Semua Bab Satria Roh Suci: Bab 21 - Bab 30
260 Bab
Musuh
Setelah beberapa tahun berlalu, kini usia Rawai Tingkis telah menginjak 15 tahun. Selama lima tahun terakhir, dia hidup dan tinggal bersama Tabib Rabiah, dan belajar seni pedang kepada wanita tersebut.Telah banyak ujian dan rintangan yang dilewati oleh bocah tersebut, hingga akhirnya dia berhasil menguasai 5 jurus dari teknik Kilat Pedang milik Tabib Rabiah.Sejauh ini, menurut Tabib Rabiah, Rawai Tingkis sudah memiliki cukup kekuatan untuk menghadapi banyak musuhnya dalam pertarungan.Selebihnya, teknik Kilat Pedang atau juga teknik pedang bebas akan semakin berkembang seiring waktu berjalan. Kesempurnaan yang sebenarnya akan didapatkan oleh Rawai Tingkis ketika benar-benar bertarung atau dihadapakan dalam posisi hidup dan mati.Hari ini, Tabib Rabiah memasuki rumahnya dengan wajah yang begitu tegang. Kala itu, Rawai Tingkis sedang mengasah pedang, dengan ditemani lima potong ubi rebus.“Rawai Tingkis, pergilah dari sini!” ucap Tabib Rabiah.“Guru, kenapa kau tiba-tiba berbicara sep
Baca selengkapnya
Satria Suci
Setelah Rawai Tingkis tiba di tempat itu, dirinya mendapati Tabib Rabiah terpojok oleh empat orang pria tidak dikenal. Satu pria telah mati dan kini tertimbun pada puing-puing bangunan rumah Sang Tabib.Namun, kondisi tubuh Tabib Rabiah benar-benar terluka sangat parah. Dia mendapatka luka besar tepat di bagian pundak, perut dan lengan kanannya.“GURU!!!” teriak Rawai Tingkis. “BAJIANGAN, APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN GURUKU?!”Wush.Rawai Tingkis menderu secepat kilat, nyaris saja melukai tubuh seorang pria yang berada di dekat Tabib Rabiah, tapi untungnya pria itu berhasil menghindari serangan tersebut tepat waktu. Dia melompat ke belakang, dan kembali berkumpul dengan tiga temannya yang lain.“Guru, aku akan mengobatimu, tunggulah-““Rawai Tingkis, kenapa kau ke sini, Nak?” tanya Tabib Rabiah. “Bukankah aku sudah menyuruhmu pergi dari sini …uhuk …uhuk …kau ini…”“Guru, jangan dulu bicara, lukamu akan semakin parah.”“Bocah bodoh, kau tidak tahu apapun tetang luka, saat ini aku sudah
Baca selengkapnya
Sejarah Roh Suci
Teng teng teng.Rawai Tingkis telah berada di belakang tiga lawannya, dengan pedang yang telah bersimbah dengan darah.Sementara itu, tiga lawannya yang lain hanya terdiam, tidak berkutik sama sekali, hingga akhirnya mereka baru menyadari jika golok yang mereka gunakan telah terpotong menjadi dua bagian.Namun, itu bukan bagian terbaiknya. Sekarang, mereka juga baru manyadari jika bukan hanya golok yang telah terpotong dengan rapi, tapi juga lengan mereka.Ya, tebasan itu telah memisahkan lengan dari pundak musuh. Rawai Tingkis bisa saja membunuh mereka, dengan mendaratkan serangan ke bagian leher, dan mereka dapat dipastikan akan mati.Namun, ini tidak menarik sama sekali, Rawai Tingkis tidak berharap mereka mati. Tangan yang telah direnggutnya dari mereka, akan menjadi pelajaran dan siksaan sampai pembunuh itu memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka sendiri.Darah mengucur deras bagai pancuran air yang ada di sawah, tapi ke tiga pria itu tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut,
Baca selengkapnya
Awal Perjalanan
Rawai Tingkis duduk termenung di pinggir pusaran, yang masih basah bertabur banyak bunga.Para warga satu persatu mulai pergi meninggalkan pusaran itu, hingga menyisakan Rawai Tingkis dan juga Selasih, gadis remaja yang setia menemani bocah tersebut.“Aku kehilangan banyak teman di sepanjang kehidupanku, tapi kematian Guruku merupakan pukulan yang paling menyakitkan …” Rawai Tingkis mulai menangis sedu sedan seperti bayi kecil, “Aku tidak sempat membanggakan Guru-““Belum, bukan tidak,” timpal Selasih, lalu meremas dua telapak tangan Rawai Tingkis. “Rawai Tingiis, aku yakin Gurumu tidak ingin melihat kau bersedih seperti ini. Hapuslah air matamu, jangan tangisi kepergiannya, karena itu akan membuat Tabib Rabiah merasa menderita. Biarkan dia beristirahat dengan tenang.”Rawai Tingkis sejenak terdiam saat mendengar ucapan Selasih. Matanya yang sembab masih menatap tanah kuburan merah itu, dan sekarang hari mulai hujan deras.“Lihatlah, kau membuat gurumu bersedih!”“Kau benar,” ucap Raw
Baca selengkapnya
Berjumpa
Telah beberapa hari Rawai Tingkis berjalan tanpa tahu arah yang pasti. Bocah yang tidak begitu paham dengan bentang alam dan peta, akan memiliki kemungkinan besar untuk tersesat di dalam hutan.Namun, dia masih bertahan, ada banya kelinci yang ditemukan, atau pula kijang yang bisa menganjal perutnya dikala kelaparan.Di tangannya, dia membawa pedang yang ditinggalkan sang guru, menjadi teman setia dalam perjalanan ini.Satu hal yang ada di dalam benaknya saat ini, dia harus berjalan terus ke arah pusat penelitian dunia, atau markas para ilmuan dunia.Sayangnya sejauh dia berjalan, Rawai Tingkis tidak menemukan satupun hambatan atau lawan yang berasal dari kelompok satria suci.Kecuali hanya beberapa bandit kecil yang mencoba merampok pedang di tangannya, dan semua itu bukanlah lawan yang sepadang bagi Rawai Tingkis.“Tujuh hari lamanya …tujuh hari lamanya …” Rawai Tingkis bersenandung seraya sesekali bersiul kecil, “Aku berada di dalam hutan, seperti monyet sialan.”“Ada suara seora
Baca selengkapnya
Prajurit Kota
Rawai Tingkis tanpa menunggu lama sudah tiba di kedai makanan yang letaknya di pinggir pusat kota.“Paman Kedai, pesan nasi lima piring, daging ayam tiga!” ucap Rawai Tingkis.Pemilik kedai tersenyum, sebelum kemudian dia meletakan pesanan Rawai Tingkis di atas meja makan.Tidak selang beberapa lama, Kilindung dan dua temannya yang lain tiba di tempat tersebut, langsung terkejut melihat banyak bekas piring kotor di hadapan Rawai Tingkis.“Ini semua kau habiskan dalam sekejap?” Kilindung mengangkat satu piring, lalu membaliknya.“Ah, Paman pesan untuk mereka bertiga, dan tambah tiga piring nasi untuk diriku.”“Tiga piring nasi lagi?” Pemilik Kedai hanya menggelengkan kepala, merasa sangat heran dengan remaja yang ada dihadapannya.Sampai semuanya selesai makan, Rawai Tingkis telah menghabiskan 8 piring nasi seorang diri. Entah seperti apa perut remaja itu hingga dia bisa melahap habis makanan yang ada di atas meja tersebut.Tiba-tiba.Belasan orang tiba di kedai itu, mengenakan pakaian
Baca selengkapnya
Rumah Baru
“Senopati Muda, apa aku harus membunuhnya!” salah satu prajurit tidak bisa lagi menahan emosi, dia telah mencabut golok dari sarungnya, hanya menunggu perintah untuk mengeksekusi Rawai Tingkis.“Apa kau bodoh?” timpal Senopati Muda, “kau pikir dimana kita saat ini? Apa kau ingin nama kita tercoreng hanya karena membunuh satu ekor lalat kecil ini?”“Tapi bagaimana lagi, bocah ini tidak bisa-““Huammmm!!!” Rawai Tingkis mendadak terjaga dari tidurnya, menggeliat beberapa kali seraya menyapukan pandangan ke sekeliling.Dengan polosnya dia bertanya, “kemana perginya Kilindung dan yang lain?” Dia kemudian memperhatikan wajah-wajah para prajurit, lalu berdiri seraya mengibaskan pakainnya yang penuh dengan debu, “huhhh …apa mereka meninggalkanku? Ah, meja ini kenapa tiba-tiba rusak?”Setelah berkata seperti itu, Rawai Tingkis berjalan ke luar kedai makanan, tanpa mengatakan sepatah katapun kepada para prajruit yang menatapnya dengan penuh amarah.Menggaruk kepalanya beberapa kali, Rawai Ting
Baca selengkapnya
Aku Akan Mendatangi Senopati
Secara alami, Kilindung masih memiliki insting yang sangat bagus, dia tahu jika rumah yang baru saja ditempati ini, tidak hanya butuh perbaikan tapi juga diincar oleh sekelempok orang.Dia menduga jika orang ini mengetahui harta yang mereka bawa, jadi ingin merampas harta tersebut. Namun pada kenyataan, mereka ini mengincar pedang yang ada di tangan Rawai Tingkis.Kondir langsung menarik golok dari sarungnya, mengejutkan Sindur yang belum tahu situasi di rumah ini dengan jelas.Sementara itu, Kilindung dengan kaki pincang langsung menyambar pedang yang tergeletak di dekat pembaringan, bersiap menyambut lawan yang akan datang sesaat lagi.Pria itu menatap ke arah Rawai Tingkis, ada ucapan dan harapan di balik bola matanya.“Aku tahu,” ucap Rawai Tingkis, “tenang saja.”“Kau tahu apa?” Sindur masih belum paham, “sebenarnya apa yang akan-“Bruk.Beberapa orang turun dari atas dengan membobol atap rumah, lalu beberapa orang yang lain muncul dari pintu dan jendela. Tidak kurang 7 orang pri
Baca selengkapnya
Kedatangan Adipati
“Rawai Tingkis apa yang kau katakana?” tanya Kilindung.“Kalian tidak terlibat dalam hal ini, mereka tidak mengincar harta kalian tapi mengincar pedang ini, jadi aku sendiri yang akan mendatangi pria bodoh itu.”“Apa yang kau katakana, kami mungkin bandit, tapi kami masih memiliki sisi baik di dalam hati, tidak akan aku membiarkan kau pergi menemui senopati muda itu sendirian.”“Lalu bagaimana dengan rencana kalian? Kalian bisa di usir dari Kota ini.”“Heh?” Sindur menimpali dengan senyum lebar, “apa kau pikir hanya ada satu kota di dunia ini, ha?”Setelah beberapa waktu kemudian, Kilindung memberi saran kepada dua temannya untuk menyembunyikan sisa harta yang mereka miliki ke dalam tanah. Ini untuk berjaga-jaga jika nanti mereka benar-benar akan diusir dari Kota ini.Yang jelas rumah ini sudah menjadi milik mereka, meskipun nanti dibakar oleh pemerintah yang berkuasa di sini, mereka masih bisa mengambil sisa harta benda yang disembunyikan.Rawai Tingkis tampaknya sangat berterima kas
Baca selengkapnya
Pengemis
Senopati Muda Janka merasa kesal, karena Adipati Sena belum juga tiba di kediamannya. Menurut laporan bawahan, pimpinan itu akan datang ke sini dalam beberapa menit lagi, tapi ini sudah lebih dari satu jam.Jadi dia mulai memanggil bawahannya, lalu menampar pria malang itu hingga dua giginya tanggal.“Ini adalah upah dari laporan palsu yang kau buat,” ucap Senopati Muda Janka, lalu dengan keras menampar wajah bawahannya beberapa kali lagi, hingga kehilangan kesadarannya.Setelah merasa puas, Senopati Muda Janka berpikir jika Adipati Sena tidak akan datang ke Kota ini, dan informasi yang dibawa oleh prajuritnya hanyalah kesalahan.Setelah menyingkirkan tubuh bawahannya, Senopati Muda Janka pergi meninggalkan aula utama Istananya. Dia bergegas ke belakang, menuju bangunan khusus yang dibuat untuk mengurung banyak gadis cantik.Dia datang ke bangunan itu, disambut baik oleh seorang pelayan wanita berbadan molek nan cantik. Gadis nakal langsung memeluk tubuh Senopati Muda Janka, mulai me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
26
DMCA.com Protection Status