All Chapters of Talak di Malam Anniversary: Chapter 71 - Chapter 80
85 Chapters
Bab.71
Aku segera meraih ponsel yang terletak di atas meja. Menatap layarnya dengan bersemangat. Namun ternyata bukan nama Mas Azam yang tertera, melainkan Pak Askara.Aku merasa ragu untuk menerimanya karena teringat pesan Alma agar menjaga jarak dengan Pak Askara. Alma juga berpesan kalaupun bertemu dengan Pak Askara, usahakan bersama Mas Azam. Akan tetapi aku takut Pak Askara menghubungi karena ada hal yang penting. Mungkin saja dia mempunyai informasi terkait dengan peneror itu.“Kok enggak diangkat, Dek?” tanya Mas Akbar menatapku heran.“Emhhh ... iya Mas. Ini mau diangkat kok,” jawabku ragu.Akhirnya aku memutuskan untuk menerima panggilan masuk dari Pak Askara karena tidak sendirian, melainkan ada Mas Akbar. Tidak mungkin rasanya berbicara yang macam-macam di hadapan kakakku.“Hallo ... Pak Askara, ada apa?” tanyaku saat telepon sudah terhubung tanpa berbasa-basi terlebih dahulu.“Bu Aisha, saya mendapatkan informasi ada yang mendapatkan photo plat nomor mobil peneror itu. Sebentar sa
Read more
Bab.72
Aku terdiam melihat buku dalam genggaman. Mencoba mengingat apakah buku ini milikku atau bukan? Namun akhirnya yakin, aku bukan pemilik buku diary itu. "Lalu, milik siapa?" tanyaku dalam hati.Apa mungkin buku ini milik Mas Azam? Atau buku Mas Adnan? Namun rasanya tidak mungkin jika buku itu milik Mas Adnan. Seingatku, semua barangnya sudah dibawa saat dia ketahuan berselingkuh. Aku semakin penasaran. Perlahan aku membuka buku bersampul biru itu.Saat buku itu terbuka, aku merasa heran karena halamannya kosong. Kembali membuka lembaran demi lembaran untuk menemukan sebuah titik terang jawaban dari pertanyaanku. Sampai akhirnya aku menemukan tulisan yang berada di tengah halaman.Lengkaplah sudah sepi ini mengurung sendirikuTerkulai dikunyah nelangsa yang berapi-apiMenyusuri jalanan lengangBersimbah angan tanpa tujuanDalam derap gerimis yang pongah menghujamTerbuai wajahmu menyusup bertubi-tubiMembawa sebaris kata bahagia yang menenggelamkan nuraniDiatas pengharapan tak berkesud
Read more
Bab.73
Aku berpamitan kepada Abraham untuk membukakan pintu gerbang. Lagi-lagi tugas Bi Inah tergantikan olehku. Aku melangkah lebar menuju pintu gerbang untuk membukanya sekaligus menyambut kedatangan orang yang paling dinantikan. Entah kenapa hatiku begitu yakin jika yang datang itu adalah Mas Azam. Jantungku berdebar saat perlahan membuka pintu gerbang, tanpa terlebih dahulu melihat melalui lubang yang tersedia di pintu gerbang. Lagi-lagi harus kecewa, karena yang datang bukan Mas Azam, melainkan Mbak Nisa.Dia langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, padahal hanya memasuki halaman rumah.“Apakah yang sebenarnya terjadi? Kenapa Mbak Nisa mengemudikan mobilnya seperti orang yang sedang emosi?" tanyaku dalam hati. Aku bergegas meninggalkan pintu gerbang yang belum tertutup. Mengejar Mbak Nisa untuk memastikan keadaannya. Namun dengan cepat Mbak Nisa turun dari mobil dan melangkah lebar memasuki rumahku. Tidak disangka, dia berteriak seperti orang kerasukan memanggil Abraham. Ra
Read more
Bab.74
Aku dan Mas Akbar menanti jawaban dari Abraham. Kami tahu apakah dia akan memilih tinggal bersama dengan Mbak Nisa ibunya atau bersama Mas Akbar ayahnya. Sementara Abraham tampak menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan.“Aku telah memutuskan untuk memilih tinggal bersama Papa.”Kami berdua sedikit terkejut mendengar jawaban Abraham. Tidak menyangka jika akhirnya dia memutuskan tinggal bersama papanya ketimbang dengan ibunya.“Kamu yakin dengan keputusan kamu, Nak?” tanya Mas Akbar berusaha meyakinkan kembali keputusan Abraham.“Yakin, Pa. Abraham sudah memikirkan hal ini sebelumnya. Kenapa? Papa tidak mau tinggal bersama Abraham?” tanya Abraham dengan tatapan menyelidik.“Tidak … bukan itu maksud Papa. Hanya tidak percaya jika ternyata kamu lebih memilih tinggal bersama Papa dibandingkan dengan Ibu kamu. Padahal selama ini kamu sangat dekat dengan Ibumu," jawab Mas Akbar panjang lebar.Rupanya Abraham salah paham dengan pertanyaan papanya.“Iya, Abraham sangat dekat dengan Ma
Read more
Bab.75
Aku mematikan mesin mobil dan mengambil ponsel dalam tas kecil yang berada dikursi sebelah. Sedikit terkejut saat menatap layar ponsel yang tidak menunjukkan nama si penelepon. Tidak salah lagi, panggilan pasti berasal dari si peneror itu. Setelah sekian lama menghilang, peneror itu kembali datang disaat yang tidak tepat. “Hallo, siapa ini?” tanyaku dengan ketus.Ini pertama kalinya peneror itu menghubungi secara langsung, biasanya hanya melalui pesan. Hening ....Tidak ada jawaban, tetapi telepon masih dalam posisi tersambung. Aku kembali memanggil, lalu kemudian barulah ada jawaban.“Bagaimana rasanya ditinggalkan oleh orang yang kamu sayangi? Apalagi dia berstatus sebagai Suami?” tanya seorang perempuan dengan suara yang terdengar sedikit berat. Aku tidak mengenali suaranya, sangat asing di telinga.“Siapa kamu sebenarnya? Kalau kamu bukan pengecut, coba tunjukkan jati dirimu yang sebenarnya!” hardikku.“Suatu hari nanti, kamu akan tahu siapa aku. Tunggu waktu yang tepat, kamu pas
Read more
Bab.76
Aku membuka pesan yang dikirim oleh Mas Azam. “Apa kabar, Aisha?” tanya Mas Azam.Aku sedikit merasa aneh dengan pesan yang dikirim Mas Azam. Setelah menghilang beberapa lamanya, kenapa hanya mengirim pesan, bukan menelpon secara langsung? Namun apapun itu, yang jelas aku sangat bahagia karena mendapatkan kabar darinya. Saking bahagianya, hingga tidak terpikirkan untuk menelponnya.“Kabar aku dan anak-anak baik, Mas. Kabar Mas sendiri bagaimana? Kapan Mas pulang?” tanyaku kemudian. Berusaha bersikap biasa saja, aku tidak ingin memancing kemarahan Mas Azam dengan medesaknya untuk pulang. Aku masih berpikiran positif jika dia sedang ada urusan yang harus diselesaikan.“Aku baik-baik saja. Aisha, maafkan aku. Mulai hari ini kamu aku talak!”Pesan balasan Mas Azam membuat mataku terbelalak dan jantung terasa terlepas dari sarangnya. Mas Azam menalakku?“Mas, apa maksudmu? Kamu hanya bercanda, kan?” tanyaku lagi.“Aku serius. Sekarang kamu bukan istriku dan aku bukan suamimu lagi. Sekarang
Read more
Bab.77
Aku tidak hentinya tertawa.Ya ... menertawakan kebodohan mereka. Apa mereka pikir, sebodoh itu sehingga tidak mengetahui tindakan mereka yang menguntitku?Tidak semudah itu mereka mengalahkan seorang Annisa Putri Rahmawati Muttaqin. Seorang putri pemilik pondok pesantren terkenal di daerah Jawa Tengah. Kecerdasanku yang berada di atas rata-rata terbukti sejak masih duduk di bangku SD selalu meraih gelar juara kelas, bahkan hingga menyelesaikan gelar S1 dengan predikat cumelaude.Namun sayang, harapanku untuk mendapatkan beasiswa dan melanjutkan sekolah S2 ke Mesir terhalang restu kedua orangtua. Mereka tidak merestui karena penyakit yang aku derita. Bipolar disorder. Penyakit yang begitu asing ditelinga, tetapi berhasil menghancurkan semua mimpiku. Aku merupakan sosok wanita yang ambisius dalam segala hal. Selalu ingin menjadi orang nomor satu di kehidupan, karena sejak lahir sudah terbiasa dinomor satukan dalam keluarga karena aku adalah anak tunggal.Lingkungan keluargaku sangat ag
Read more
Bab.78
Aku memasuki villa terlebih dahulu. Tidak sabar untuk mencari keberadaan Mas Azam. Berkeliling memeriksa satu persatu ruangan yang berada di lantai bawah. Napasku memburu seiring berpacu dengan waktu, khawatir Mbak Nisa kembali ke villa ini. Namun seberapa keras mencari, sosok yang aku harapkan tidak kunjung kutemukan. Sementara itu, Mas Akbar dan Alma naik ke lantai atas untuk ikut membantu mencari Mas Azam. Namun tidak lama kemudian mereka pun turun."Ruangan atas kosong Dek, tidak ada seorang pun.” Mas Akbar melaporkan hasil pencariannya. Sementara Alma mengangguk membenarkan laporan kakakku.“Di semua ruangan bawah juga tidak ada, Mas. Sepertinya Mbak Nisa sengaja menjebak kita, Mas,” ucapku mengungkapkan kecurigaan. “Sepertinya begitu, Dek. Nisa bukan wanita yang bodoh, pasti dia sudah mengetahui rencana kita," jawab Mas Akbar sependapat denganku. “Lalu, apa yang harus kita lakukan selanjutnya, Mas? Perasaanku semakin tidak enak. Aku mengkhawatirkan keadaan Mas Azam.” Aku beruc
Read more
Bab.79
“Asalkan apa, Abraham?” tanyaku penasaran.“Asalkan Mama normal seperti yang lainnya!” jawab Abraham tegas.Aku terdiam mendengar jawaban Abraham. Dia mewarisi sifat keras kepala seperti ibunya. Sementara Mas Akbar juga terdiam mendengar jawaban putra semata wayangnya. Mobil terus melaju menembus jalan raya yang terlihat sedikit ramai oleh para pengendara yang berlalu lalang. Ditambah cuaca yang sedikit terik, membuat cadangan oksigen di dalam mobil terasa berkurang.Mobil yang dikemudikan Mas Azam akhirnya tiba di polres kota. Aku sudah menyiapkan diri jika seandainya bertemu dengan Pak Askara. Kejadian sebelumnya akan menjadi pelajaran untukku. Jangan sampai terjadi kesalah pahaman lagi antara Mas Azam dan Pak Askara.Mas Akbar mendahului dengan menghampiri petugas yang berjaga dan menyampaikan maksud dan tujuan kami. Setelah melengkapi semua prosedur untuk jadwal kunjungan, kami dipersilakan untuk menuju ruang khusus yang tersedia dan terletak di bagian belakang Polres. Letaknya ya
Read more
Bab.80
Baru saja aku akan menjawab pertanyaan Abraham, tiba-tiba terdengar bunyi sirine ambulance yang memekakkan telinga. Sontak membuat kami bertiga menoleh ke arah sumber suara. Asisten rumah tangga Mas Akbar berlari membukakan pintu gerbang, ketika bunyi sirine menghilang dan tergantikan oleh suara klakson mobil Mas Akbar.Abraham berjalan menuju halaman rumah, mencari tahu asal suara sirine yang kini sudah tidak terdengar lagi. Detik berikutnya, sebuah mobil ambulance melaju memasuki halaman rumah, disusul kemudian oleh mobil Mas Akbar yang mengikuti dari belakang. Dua orang petugas turun dari mobil ambulance dan menurunkan brankar yang diatasnya terdapat keranda berselimutkan kain berwarna putih. Mas Akbar turun dari mobil dan berlari kecil menyusul kedua petugas itu.Jantungku berdegub kencang menyaksikan pemandangan ini. Mas Azam yang berada bersisian denganku turut membantu mendorong brankar memasuki rumah. Sementara Abraham terlihat bingung dengan situasi yang terjadi. .Setelah men
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status