyalang. Sementara semua orang kemudian menjadi terperangah ketika melihat apa yang sudah ditemukan Vania di dalam ranselku. Aku sendiri juga tak kalah kagetnya, meski kemudian aku mulai menatap gadis yang manipulatif yang sudah menjebakku dengan tuduhan yang sangat keji itu. “Emang mana ada pencuri ngaku, bisa penuh penjara kalau semuanya nga
Baca selengkapnya
8. Lowongan Pekerjaan
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanyaku pada sosok sahabatku sejak kecil itu yang sekarang sedang duduk di teras rumah bercengkerama bersama Ghana dan Ghara tapi raut mukanya jelas tampak sedang menantiku. Jason segera memusatkan perhatian padaku, memandangku dengan sangat dalam ketika aku sudah berdiri di hadapannya. “Apa aku tidak boleh mengunjungi sahabatku sendiri?” Jason berusaha menyunggingkan senyuman wajar terhadapku di tengah sikap waspadaku yang sekarang ingin menjaga jarak dengannya. Meski begitu aku tetap menemuinya dan duduk di bangku yang sama dengannya, sembari meladeni kedua keponakanku yang selalu akan bermanja padaku setiap kali aku baru pulang dari manapun. “Jas, sepertinya kamu harus membatasi kunjungan kamu ke sini,” ungkapku datar. Jason memandangku dengan sedih. Lelaki blasteran itu mulai menarik nafas panjang.&n
Baca selengkapnya
9. Pria Bernama Gamal
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya pria yang pernah aku lihat di jalan dulu sedang mengalami kesulitan dengan mobilnya. Gayanya masih saja dingin dan sarkas. Aku membalas tatapannya dengan tak kalah tegas. “Apa kamu nggak lihat kalau aku sedang kerja di sini? Kalau kamu, untuk apa sopir angkot kayak kamu berada di perkantoran elit ini?” Aku balas menyergah. Nyatanya sosok itu menanggapiku dengan tatapan yang semakin dingin meski aku sempat melihat sebuah seringai muncul di sudut bibirnya. “Kamu bilang aku sopir angkot?” “Lha yang kemarin emang mobil itu bukannya milik kamu?” Pria itu kemudian malah mencebik. “Jadi karena itu kamu menganggapku sopir angkot?” Aku mengedikkan bahu pelan. “Kalau nggak sopir angkot terus apa?” Pria itu malah ikut mengangkat kedua bahunya. “Terserah kamu menganggapku apa.” “Ya sudah, jangan sinis gitu dong.” Aku kembali melakukan pekerjaanku. Tapi nyatanya pria itu malah memindaiku dengan semakin lekat. Sama seperti yang sudah dilakukannya
Baca selengkapnya
10. Gamal Yang Misterius
“Pria mesum sebenarnya apa sih kerjaan kamu?” Aku bertanya dengan datar yang segera menarik tatapan pria bertubuh jangkung itu ke arahku. “Kamu menyebutku apa tadi?” Aku bergeming enggan mengulangi perkataanku. Tapi nyatanya pria itu malah melukis segaris senyuman samar yang terkesan misterius di mataku. “Sekali lagi aku mendengarmu, memanggilku pria mesum lihat apa yang akan aku lakukan padamu, hingga definisi pria mesum itu benar-benar akan sesuai dengan perkataan kamu.” Aku terhenyak ketika mendapati kerlingan matanya yang terunggah padaku. Entah mengapa aku malah menjadi takut. Tatapan pria itu terlalu mengintimidasi. Hingga aku enggan untuk menentang tatapan matanya lagi bahkan sampai kemudian pria itu melanjutkan langkahnya dan benar-benar pergi tanpa menjawab pertanyaanku tentang apa yang dikerjakan oleh lelaki itu di area gedung perkantoran ini, padahal kemarin aku sedang melihatnya berkutat dengan mesin mobilnya yang bobrok. Setelah pria berhidung sempurna itu berlal
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status