All Chapters of KAMU KRIMINAL ISTIMEWAKU: Chapter 41 - Chapter 50
56 Chapters
39. Call Me
Lengkingan listrik meyayat otak remaja yang tampak pucat dan lesu. Banyak garis membelah kulit bibirnya. Namun, penampilan Daniel Harrison bisa dibilang lebih baik dari sewaktu Eldric melihatnya di layar besar.Kaos dalam lusuh telah berganti dengan kemeja dan celana yang layak pakai. Begitu pula dengan rambut ikal yang ditata rapi. Hanya saja, dia merasa angin kencang terus menyerbu ke arahnya.Lengkingan itu terhenti dan tersisa desauan angin. Daniel segera menurunkan tangan dari telinga. Kelopak mata berbulu lentik dibuka selebar-selebarnya. Dia pun mendapati situasi berbeda.Euphoria di sirkuit.Menganga, Daniel berputar. Menggosok-gosokkan mata biru yang ditanamkan di syarafnya. Dia tidak sendirian di tempat ini. Amat sangat banyak orang di sini memenuhi kursi penonton. Aneh sekali sebab mereka semua tidak berfokus pada seorang anak yang berada di tengah sirkuitKebingungan Daniel bertambah saat sorak sorai mereka semakin nyaring. Ke suatu titik yang pasti. Mata Daniel lantas men
Read more
40. Island
Bolak-balik Eldric memangku tumpukan pakaian dan memasukkannya ke dalam koper. Bagian Merin menyiapkan perlengkapan dan perbekalan, termasuk makanan, minuman, obat-obatan dan P3K.Keduanya telah meninjau Fantasia Island berhari-hari. Pulau itu memang menjadi hak milik Eldric dan Merin, tapi yang menjaganya tidak berubah. Ialah keluarga Luthers, ada Pak James Luther, Bu Kareen Luther, dan—satu-satunya bayi laki-laki berusia enam bulan—Jake Luther.Mereka adalah imigran legal yang dipekerjakan oleh pemerintah untuk merawat pulau-pulau tak berpenghuni. Tentunya dibantu fasilitas lengkap berikut tempat tinggal, sandang, pangan, dan keamanan. Serta ada tim yang akan melakukan pemeriksaan berkala setiap tahunnya.Meski baru berkomunikasi secara virtual dengan Pak Luther, Eldric mendapat kesan baik dari obrolan mereka.Bagi Eldric, Pak Luther adalah sosok yang bersahaja.Merin menggeser gorden raksasa dalam dua arah. Kelap-kelip bintang-bintang terlihat menaungi Sydney di malam hari. Gemerla
Read more
41. Hot Choco
Kursi rotan bergoyang tenang di depan hangatnya bara api. Menopang Eldric yang sedang rileks membaca buku. Musik klasik Una Voce Poco Fa lumayan meredam gemuruh petir di luar sana. Akhirnya semua barang telah dibenahi. Kini, dia dan istrinya tinggal menikmati hari pertama setelah perjalanan panjang yang melelahkan.Menantikan malam yang akan sangat memabukkan.Di atas karpet berbulu putih yang halus, Merin menekuk lutut sementara cahaya layar laptop memantul ke wajahnya. Kadang dia mengigiti buku-buku ibu jari, lalu mengotak-atik kibord lagi.Eldric mengintip di balik lembaran-lembaran buku.“Bukankah pekerjaanmu sudah diselesaikan sebelum berangkat?”“Heem, masih ada yang harus kurevisi sedikit,” kata Merin membuat perumpaan sekecil jarak ibu jari dan telunjuk.“Jangan sampai terlalu larut. Kamu akan menyisakan tenaga untukku, kan?” rengek Eldric manja sambil memeluk buku.“Apa sih ....”Semburat kemerahan muncul di kedua bilah pipi Merin. Gadis itu membenamkan dahi di atas kibord, t
Read more
42. Time Travel
Saling bertautnya tangan Loey dan Olivia menambah kelegitan pada malam itu. Mereka mencoba beradaptasi pada hubungan ini sebaik mungkin. Semburat merah muda kerap kali muncul di kedua bilah pipi Olivia. Gadis itu mendadak seperti putri malu yang menguncup disentuh senyuman Loey.           Sementara untuk Loey, ini merupakan hal baru baginya. Setelah melewati puluhan purnama, akhirnya dia membuka diri untuk orang lain—tepatnya, teman; sahabat; kerabat kerja. Dia bingung sendiri menentukan peran Olivia sebelum dia memilihnya menjadi yang teristimewa. Karena dulu di mata Loey, semua orang yang berada di sekelilingnya berada dalam satu garis lurus. Orang-orang asing yang punya tujuan ketika berkomunikasi dengannya.           Mereka sekadar bertemu. Melakukan tugas dan tujuan, lalu berpisah. Kemudian dia akan mendapati dirinya seoran
Read more
43. Pijar
Kelopak mata Merin terbuka kasar. Seiring dengan deru napas yang belum beraturan. Mimpi yang mampir terasa amat melelahkan. Dia tidak mengingat secara detail, tapi mimpi itu meninggalkan bekas kekhawatiran menyesakkan di relung hati. Namun, dia penasaran akan penyebabnya. Mimpi seperti apa itu? Berbaring menyamping membelakangi Eldric, Merin tertegun. Terdapat sedikit celah untuk mengingat. Kilasan mimpi itu tergambar dalam potongan-potongan kecil. berbumbu kegelapan yang menyelimuti di dalamnya. Eldric. Pulau itu. Punggung suaminya tampak menjauh. Berlari terus-menerus masuk ke dalam gelapnya hutan di Pulau Fantasia. Tidak peduli seberapa keras dia memekikkan nama Eldric, pria itu tak kunjung berbalik. Dia seolah terjebak di dalamnya, tanpa mengucapkan selamat tinggal. Merin mendapati dirinya roboh. Bersimpuh di atas pasir sembari tak henti-hentinya memohon. Hatinya bagai dipukul besi. Tangis darah mengalir dari pelupuk
Read more
44. Time's Out
Mulai!   Petasan menyembur di udara, disusul perintah Olivia di earphone yang menembus gendang telinga semua anggota AUSTIC. Separuh dari mereka segera menyalurkan adrenalin pada ruas-ruas jari yang memegang remote kontrol.   Carla berjongkok di depan pasukannya. Sebuah seringai keluar. “Saatnya bermain game,” ujar sambil mengendalikan remote itu.   Di saat perhatian para perusuh tertuju pada letupan demi letupan, mobil-mobilan mini meluncur ke jalanan setidaknya berasal dari empat gang—tempat AUSTIC bersembunyi; tepatnya di belakang gedung-gedung besar.   Di atas benda itu terikat senjata berbentuk peluru besar yang mengandung bahan peledak. Kabel-kabel merah, hitam, dan biru melilit acak dan keawaman mereka kian menambah ketakutan.   Jumlah mobil bom melebihi jumlah perusuh. Benda itu mendekati semua perusuh, terutama di empa
Read more
45. Cemburu
Jalanan mengabut. Karbon dioksida lepas diterpakan angin dan membungkus para perusuh. AUSTIC, terkecuali Carla aman dari terpaan gas itu. Orang-orang itu saling bertabrakan, terhuyung tanpa arah sambil menekan dada. Kewalahan akan udara yang mereka hirup malah menekan dada mereka.Carla pun terbatuk-batuk, tapi dia mencoba mengumpulkan kekuatannya. Semula, dia menutup hidungnya dengan siku. Bertiarap dan menghirup napas sedikit demi sedikit. Meminimalir gas menyakiti paru-parunya.Kelopak mata Carla perih, campur mengantuk. Gadis itu berkali-kali menyentakkan kedua alisnya agar terjaga. Tidak peduli berapa banyak kekuatan yang ditumpukan ke lututnya—untuk mendorong tubuhnya bangkit—dia selalu bergesekkan lagi dengan aspal.Tidak lama, karena Carla merasa dunianya berputar ... serta hangat. Percy menekankan wajah Carla ke dada bidangnya. Dia berlari, menggendong ala bridal style. Raut wajah serius dan kecemasan yang berusaha ditutupinya agar fokus ke tujuan. Menjauhkan Carla dari pende
Read more
46. Silent
Gemericik air turun hanya di zona para perusuh yang sebagian pingsan; sebagian lainnya menggeliat di jalanan seperti ikan terdampar—bergumul bersama rasa sesak yang ada.Beberapa drone berukuran jumbo perlahan mengubah gemericik itu menjadi serbuan ember tumpah layaknya di waterboom.Semua para perusuh terperajat bangun, anggota AUSTIC menyanggah mereka berdiri, lalu menjaga mereka di suatu titik.“Loey dan Olivia telat sekali mengirim hujan buatan,” kritik Sam.Percy mengendikkan bahu. “Semoga walikota tidak menuduh kita merundung mereka.”“Kenapa kakak tidak membiarkanku di sana sampai drone datang? Gas itu kan tidak akan membuatku dan para perusuh mati,” tanya Carla sambil menyisikan helaian poni yang basah.“Aku tidak tahan melihatmu lama menderi—” Percy memalingkan wajah sambil tersenyum kecil, sementara Carla berkedip polos dan berbinar. Menggemaskan.Percy berdeham. “Kamu terlihat seperti sedang menahan buang air. Kupikir kamu akan ngompol.”“Apa? Memangnya gas itu bisa bikin o
Read more
47. B.O.M.B
Merin memeluk punggung sofa, pipinya mengembung di bagian atas. Cemberut. Dia sudah seperti itu sejak Eldric memberitahunya kalau kemungkinan teman-temannya batal datang.“Ayo!” seru Eldric, mencolek pipi istrinya sambil berlalu.Keluar dari singgasana megah dan damai, tapi berbahaya saking nyamannya. Kalau mereka terus di situ, bisa-bisa dalam waktu sebulan pulau pribadi itu tak tereksplor. Dihabiskan 24 jam di kasur adem, sofa empuk, cemilan banyak, sambil menonton film kesukaan.Pastinya, Eldric dan Merin akan melakukan itu. Tapi nanti, setelah daftar petualangan mereka di pulau pribadi terceklis.Sangat menyenangkan bagi Merin saat tahu bucket list-nya memuat hal-hal yang belum dicoba sepanjang hidup. Namun ketika jadwal petualangannya tiba, kabar menjengkelkan sialan merusak harinya. Padahal, dia menantikan kedatangan teman-temannya. Pasti heboh kalau mereka tahu pulau Fantasia semenakjubkan dari sekadar yang ditampilkan di layar ponsel. Mau tidak mau, berapa pun persentase mood
Read more
48. Revenge
PADA TENGAH MALAM SEBELUMNYARembulan tepat berada di atas dua golongan manusia. Perempuan yang tengah dilanda mimpi buruk, dan pria paruh baya yang sedang bergelut dengan nerakanya.Masuk lebih dalam di zona merah, laras pistol menekan pelipis pria itu. Dengan tangan terikat ke belakang, seseorang berpakaian serba hitam menendang lututnya. Menahan erangan, dia bertumpu pada lutut agar tidak tersungkur.Dari balik semak-semak, kehadiran Black hampir tak terlihat. Namun, sepasang kaki bersepatu mengkilat berhenti di depan pria yang bersimpuh.“Hai, Luther, rindu buah hatimu?” sapa Black, nadanya mengejek atau barangkali lebih ke tak acuh.Menggeram, Pak Luther mengangkat kepalanya. Tatapan kebencian tercermin dari urat-urat merah di matanya. Namun, alis yang semula berkerut hebat malah menipis. Tatapan Pak Luther segera melemah ketika selembar foto ditunjukkan.Seorang balita. Jake asli. Tersenyum lebar di taman bermain, sementara ada seorang di belakangnya. Mengawasi balita malang itu
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status