All Chapters of Perawan Rasa Janda: Chapter 51 - Chapter 60
124 Chapters
51. Di Luar Ekspektasi
Kami sontak menoleh pada asal suara.Di sana tampak seorang wanita bermake up tebal, mengunggah senyumannya kepada kami semua, dengan memasang wajah sok polos.“Wah ada tamu rupanya.”Tatapan wanita itu kemudian pada barang hantaran yang masih tergeletak di atas meja, di beberapa sudut ruang tamu sempit ini.“Lho kok ada banyak seserahan juga, ada apa ini?!” tanya wanita itu.Aku bergeming tak menanggapi meski wanita itu memandangku dengan sangat lekat.Ketika aku melirik pada Mala, dia memberikan tanggapan datar.“Kamu dilamar Mala?!”Masih saja tak ada tanggapan dari Mala yang sekarang malah membuang mukanya.Wanita itu memang terlihat seperti orang julid yang sangat selalu ingin tahu urusan orang.Ketika mengamati wajah wanita itu lebih lekat, aku mulai tahu jika dia wanita yang selalu mengintai kegiatan Mala di depan rumah itu adalah memang tetangga Mala.“Iya, Alhamdulillah Mala sudah menemukan jodohnya,” sahut Bu Ajeng dengan bijak.Tapi wanita itu malah menyeringai tipis.“Oh b
Read more
52. Persetujuan
“Apa?!” seru Sherly dengan ekspresi kekagetannya yang nyata. Jelas gadis itu tak akan bisa menerima kenyataan ini dengan mudah. “Apa maksudnya ini Gamal?” Sherly kemudian malah mencecarku. Sherly langsung menatapku tajam, menampakkan gurat kecewanya dengan nyata. “Apa maksudnya ini?” sontak Lola melontarkan pertanyaannya yang penuh protes. Abi dan umi masih saja menampakkan ketenangannya. “Bagaimanapun kalian tak bisa menutupi jika Pak Pattinama ini memiliki putri lain yang bernama Kumala Hapsari, dan gadis itu yang sekarang ingin dilamar oleh putraku Gamal.” Abi menyambung penjelasannya. “Sebelumnya kami sudah melamar Mala pada ibunya, dan mereka telah menerima lamaran kami sekarang tinggal kami meminta persetujuan dari Pak Pattinama untuk men
Read more
53. Memanjakan
Mala POV Seperti biasa setiap pagi aku akan mendatangi Gamal ke rumahnya dan melakukan semua pekerjaanku sebagai asisten pribadi, atasanku yang kemarin sudah melamarku itu. Meski sekarang aku sudah tak diijinkan ke kamarnya di lantai atas. Tante Risa menegaskan bahwa seharusnya sejak awal aku tak boleh berada di dalam kamar pribadi Gamal mengantisipasi terjadinya hal yang tak diinginkan. “Kemarin Gamal sudah mengakui perasaannya pada kamu pada semua orang, dia sudah cinta mati sama kamu, aku takut Gamal nanti malah khilaf kalau kalian di dalam kamar berdua saja. Lagipula seharusnya kamu tak usah bekerja terlalu keras seperti ini dan fokus pada rencana pernikahan kalian saja yang sudah di depan mata.” Aku mengernyit gusar ketika ibu dari atasanku itu mulai mengulik tentang pernikahan yang masih aku anggap sebagai sebuah kemustahilan. Aku malah meng
Read more
54. Kamu Mau Apa?
“Memanjakan bagaimana?”Aku bertanya penuh rasa ingin tahu.Gamal memandang lurus ke arahku tapi kemudian malah melirik pada ibunya.“Pasti aku akan memanjkan calon menantuku ini, wanita yang ternyata sudah membuatmu jatuh cinta, benar-benar jatuh cinta.”Umi Risa kemudian mengerlingkan matanya ke arahku.Aku bergeming tak tahu harus bagaimana bersikap menghadapi sikap ibu dan anak di depanku yang sekarang malah menjadi sangat ganjil.“Ayo sekarang kita sarapan,” ajak Gamal dengan cepat.“Baik Pak,” jawabku cepat lalu bersiap melangkah.Tapi mendadak Umi Risa menghentikan langkahku sembari menahan Gamal agar tak berjalan dulu.“Mal, coba kamu minta calon istri kamu ini bersikap lebih manis sama kamu.”Gamal dan aku langsung mengernyitkan dahi bersamaan.Tapi Umi Risa kemudian mengembangkan senyumnya lebar.“Mulai sekarang, jangan memanggil begitu resmi sama calon suami kamu, panggil dengan panggilan yang manis gitu.”Aku dan Gamal seketika bersitatap dengan sedikit canggung.“Aku haru
Read more
55. Meminta Sebuah Kesempatan
“Mas mau apa?” tanyaku tegas ketika mendapati Gamal masih saja menatapku lekat dengan seringainya yang tetap meresahkan. Lelaki itu kembali menepuk sofa di sampingnya memintaku untuk segera mendekat. “Kemarilah ada yang mau aku tunjukkan.” Aku masih bersikap waspada. Gamal malah mengulum senyumnya melihatku yang begitu tegang. “Kamu pikir aku mau ngapain kamu?” Aku mengedikkan bahu. Masih saja enggan untuk mendekat. Gamal menatapku dengan jengkel. “Duduk di sini Mala, ini perintah.” Gamal mulai memaksa. Aku tertegun sesaat meski kemudian mulai melangkah karena tak memiliki pilihan lain. Saat aku duduk di dekatnya, Gamal malah meraih tanganku. Aku tersentak dan membeliak. 
Read more
56. Ciuman Pertama
“Tak bisakah kamu membukakan pintu maaf untuk ayah, Mala?” Aku mengernyit dengan tatapan tajam. Hatiku diliputi banyak prasangka. Selalu aku tak bisa memberikan rasa percaya pada pria yang dulu kuingat hanya bisa memberikan luka pada kami. “Maaf? Kenapa baru sekarang? Ke mana saja kamu selama ini? Apa sebelumnya kamu pernah berpikir untuk mendatangiku dan meminta maaf? Jika saja bukan karena lamaran dari Gamal tak akan mungkin kamu akan datang dan mengemis meminta maaf padaku seperti ini?” Aku mendengus geram dengan tatapan yang masih saja tajam. “Apa tujuan kamu melakukan semua ini? Apa karena anak kamu yang bernama Sherly itu, yang juga menginginkan Gamal untuk menjadi suaminya?” Aku mencecar dengan tanpa ragu. Pria itu terdiam kelu memandangku dengan tetap saja lekat. “Nyatanya dia memang terlebih dahulu bersama Gamal sebelum kamu datang mengacaukan semuanya.” Aku mencebik sarkas dengan aura kecewa yang terunggah lugas. “Aku tahu kamu memang tak pernah tulus untuk meminta
Read more
57. Tersentuh
Aku langsung memalingkan muka saat Gamal masih saja memandangku dengan intens. Sementara aku langsung bergerak dengan canggung dan menggaruk tengkukku dengan sangat gusar. Gamal tersenyum simpul bahkan kemudian malah terkekeh. “Aku tahu jika itu ciuman pertamamu, asal kamu tahu ini juga yang pertama buatku.” Aku tersentak mendengarnya yang membuatku kembali menatapnya lurus meski aku kembali menarik pandanganku karena kerikuhanku. “Sebaiknya aku keluar sekarang, sepertinya di tempat ini sudah banyak setan yang nanti malah akan mempengaruhi kita berbuat lebih dari ini.” Kali ini Gamal tergelak lebih lama. Tapi setelah itu ia kembali menatapku dengan sorot yang lebih serius. “Nanti malam kita harus pulang bersama karena kita akan langsung meluncur menuju butik untuk fitting gaun pengantin.” “Baiklah, tapi mulai sekarang hingga saat hari pernikahan kita aku mau kamu bisa menjaga sikap kamu.” “Aku tidak janji untuk soal yang satu itu.” Aku membeliakkan mata. Aku menjadi sangat gu
Read more
58. Tuntutan Nita
“Mas sebaiknya Mas pulang dan beristirahat, ini sudah malam, bukankah besok Mas ada meeting penting yang harus dihadiri.”Aku berbicara pada Gamal yang sejak tadi setia duduk di sisiku, sejak operasi berlangsung bahkan ketika kedua keponakanku sudah dipindahkan ke ruang perawatan, calon suamiku selalu saja mendampingi.Gamal hanya melirikku sekilas.“Aku bisa menunda meeting itu, sudahlah tak ada yang perlu kamu khawatirkan.”“Tapi Mas itu rekanan penting perusahaan, jangan seperti ini.”Aku masih merasa tak enak, Gamal mengabaikan kepentingan perusahaan untuk mengurusi masalahku, meski aku adalah calon istrinya, seorang gadis yang masih bingung mengartikan keberuntungan yang mendadak hadir di dalam hidup setelah sekian lama selalu berkutat dalam rasa sakit dan kesialan.“Kamu nggak usah mengkhawatirkan masalah perusahaan.”Gamal kemudian menatapku lurus. Tangannya kemudian mulai meraih pundakku.Aku agak beringsut menghindar, tapi Gamal tetap saja meraihku.“Mas, Mas udah janji untuk
Read more
59. Penyesuaian Diri
“Apa kamu sungguh-sungguh dengan apa yang kamu ucapkan?”Aku masih saja bertanya menyiratkan keraguanku yang masih terasa pelik.“Mala, aku kecewa, sampai detik ini kamu masih saja meragukan aku. Sampai kapan kamu bisa percaya? Bahkan ketika aku mengatakan aku mencintai kamu, apa kamu masih meragukan aku?”Aku terdiam, berusaha mencerna kesungguhannya yang memang tak seharusnya aku ragukan.Aku kemudian menarik nafas panjang dan menundukkan pandanganku sejenak.“Nyatanya aku masih menganggap semua ini mimpi, bahkan penerimaanmu pada Ghara dan Ghara masih tak sepenuhnya bisa menghalau kebimbangan yang terlalu merasuki jiwaku.”Gamal kemudian menggenggam tanganku kian erat.Lelaki itu tersenyum begitu lembut, sangat menyentuh kalbu dan membuai hati.Apakah memang rasanya begini, dicintai dan dipedulikan. Setelah aku kebas dengan segala pengabaian, nyatanya cinta ini hanya bisa aku terima dengan canggung.Hingga Gamal harus senantiasa berusaha untuk meyakinkan aku tentang ketulusannya ya
Read more
60. Pria Otoriter
“Siapa di sana?!”Secepatnya Gamal keluar dari dalam ruangan, untuk mencari tahu siapa yang sedang mengintip kami saat ini.Nyatanya tak ada seorangpun di luar, hingga akhirnya kami berpandangan dalam rasa heran.“Siapa yang sedang mengintip kita tadi?”Aku mengedikkan bahu menjawab pertanyaan Gamal yang disertai nada kekesalan.“Mungkin Abi atau Umi, mereka ingin mengawasi anak laki-lakinya agar jangan sampai bertindak kelewat jauh.”Gamal langsung mengernyit ketika mendengar prasangkaku.“Udahlah Mas, sekarang kamu kembali ke kamar sana, jangan dekat-dekat, takutnya nanti ada setan lewat dan Mas jadi kelewatan.”Gamal mengerling nakal.Aku berjengit memalingkan wajah.Tapi Gamal langsung menghampiri menatapku dengan lekat.“Kelewatan apa maksud kamu?”“Udah Mas, nggak usah diperjelas, sudah sana pergi, aku mau lanjutkan tugasku lagi.”Aku menampakkan wajah kesalku, karena Gamal sangat sulit diberi pengertian, masih saja ingin menungguiku.Aku sungguh tak bisa melakukan tugasku denga
Read more
PREV
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status