Semua Bab Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu : Bab 41 - Bab 50
80 Bab
Chapter 40
Benar saja. Urat di bagian tengah perutku serasa dipilin dengan kuat. Mendapati apa yang ditangkap oleh penglihatanku. Sebuah Triton hitam bak terbuka sudah terparkir di sana. Bagaimana dia bisa masuk pikirku.Biasanya satpam kompleks tak semudah itu mengizinkan orang asing masuk. Dia benar-benar nekat. Dengan perasaan campur aduk aku keluar kamar menelusur ke pintu depan berjalan dengan langkah yang amat diperhitungkan. Karena cemas membangunkan penghuni rumah terutama papa.“Mai?!”Dia menyongsongku sewaktu aku baru akan melangkah ke luar pekarangan. Menarik tangan tergesa. Kepanikanku bertambah. Kupikir ada apa dengannya. Kenapa terkesan mendesak sekali. “Akhtar, kamu ...?” Kelopak mataku melebar menatapnya dengan dua pertanyaan darurat di kepala. Ada apa dan mau ke mana?“Masuk sekarang. Jangan di sini bicaranya.”Setelah memberi perintah seperti itu dia menarikku masuk dan melajukan mobilnya keluar dari kawasan kompleks. Aneh. Bukannya menginterogasi dengan banyak pertanyaan, se
Baca selengkapnya
Chapter 41
Tapi Kak Sarah tetap keras kepala. Dia tidak mau mendengarkan. Ya sudah. Apa daya. Memang paling sulit menasihati orang yang sedang jatuh cinta. Bagai menghalau kobaran api. Bukannya padam dia justru akan kian menyala dan membakar apa saja yang melintasinya. Aku hanya bisa berharap dia akan sadar suatu hari kelak.“Mai?”Aku tersentak sewaktu suara Kak Sarah menembus pikiranku yang terdalam. Ah, seperti biasa aku terlalu jauh tenggelam. Sampai lupa kalau aku sedang berada pada satu hal yang akan menentukan alur hidupku ke depan.“I ...iy ..iya. Maaf.” Tatapanku teralih pada Kak Sarah sejenak tak lama berpaling pada Akhtar. Tetapi kembali terkejut ketika melihat benda yang dia asongkan padaku.Sebuah cincin.Aku menatap benda melingkar dengan berlian di tengahnya itu ragu-ragu. Aku masih tidak yakin akan secepat ini. Rasanya baru kemarin aku mengikat janji dengan seorang pria. Tapi kenapa harus terjadi lagi.Tidak. Apa yang terjadi? Andai diizinkan ingin sekali aku menapar wajahku kua
Baca selengkapnya
Chapter 42
“Mai, aku minta waktu sebentar.”Aku duduk dengan sikap enggan. Membuang muka. Sebenarnya tidak tega melakukan ini. Tapi sewaktu ingatanku menangkap wajah setan betina itu. Aku mendadak muak.“Maafkan aku untuk kejadian hari itu.” Dia berkata dengan intonasi sangat rendah. Tatapannya nyaris tak berkedip. Memandang tajam.“Kalau aku memaafkan kamu, apa kamu bisa untuk tidak lagi mengangguku?”Dia terpekur sejenak. Menelaah ucapanku. Lantas menunduk. Cahaya matanya menyuram. Kulihat kucewa tergambar di mimik wajahnya. Tapi kucoba untuk tidak peduli.“Apa tidak ada kesempatan lagi untuk kita?”“Jangan menyebut 'kita' karena bagiku aku dan kamu sekarang adalah dua orang asing yang kebetulan pernah saling mengenal.”“Aku mencintai kamu Mai.”“Dan aku mencintai orang lain,” tukasku menegaskan ucapan. Dia tersentak dengan nada bicaraku. Tapi siapa peduli. Apa dia pikir selama ini hatiku tidak tercacah karena perbuatannya?“Maaf, sebentar lagi aku akan menikah. Jadi silakan undur diri.”“Meni
Baca selengkapnya
Chapter 43
"Ada rasa takut kehilangan. Padahal kita belum saling memiliki. "____“Apa yang membuat kamu begitu khawatir?” Dia bertanya setelah kusampaikan perihal keberatanku jika kami menikah secepat itu. Aku beralasan butuh rencana yang matang membuat momen yang sangat sakral ini agar menjadi sangat berkesan “Maafkan saya Akhtar.” Kupandangi dia lamat-lamat dengan perasaan tak tega. Dia diam sejenak bekerjap-kerjap. Mengembangkan senyum. Meski raut kecewa terpampang jelas di wajahnya.“Tidak perlu meminta maaf. Saya selalu siap memaklumi kamu. Apa pun asalkan itu membuat kamu nyaman.” Dia manarik sudut bibirnya. Tertawa lirih. Menyibak anak-anak rambut yang jatuh di keningku.Aku semakin terpana memandangi matanya yang bercahaya. Mata yang menenteramkan Merasa sangat terharu. Yang terjadi jauh dari prasangka. Aku sempat mengira dia akan menolak usulku sebab dia tahu sejak awal memang bermaksud menunda. Tapi syukurlah dia menjadi sangat pengertian. “Jangan bermuka masam seperti itu. Tersenyu
Baca selengkapnya
Chapter 44
“Toko buku?” protesku.Dia mengangguk. Justru sebelumnya aku mengira dia akan mengajakku ke suatu tempat yang tak terduga atau bahkan tak terpikirkan olehku. Ya ... Tempat apa, kek.Tapi toko buku. Rasanya-rasa dia salah tebak. Aku tidak terlalu suka gudang eh maksudku toko buku. Memangnya apa yang mau di cari di tempat ini. Aah ... Aku lebih suka baca komik Detektif Connan dari pada novel-novel dengan genre dari A sampai Z.“Memangnya kamu mau cari buku apa?” Aku bertanya dengan bodohnya. Dia keluar terlebih dahulu lalu berputar dan membuka pintu untukku. Aku nyaris seperti anak kecil yang dibujuk oleh bapaknya yang seorang pendiri sebuah komunitas gerakan cinta buku. Agar memiliki minat yang tinggi untuk membaca sejak dini.“Kamu lihat aja nanti.”Sewaktu dia mendorong pintu kaca tebal dan melangkah ke dalam tumpukan buku pada display-display dan rak-rak panjang menyambut kami. Seorang pramuniaga yang berjaga di bagian depan menyunggingkan senyum ramah. Mengucapkan selamat datang. A
Baca selengkapnya
Chapter 45
Selesai dari toko buku dia melanjutkan ke tujuan berikutnya. “Sebelum ke twenty one sebaiknya kamu isi perut dulu, ya. Biar nggak kelaparan pas nonton adegan-adegan mesra,” katanya seraya meletakkan dua plastik buku yang tadi kami beli di jok belakang.“Kamu mau ngajak saya nonton? Kok nggak ngomong dulu. Padahal saya nggak mau.”“Eits. Malam ini kamu harus menuruti apa pun kemauan saya. Kalau nggak, saya akan memaksa.”“Kok begitu. Itu namanya pemerkosaan kebebasan bersuara.”“Itu hak saya Mai. Kewajiban kamu menaati.”“Apa?” Dalil dari mana itu?! Saya wajib menaati setiap perkataan kamu nanti kalau kamu sudah jadi suami saya, tahu?!” Aku berseru lantang. Membelalakkan mata. Menantang.Tapi sangat terkejut lantas menarik diri sewaktu dia merespons reaksiku dengan mendekatkan wajahnya. Hingga nyaris menyentuh hidungku. Tanganku bergerak cepat. Mendorong dadanya. Dia terjengkang dengan kepala membentur kaca pintu mobil “Aawww ... Mai ....”Dia mengerang panjang. Tertahan memegangi ke
Baca selengkapnya
Bab 46
"Mungkin dalam hidup ada hari dimana kita pernah begitu menyesali satu hal. Berharap itu tak pernah terjadi, tak pernah ada atau tak pernah terucap. Tapi betapun besar rasa sesal itu tetap tidak bisa mencegah sesuatu yang memang akan terjadi.Tak ada yang bisa dilakukan. Selain merentangkan tangan dan menerimanya dengan rela.Yang akan pergi biarkan pergi. Pun, yang akan datang dipersilakan untuk datang tak ada yang melarang. Segala hal telah tertulis rapi dalam sebuah catatan. Dan setiap kita hanya bisa menjalani semua. Suka atau tidak.Seperti halnya aku.Selama kau dan aku bersama, setidaknya kita tampak baik-baik saja. Terjalnya jalan akan mampu kita lalui. Jangan ada kata menyerah. Terus saja melangkah sekali pun kita tak pernah tahu sejauh apa jalan yang mesti kita tempuh untuk bisa melihat indah pelangi.Selama iman terjaga tak mengapa tawa dan air mata itu ada. Berjanjilah untuk tetap berpegangan tangan. Jangan terlepas Kita akan sama kuat, sama tegar. Hingga nanti tiba di tu
Baca selengkapnya
Chapter 47
Lampu-lampu gemerlap ketika melingkupi langit Jakarta. Kota metropolitan itu tampak bercahaya. Cerita berlanjut sampai kami mengisi perut dengan satu mangkuk soto ayam di salah satu kedai makanan yang ada di tempat itu. Mereka tampak bersemangat sekali. Sepertinya ketegangan radi membuat mereka kelaparan. Ah ... Anak-anak. Kami belum memutuskan untuk pulang. Memilih untuk duduk-duduk santai sebuah kursi besi. Membiarkan anak-anak sibuk dengan permainannya. Dia mengucapkan banyak terima kasih karena berhasil membuat Shaila, Shaili berani menghadapi apa yang menjadi ketakutan mereka hari ini. “Sungguh luar biasa,” katanya memuji. Aku hanya mengangguk dan membalas pujiannya dengan senyum terima kasih. Lalu menjeda. Kami sama-sama diam. Hening beberapa lama. Hanya terdengar desah panjang. Menatap mataku agak lama. Hingga aku merasa wajahku kebas lantaran malu di pandangi seperti itu.Dia bilang sangat menyesal tak bisa melamarku sebelum pergi jauh. Kujawab sekenanya bahwa dia bisa melaku
Baca selengkapnya
Chapter 48
Suatu hari nanti mungkin segala sesuatu tak lagi sama. Segala hal akan berubah seiring perginya waktu. Seperti berputarnya bumi pada porosnya. Pagi mengantar siang, petang menjemput malam. Menuakan usia. Menggerus masa. Melipat cerita dalam lembar yang mungkin tak ingin kembali kita buka.. Membiarkan terlupa lalu terkubur dalam ingatan yang semakin usang. Tetapi tentang kita apakah akan tetap sama seperti sediakala, seperti ketika semua bermula?Akhtar, kita sama tahu dalam hidup sering kali kita tertipu. Menyangka apa yang ada di depan mata. Kepedihan atau pun tawa menjadi awal dan akhir sebuah kisah. Tapi sebenarnya tidak demikian. Mungkin kita terlalu cepat menyimpulkan. Di setiap perjalanan cinta akan datang berserta luka dan air mata. Begitu pun dengan kita. Lalu apa kita memiliki cukup daya untuk menghadapinya?Tak perlu bertanya padaku dan tak ada yang perlu kau cemaskan. Aku cukup tangguh untuk itu. Sejauh apa pun jalan yang harus di tempuh. Berlari atau merangkak sekali pun t
Baca selengkapnya
Chapter 49
Dokter mengatakan dia kelelahan. Dan harus beristirahat selama sebulan penuh. Meski begitu dia tetap memaksa untuk melangsungkan pernikahan sesuai waktu yang sudah disepakati. Tapi aku bersih keras bahwa lebih baik ditunda mengingat kondisinya yang semakin lemah.Selama dia dirawat tak sehari pun kulewatkan tanpa mendampinginya. Berusaha setegar mungkin. Menghibur dan mensupportnya agar bisa kembali seperti semula. Tapi ada yang aneh sekali pun dokter mengatakan dia hanya kelelahan, dua minggu itu berat badanya berkurang drastis. Meski dia tak mengeluhkan apa-apa.Dia berangsur pulih setelah satu bulan beristirahat total. Namun samar kudapati perubahan pada sikapnya. Dia semakin jarang tersenyum. Cahaya matanya meredup ketika dia memandangku. Aku menyangka itu sementara saja dikarenakan dia belum benar-benar pulih. Tapi ternyata aku salah.Hari-hari selanjutnya tampak sekali dia menjaga jarak denganku. Semua yang pernah kami rencanakan tak lagi dia bahas. Seakan lenyap dan terlupa beg
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status