All Chapters of PEMBALASAN UNTUK SAHABAT TUKANG HASUT: Chapter 31 - Chapter 40
71 Chapters
tiga puluh satu
Setelah membaca pesannya, aku dan Mbak Yuni bergegas ke tempat yang sudah kami janjikan. Diantar oleh Adam yang sengaja menunggu kami.Hanya butuh waktu lima belas menit perjalanan kami sudah sampai. [Meja di pojok kanan] pesan itu masuk saat aku hendak turun dari mobil. Lalu sebuah foto menyusul pesan tadi. Mbak Yuni menautkan kedua alisnya saat aku menunjukkan foto yang barusan masuk."Ayo," ajaknya setelah sepersekian detik kami larut dalam pikiran masing-masing. Sementara Adam langsung pergi karena ada urusan, sebelumnya dia berpesan nanti dia akan kembali.Wanita yang postur tubuhnya mirip denganku itu duduk membelakangi arah masuk, jadi aku tidak tahu siapa dia.[Dia adalah bukti yang diminta Haris. Bawa dia ke rumahmu. Lindungi dia. Karena keselamatannya terancam. Bukan Haris dan keluarganya yang harus kamu waspadai, tapi istri barunya. Dia wanita yang cukup nekad, karena akan melakukan segala ca
Read more
Tiga puluh dua - pov Wisnu
Sengaja menghindar dari Tania agar dia tidak semakin terpojok dengan kedekatan kami. Semua ini sangat berat, bagaimanapun juga, kebersamaan yang terjadi diantara kami sudah memberi rasa yang berbeda di hati. Salah? Mungkin, aku tak akan mencari pembenaran atas apa yang kurasakan. Aku memang salah, mencintai wanita lain, ketika sudah terikat.Tania bukan wanita yang suka menggoda. Dia juga wanita yang tahu batasan. Kedekatan kami dulu, benar-benar karena terbiasa akibat terpaksa. Sinta, dia adalah orang yang membuatku mengagumi Tania. Istriku sendiri yang mengirimkan wanita padaku. Ini kedengarannya memang cukup gi la. Namun, itulah kenyataannya. Perlahan aku mulai menyukai pribadi Tania, diam-diam mengagumi sikapnya yang begitu menyayangi Haris, bahkan acap kali membuatku iri. Padahal hanya beberapa kali aku menemaninya dengan terpaksa. Hingga, prahara itu muncul akibat ulah Sinta. Gi lanya, lagi-lagi Sinta memaksaku untuk menghibur Tania, ternyata itu h
Read more
Tiga puluh tiga
"Tolonglah, Mur. Siapa lagi yang mau menolong kami?" Ibunya Haris terdengar memohon."Masalahnya kami juga gak ada, Mbak. Rumah dan bengkelnya Wisnu sudah kami gadaikan untuk membayar dendanya Sinta. Memang benar-benar kurang ajar itu si Tania," geram ibu mertua. "Betul katamu, Mur. Bagaimana kalau kita matiin dia saja," usul ibunya Haris. Membuatku mengepalkan tangan karena menahan marah. "Kamu gila, Mbak! Sinta, Haris sudah di penjara. Kamu juga mau ikut masuk juga?" bantah ibu mertua. Rupanya pikirannya masih waras juga."Kamu beneran bodoh, apa pura-pura? Ya kita main cantik lah. Pergi ke Mbah Surip. Sakit hati, dukun bertindak," kelakar ibunya Haris."Ya ya ya, kenapa gak kepikiran ya," sahut ibu mertua. Setelah itu kakak beradik itu tertawa terbahak-bahak. Sejak saat itu, diam-diam aku selalu mengawasi gerak-gerik mereka. Kemudian memberi informasi pada Tania. Mungkin, untuk pertama kalinya, dia akan menganggap semua ini
Read more
Tiga puluh Empat
Aku yakin dia adalah Mas Wisnu. Mata elangnya tak bisa membohongi. Bagaimana bisa jantungku seakan berhenti berdetak ketika tatapan kami beradu. Entah keyakinan dari mana, yang jelas aku benar-benar percaya jika dia adalah Mas Wisnu. Aku harus menelan kekecewaan setelah lelaki itu bergegas keluar, jika benar dia Mas Wisnu, itu artinya dia memang ingin menghindariku. Seolah tersadar dari khayalan, aku pun kembali meluapkan kegembiraan dengan memeluk Mbak Yuni, Ratna yang sengaja datang untuk memberi dukungan, juga Mbak Dina. Wanita yang telah membantuku itu dinyatakan tidak bersalah karena dia juga termasuk korban. Setelah pulang dari pengadilan, aku menyempatkan diri ke makan bapak dan ibu. Menceritakan semua yang terjadi, berkeluh kesah seolah mereka bisa mendengar dan akan membelai rambutku, sebagai tanda sayang seperti waktu kecil hingga remaja dulu.Dering ponsel menghentikan curahan hatiku. Gegas meraih benda pintar yang ada dalam tas selempang yang kubawa.Nama paman seolah me
Read more
Tiga puluh Lima
"Ya Allah, ada yang bilang kalau sebenarnya yang ingin ditabrak itu Nyia. Ya Allah, siapa yang tega melakukan semua ini?""Maafkan aku, Bik," ucapku terbata diantara isak tangis. "Maafkan, aku, Bik." Tubuhku melorot, hingga bersimpuh di kaki wanita yang sudah menganggapku seperti anaknya sendiri itu."Bangunlah, Nyia. Kamu tidak bersalah, Nak. Semua ini sudah takdir," sahut bibik dengan suara bergetar, dan itu semakin membuatku merasa bersalah. "Bangunlah, semua ini sudah takdir." Lagi, bibik mencoba menghibur. Aku akan bertahan, aku pasti kuat dan aku akan menerima semua yang menimpaku dengan ikhlas, tapi aku benar-benar tidak bisa menerima jika semua itu menimpa keluargaku.Andai, andai aku tak mempermasalahkan rumah itu, mungkin semua ini takkan terjadi. Benar kata bapak, seharusnya aku menyerahkan semua pada hukum alam, membiarkan karma yang menjalankan perannya. Aku meringkuk di sofa, menyalakan diri atas semua yang menimpa keluarga. Jangan-
Read more
Tiga puluh Enam - Pov Sinta
Satu hal yang akan kulakukan setelah bebas adalah menghancurkan Tania, membalas semua yang sudah dia lakukan padaku, bagaimanapun caranya. Wanita itu harus menanggung semua perbuatannya.Hanya wajah masam Mas Wisnu yang menyambut kebebasanku. Padahal aku berharap jika Mas Haris yang datang. Lelaki ini memang lain daripada yang lain, cintanya yang luar biasa pada ibunya, membuatnya tak bisa berkutik di depanku. Entahlah, aku memang tak mencintainya, tapi aku juga tak ingin melepasnya. "Sendirian?" tanyaku setelah duduk di sampingnya, membuatnya melirik sekilas."Seperti yang kamu lihat," sahutnya datar, membuatku kesal. Aku paling tidak suka diacuhkan. Namun, untuk mencapai apa yang aku inginkan, mau tak mau aku harus bersikap manis padanya. Agar dia beranggapan kalau aku sudah berubah."Aku berharap ibu dan ayah juga ikut, Mas. Aku merindukan mereka. Apa ibu baik-baik saja?" Pertanyaanku cukup masuk akal, karena selama di lapas orang tuaku tak pernah membesuk. Kecewa? Tentu saja. Bag
Read more
Tiga puluh tujuh - pov Sinta
"Mau ke mana, Nak?" tanya ibu mertua yang sedang membersihkan rumah. Tangan keriputnya tengah memegang sapu dan lap."Aku mau ke rumah ibu dan ke warung, Bu. Kangen sama mereka. Gak pa-pa kan, Bu? Oh iya, Mas Wisnu ke mana ya?""Ya gak pa-pa toh, Nak. Wisnu paling ke bengkel. Kamu hati-hati ya. Ingat, nggak usah dengerin omongan orang," pesan wanita baya tersebut."Iya, Bu. Aku pergi dulu ya." Sebenarnya aku sudah muak dengan kepura-puraan ini. Namun, demi dapat tenaga gratis di rumah, aku harus melakukannya.Tujuan utamaku adalah rumah orang tuanya Mas Wisnu. Aku ingin sekali mendengar kabar dari mereka.Semua mata tertuju padaku ketika melewati jalanan gang, sengaja mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Akan kutunjukkan pada orang-orang sekitar kalau aku biak-baik saja, karena aku tidak bersalah.Setelah sepuluh menit berkendara, sampai juga di rumah kakak ibuku. Wanita yang garis wajahnya mirip dengan ibu itu menatapku, s
Read more
tiga puluh delapan - pov Sinta
Setelah pulang dari rumah bude, aku langsung pergi ke warung ibu. Jam segini biasanya mereka ada di sana. Dalam perjalanan aku terus saja memikirkan cara untuk melenyapkan Rindu. Hingga tak terasa sudah sampai di tempat tujuan."Mbak Sinta," sapa beberapa pegawai ketika aku masuk. Tatapanku langsung tertuju pada ibu dan bapak yang sibuk menerima dan memberi kembalian pada pelanggan."Sinta!" Ibu nampak histeris. Wanita yang telah melahirkanku itu langsung meletakan uang yang tadi dipegangnya. Kemudian bangkit dan menghampiriku."Kok sudah sampai, ibu dan Bapak rencananya mau ikut jemput kamu, Nak!" ujar ibu sambil memelukku.Sepersekian detik aku hanya diam menerima perlakuannya, sungguh pandai sekali ibuku ini bersandiwara. "Basa-basinya nanti saja. Itu udah ditunggu pelanggan. Kalau gitu aku mau ke warungku saja," ucapku sambil mengurai pelukannya. Sementara bapak, lelaki itu sama sekali tak menoleh, apalagi menyapa. Entah ada apa dengan kedua orang tuaku ini. Aneh."Eh, Sinta. Tung
Read more
tiga puluh sembilan - pov Sinta
"Kamu dengar ibu nggak, Sin? Ingat nggak usah mengusik Tania lagi."Setelah berucap, ibu Kembali keluar meninggalkan aku sendiri di ruangan yang cukup luas dan nyaman ini. Pikiranku melayang ke mana-mana memikirkan cara bagaimana memberi pelajaran pada Rindu.Hingga sesuatu terlintas dalam benak, jika aku sangat mencintai Mas Haris dan rela melakukan apa saja demi dia. Mungkin, Rindu akan melakukan apa saja demi anaknya. Ya, aku harus mendekati anaknya, setelah itu perlahan menghancurkan Rindu.Sebaiknya aku harus cepat-cepat melakukan rencanaku, agar semuanya lekas selesai. Kuraih ponsel yang sedari tadi tergeletak di bantal. Mencari kontak Bude lalu menghubunginya. Setelah mendapat informasi yang kucari, aku segera beranjak."Mau ke mana?" tanya ibu ketika aku melewatinya."Pulang," sahutku asal sambil terus melangkah. Sepanjang perjalanan menuju rumah Rindu, tak henti-hentinya bibir ini bersenandung. Seakan apa yang kurencana
Read more
empat puluh - pov Sinta
Aku mengendarai motor tak tentu arah tujuannya, karena benar-benar kesal dengan sikap orang-orang yang dulu patuh padaku. Semuanya breng sek! Ingin rasanya aku menyerah dan memilih untuk ma ti. Namun, aku takkan tenang sebelum menyaksikan penderitaan Tania. Semua ini gara-gara wanita sok baik itu. Andai saja dia dulu aku tak mengenalkan Tania pada Mas Haris, tentu saat ini aku dan Mas Haris sudah hidup bahagia. Aku tahu jika hubunganku dengan Mas Haris tidak dibolehkan, tapi dulu kami saling mencintai, bahkan pernah berjanji akan kawin lari, jika orang tua kami tak merestui. Namun, semua hancur ketika Mas Haris mengenal Tania.Marah? Tentu saja aku sangat marah pada keduanya, Mas Haris dan Tania. Namun, aku tak bisa membenci Mas Haris. Selamanya dia akan bertahta di hatiku, apalagi sikapnya tak berubah walaupun dia menjalin hubungan dengan Tania. Aku sedikit tercengang ketika menyadari bahwa motor yang kukendarai bisa tiba di lapas, tempat
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status