Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu

Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu

By:  Arachis Verania Ve  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
80Chapters
2.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Impoten! Satu kata yang membuat seluruh dunia Maikana runtuh seketika. Dia baru mengerti kenapa Akhtar yang selama ini sangat mencintainya, tiba-tiba menjauhi dan membatalkan rencana pernikahan yang sudah mereka sepakati. Tetapi dia tidak mau menyerah begitu saja, bagi Maikana Akhtar adalah segalanya. Dialah orang yang telah membuat hidup yang awalnya hancur menjadi hidup yang penuh kebahagiaan. Ditambah lagi dua gadis kembar duda baik hati itu telah membuatnya jatuh hati. Bahkan keduanya tidak mau berpisah dengan Maikana seakan dialah wanita yang melahirkan mereka. Akan tetapi, Akhtar tetap ingin memutuskan hubungan mereka dan meminta Maikana menikah dengan laki-laki yang dijodohkan ayah perempuan itu. Meski itu berarti mereka sama-sama hancur.

View More
Aku Hanya Ibu Untuk Anak-Anakmu Bukan Istrimu Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
80 Chapters
Chapter 1
"Terkadang kita harus merelakan kehilangan untuk kemudian kembali menemukan."___“Sudah larut, seharusnya Mbak Mai pulang.” Seorang bartender yang berdiri di belakang meja mengingatkanku untuk ke sekian kali. Tetapi kuabaikan. ‘Sok peduli’ celetukku dalam hati mencibir. Apa urusannya? Tidak ada yang berhak mengatur-ngatur hidupku. “Beri aku segelas lagi,”pintaku padanya yang tak langsung merespons. Matanya lekat memandangan iba. Membuat jengkel.“Mbak—““Cepetan! Malah bengong?!” Aku memotong ucapannya dengan suara yang menyentak membuat rekannya yang berdiri diujung meja panjang itu tertegun. Menatap kami bergantian.Dengan gerakan enggan laki-laki berwajah mirip aktor terkenal itu menuangkan isi botol ke dalam gelas. Lalu membalikkan badan setelah beberapa detik terpaku pada wajahku dengan raut kesal sekaligus berlagak seolah tidak peduli. Aku sudah muak dengan reaksi seperti itu. Seakan aku pantas dikasihani. Oh, tentu saja tidak aku bukan tipe orang yang lemah dan suka dengan be
Read more
Chapter 2
"Betapa tipisnya berbedaan antara suka dan tidak suka. Membenci dan mencintai. Sebab memang perasaan hanyalah sesuatu yang rapuh dan mudah berubah"_________Cukup Mai, kamu pulang sekarang!”Bentakannya yang keras membuat beberapa pasang mata yang berada di sekitar kami menoleh dan menyaksikan adegan yang terjadi. Aku yang tidak siap dengan situasi yang terasa mendadak itu menyentakkan pegangannya.“Kak Sarah apa-apaan, sih?!”Meski dalam kondisi seluruh kesadaranku nyaris lenyap aku masih bisa mengenali sosok yang tiba-tiba mengganggu.“Kamu pulang sekarang. Di sini bukan tempat kamu. Pulang! Aku bilang pulang!”Di bawah cahaya lampu gemerlap terlihat jelas raut wajah Sarah merah padam. Dalam keadaan normal barangkali nyaliku akan sedikit ciut lantaran takut membuat dia murka. Tetapi kali ini berbeda, aku sudah tidak lagi takut pada apa pun. Malah aku berharap sesuatu yang buruk terjadi padaku, misalnya saat pulang nanti aku mati tertabrak mobil, motor atau apa agar hidupku yang penu
Read more
Chapter 3
"Suatu hari mungkin kamu akan kehilangan apa-apa yang kamu cintai. Tapi percayalah cinta akan datang dengan caranya.,"___Mataku terbelalak dan hampir menangis. Hati ini gamang kenapa tiba-tiba dia muncul.Tetapi mengherankan orang yang kuseru namanya tidak bereaksi sebagaimana mestinya. Dia tetap berdiam di tempat. Aku menjadi ragu dengan penglihatan sendiri. Menyadari ada yang salah.“Semalam kamu terus memanggil nama itu. Sepertinya dia orang yang menyebabkan kamu seperti ini? “ ujarnya dengan nada datar dan dingin. “Tapi maaf saya bukan orang yang kamu maksud.”Dia berbalik dan berjalan menjauh seiring dengan perasaan kecewa dan malu menghinggapi. Aku menelan ludah, mengangguk samar. Ya, aku salah dia memang bukan keparat itu. Seharusnya aku mencekiknya kalau benar dia ada di hadapanku. Kuempaskan napas sembari memejamkan mata, perlahan mengadirkan kenyataan dalam kepala.Sewaktu mencoba mengangkat punggung bermaksud untuk duduk tulang punggung berderak seolah akan patah. Sakitnya
Read more
Chapter 4
"Tentang kita pada akhirnya, menjadi sejarah yang tak tercatat. Kenangan yang tak terulang dan ingatan yang tak sampai. Tapi semua pernah ada. Hanya saja kita sedang belajar lupa."_____Sulit memperhatikan dia yang berjalan mendekat beberapa langkah dan mengajak berbicara. Suaranya terdengar samar seperti dengungan lebah. Aku tak mampu mengendalikan diri. Ada dorongan kuat yang berasal dalam diriku untuk melakukan perbuatan menyakiti diri.Kemudian seperti orang kerasukan aku bangkit dan melompat dari tempat tidur, berlari dan membenturkan kepala ke dinding. Menjerit histeris disusul teriakan panjang. Dia menangkap tubuhku dengan gerakan cepat sebelum aku ambruk. Lamat-lamat kurasakan dari sisi kepala mengalir sesuatu yang hangat, membentuk garis lurus.“Ka ... Kamu apa-apaan?! Dengan raut muka cemas dan bingung dia membentakku seraya membantuku berdiri setelah sejenak memandangiku dengan ekspresi rumit. Di perlakukan seperti itu bukannya berterima kasih aku justru bertambah marah. Ku
Read more
Chapter 5
Daun pintu berayun dan baru sedikit terbuka. Tapi bentakkan Kak sarah langsung menyerbuku. Kakiku lemas lantaran kaget setengah mati. Meski sudah berdandan rapi tapi air mukanya tampak kacau ditambah lingkaran hitam kebiruan di bawah matanya membuat wajah oval itu kian terlihat letih. Aku tak menyahut bermaksud menghindari pertengkaran. Aku sangat lelah dan ingin beristirahat. Maksudku kalau mau menginterogasi nanti saja. Aku tidak punya cukup energi untuk menghadapi cercaannya.“Mai, jawab. Kamu punya mulutkan?!”Kumiringkan kepala memandanginya beberapa detik meski tetap tak berminat menjawab pertanyaanya.“Semalaman aku cari kamu. Kayaknya kamu seneng banget ya, bikin orang panik dan hampir mati berdiri karena mencemaskan kamu?!”“Siapa suruh nyari-nyariin aku?!”Aku menebak amarahnya akan meledak saat itu juga mendapakan aku mengabaikannya dan berjalan tertatih menuju kamar.“Aku sama Papa cemas, kamu tahu? Apalagi Papa nggak bisa tidur sampai pagi ini nungguin kamu pulang. Kamu pu
Read more
Chapter 6
Aku terperanjat saat pintu kamar diketuk. “Buka pintunya, kamu baik-baik aja, kan? Suara Kak Sarah terdengar cemas. Sepertinya amarahnya sudah mereda. Sekali pun sikapnya terkadang keras padaku tapi sesungguhnya dia amat penyayang. Dia selalu mengkhawatirkan aku apalagi saat aku berlama-lama mengurung diri di kamar. Pernah ada satu kejadian yang membuatku sangat percaya akan kasih sayang Kak Sarah padaku. Masih teringat saat minggu-minggu pertama usai perceraian, yang menurutku adalah hari-hari yang paling kritis dalam hidup. Aku pernah mengunci diri di kamar mandi dari pagi sampai malam. Sejak Kak Sarah berangkat kerja hingga dia pulang, aku tak kunjung keluar. Dia sangat panik dan menangis sembari menggedor-gedor pintu memanggilku tapi aku tak kunjung bersuara. Akhirnya dia memanggil tetangga untuk mendobrak pintu kamar mandi dan mendapati aku terkulai lemas di bawa shower yang menyala. Aku di bawa ke rumah sakit dan menjalani perawatan selama satu minggu lantaran hypothermia. Tubu
Read more
Chapter 8
"Aku mengerti saat kita sudah sedekat nadi kau malah memilih untuk pergi. Sungguh menyakitkan. Aku hanya berharap semoga setelah ini tidak ada hari untukmu datang kembali dengan sesal yang sudah lama basi."___“Pulang jangan terlalu malam, ya. Hati-hati. Bilangin sama dia jangan lupa anterin kamu sampai rumah.”“Iiih, Kakak Sarah apa-apaan?!”Dia terkikik lagi. Terdengar senang sekali. Sepertinya dia sangat berharap aku kembali menemukan hidupku. Dan seharusnya memang begitu. Tapi aku tidak mau memaksakan diri. Menginginkan segala hal berjalan apa adanya. Kalau memang kembali dipertemukan dengan orang berikutnya yang berhak mendapat tempat di hati mungkin aku tidak akan menghalanginya.“Maaf, lama ya nunggu?”Dia tersenyum, menarik kursi lalu duduk dan meletakkan dua cangkir kopi. Cappuccino dalam cangkir berkapasitas 88 mililiter dia dorong kehadapanku. Sedangkan secangkir espresso dengan crema di atasnya tetap di depannya. Dari teksturnya terlihat pekat dan pahit. Aneh, padahal tadi
Read more
Chapter 7
“Kamu?” Dia terpana. Tatapannya terpaku beberapa saat di wajahku. Rasanya ingin pingsan detik ini juga. Kenapa dia lagi?“Bintang. Senang sekali bisa ketemu disini. Apa kabar? Apa sudah baikan sekarang?”Bintang? Dia masih memanggilku Bintang? Pikiranku tiba-tiba kosong.Saking bingungnya merespon pertanyaannya, aku terdiam di tempat. Tubuhku membeku mendadak. Untunglah hanya berlangsung sebentar. Aku cepat tersadar memasang mimik datar.“Oh, iya. Saya baru ingat ternyata Anda lagi. Bumi memang tak selebar daun pisang, ya? Ada banyak manusia di kota ini, tapi bisa-bisanya kita dipertemukan di sini. Menurutku ini sedikit aneh.”Tawanya berderai setelah mendengar penuturanku. Sementara aku mendengus samar. Memangnya apa yang lucu? Apa dia seorang yang kaku sehingga mendengar kalimat seperti itu saja membuatnya geli? Orang aneh. Kedua matanya yang besar kemudian menyipit seakan ingin menyelami pikiranku.“Kamu bisa bercanda juga. Saya kira Cuma bisa marah-marah.” Ah, aku tidak tahan. Ku
Read more
Chapter 8
‘Sayang, nanti kalau kita menikah aku mau kita punya banyak anak.’Keinginan yang dia diutarakan padaku dua bulan sebelum kami menikah. Saat itu aku tak melihat mendung sedikit pun meski mungkin ketika dia mengatakan itu saat langit sedang sangat muram. Bumi serasa terang benderang. Segala yang ada di bawah matahari terlihat menyenangkan hati. Kunikmati kebahagiaan yang begitu sempurna sampai tiba hari dia menghalalkan. Bagiku ikatan suci kami adalah surga dunia. Dia laki-laki yang nyaris tanpa cela di mataku. Empat tahun kebersamaan tak sekalipun dia menyakiti, berkata kasar apalagi. Dia seorang yang lemah lembut dan pandai menyenangkan hati. Aku merasa beruntung bisa memilikinya. Sampai-sampai beberapa rekan wanitanya terangan-terangan menyatakan kecemburuan mereka saat hadir di resepsi pernikahan kami. Meski disampaikan dengan nada bercanda.Hal yang sangat wajar, aku menyadari itu. Dia tampan, dengan mata yang bulat cemerlang. Terlihat cerdas dan berwawasan. Dan yang terpenting di
Read more
Chapter 9
"Tak butuh waktu lama untuk bisa mencintai. Tapi mengapa butuh waktu yang begitu panjang untuk bisa melupakan."___"Ya Allah, apa kabar?"Dia memeluk sangat erat. Wanita paru baya yang kupanggil Bu Tamy memandangiku lekat-lekat. Ribuan pertanyaan terpancar dari sorot matanya yang di bingkai alis tebal itu.“Alhamdulilah, aku baik, Bu. Bu Tamy sehat?”Dia mengangguk antusias. “Udah kangen banget. Ke mana aja selama ini?”“Ada Bu, biasa sibuk bantu Kak Sarah di restoran. Anak-anak gimana masih suka nginep di rumah?”Dia mengangguk lagi. Yang kumaksud anak-anak adalah empat cucunya yang hampir setiap hari beliau urus saat orang tua mereka bekerja.Bu Tamy tetangga terdekatku. Sebenarnya aku betah tinggal di kompleks ini. Lingkungannya yang nyaman, teratur dan bersih juga orang-orangnya yang ramah dan saling peduli. Betapa berat saat aku harus meninggalkan kehidupan disini. Tapi apa mau di kata, ada keputusan yang lebih penting yang harua segera diambil.Kami mengobrol kurang dari setenga
Read more
DMCA.com Protection Status