Lahat ng Kabanata ng Hati Yang Tak Pasti: Kabanata 11 - Kabanata 16
16 Kabanata
Alexandra
Suara tepuk tangan yang meriah langsung terdengar ketika Yovie and Nuno menyanyikan lagu kelima. Dikta, vokalisnya mengucapkan terima kasih sekali lagi sebelum pergi ke ruang istirahat yang sudah Hazel siapkan untuk mereka. Ketika panggung kosong, Samuel—salah satu Barista yang bekerja di Haz mengambil alih mikrofon.“Yah, kayaknya kita telat deh, Gi.” kata Ezra saat melihat panggung diisi oleh Samuel dan tidak melihat Yovie and Nuno ada di mana pun.“Lo sih tadi pakai acara ngajak makan dulu. Padahal gue udah bilang makan di Haz aja.” Gia pun merungut. Tadi ketika Ezra menjemputnya, pria itu malah mengajaknya makan malam dulu di luar.“Ya habisnya gue pengin ayam bakar deket apartemen lo itu. Enak sih.”Gia menggelengkan kepalanya dan duduk di kursi kosong yang diarahkan oleh staff di Haz. Sementara kepala Ezra sibuk mencari-cari sosok Hazel. Setidaknya, ia ingin mengucapkan terima kasih secara langsung karena Hazel telah mengundangnya malam ini.Berbeda dengan Ezra yang sibuk mencar
Magbasa pa
Something Might Happen
Gia menundukkan kepala dan dengan sengaja mengacak rambutnya agar menutupi wajah. Entah kenapa, Gia tidak ingin bertemu dengan Jesatya. Seketika keputusannya untuk datang ke Haz malam ini mengundang penyesalan. Gia tidak menduga ia bisa sedikit kesal melihat keakraban Jesatya dengan perempuan lain.Lalu, Gia tersentak dan mengangkat kepalanya. “Kenapa gue kayak gini, sih?! Enggak jelas.”“Luthesa,”Sekali lagi, Gia tersentak. Gia tidak mau repot-repot untuk menebak siapa yang sedang menyapanya. Hanya satu orang yang sering menyapanya dengan Luthesa. Hanya Jesatya Sejati, yang mampu melakukan itu.Tanpa diduga-duga, Jesatya duduk di hadapan Gia dan menyunggingkan senyum, tanpa canggung sedikit pun. Terkadang, Gia tidak habis pikir dengan Jesatya.“Kenapa nunduk-nunduk gitu?”“Enggak apa,” Gia menjawab dengan cepat, melempar pandangannya ke mana saja asal bukan kepada Jesatya.“Kenap
Magbasa pa
Tak Pasti
Perkataan Ella tempo hari harusnya tidak perlu Gia pikirkan terlalu dalam. Namun nyatanya, Gia malah memikirkan perkataan Ella itu hari-hari berikutnya hingga akhir pekan kembali menyambutnya dan Ezra lagi. Hari ini, ia dan Ezra sepakat untuk belanja bulanan kebutuhan di apartemen masing-masing.Sambil memperhatikan Ezra yang sedang bingung memilih pembersih muka yang baru, Gia jadi kepikiran dengan kata-kata Ella lagi.Gia dan Ezra sudah berteman empat tahun lamanya. Ketika Ezra mengenalkan Gia kepada Jesatya, Ezra tahu bahwa keduanya akan berakhir memiliki hubungan yang spesial. Tetapi setelah itu, Gia tidak tahu tentang kehidupan asmara Ezra. Sama sekali.Sekarang, Gia menjadi merasa bersalah. Ezra selalu menjadi tempat bagi Gia untuk bercerita masalah hubungannya dengan Jesatya. Bahkan kalau dipikir-pikir, Ezra bisa saja menyebutkan kronologi penyebab bertengkar Gia dan Jesatya dari nomor satu sampai sekian.Ezra selalu menjadi pendengar yang baik. Tapi, ia tak pernah menceritakan
Magbasa pa
Cusiousity
Gia melepas kacamatanya setelah berkutat cukup lama di depan laptop. Gadis itu memijit pelipisnya pelan, matanya sudah lelah menatap laptop selama beberapa jam. Gia pikir, hari Minggu-nya ini akan berakhir dengan baik, tanpa harus memeriksa pekerjaan pun tanpa harus menyentuh laptopnya.Namun sayang, Clarissa terlalu baik untuk membiarkan angan Gia itu menjadi kenyataan. Pada pukul sepuluh pagi tadi—tepat sebelum Gia hendak menikmati kolam renang apartemen, Clarissa tiba-tiba mengirimkan Email penting yang harus Gia periksa. Hasilnya, Gia harus menyelesaikan pekerjaannya itu hari ini juga. Maka dengan berat hati, Gia terpaksa merelakan hari Minggu-nya yang santai itu.Pekerjaan Gia selesai di pukul dua siang dan Gia sudah kehilangan selera untuk makan atau bahkan melanjutkan rencananya untuk berenang tadi pagi. Setelah menghabiskan es kopinya di dalam tumbler, Gia meraih ponselnya untuk memeriksa benda itu. Pada saat itu pula, sebuah panggilan muncul di ponselnya, memperlihatkan nama
Magbasa pa
Dua Sisi
“Kenapa sih lo bisa suka wasabi? Gue benci banget. Kayak pasta gigi.”Ezra tertawa mendengar komentar Gia yang merengut ketika melihat pria itu menambahkan wasabi ke dalam sausnya. Menurut Gia, rasa wasabi itu seperti pasta gigi. Sejak dulu hingga sekarang, Gia heran mengapa Ezra senang sekali menambahkan wasabi ketika sedang makan sushi bersama.“Enak tahu, Gi.” kata Ezra membela diri.“Lo doang yang bilang enak!” balas Gia tak mau kalah.“Gue dan para pecinta wasabi.”“Kata gue, lo semua aneh.”Ezra tertawa lagi dan menggelengkan kepalanya. “Lo enggak suka wasabi tapi lo suka mint choco.”“Itu dua hal yang berbeda, Ezra.”“Jelas sama.”Dahi Gia semakin mengernyit. “Mending kita udahin berdebatnya.”“Good idea.”Gia menggelengkan kepala sambil mengulum senyum di bibirnya. Diam-diam, Gia merasa berterima kasih kepada Ezra yang tadi tiba-tiba mengajaknya makan siang bersama. Sebab jika saat itu Ezra tidak menghubunginya, Gia pasti akan kalut di dalam kamarnya setelah telepon dari Liana
Magbasa pa
What Are We?
Jesatya sudah memantapkan hatinya bahwa ia tidak akan marah kepada Ezra ketika bertemu lelaki itu di kantor. Hanya saja, setelah melihat wajah Ezra, ia justru teringat dengan Gia dan perasaan marah itu kembali muncul. Jesatya merasa dikhianati oleh keduanya.Padahal, belum tentu perasaan keduanya sama. Bisa saja hanya Gia yang menyukai Ezra. Sementara Ezra tidak demikian. Sejujurnya, Jesatya tidak masalah jika Gia menyukai orang lain. Tapi dari banyaknya orang lain, kenapa lelaki itu harus Ezra? Orang yang hampir setiap hari ia lihat di kantor di pagi hari.Mata Jesatya tidak berhenti mengikuti Ezra yang baru saja datang dan duduk di mejanya. Lelaki itu kemudian berdiri, pergi ke pantry dan duduk lagi membawa secangkir kopi. Ketika ia duduk, matanya bertemu pandang dengan Jesatya, tidak sadar bahwa lelaki berkacamata itu sejak tadi memperhatikannya.“Ngopi, Bang?” tanya Ezra.Jesatya menggeleng lalu menurunkan pandangannya, meremas kertas-kertas yang berserakan di atas meja. Ia menghe
Magbasa pa
PREV
12
DMCA.com Protection Status