Semua Bab Suamiku Bukan Petani Teh Biasa: Bab 41 - Bab 50
110 Bab
41. Kehamilan Membawa Kebahagiaan.
Lara tersentak tatkala notifikasi chat di ponselnya berbunyi. Semenjak Priya mengetahui nomor ponselnya, Lara memang sering kaget kalau ponselnya berbunyi. Lara merogoh ponsel yang ia letakkan di bawah bantal. Ia penasaran, siapa yang menghubunginya. Apakah Bagas atau bisa saja Sesil?Kamu memang mengharapkan Bagas 'kan, Ra?Lara tidak jadi mengambil ponselnya. Ia malu pada suara hatinya sendiri. Jauh di dalam lubuk hatinya ia memang sedang menunggu-nunggu kabar dari Bagas. Ia berharap Bagas menganggapnya penting dan membatalkan pertemuannya dengan Agni.Ponsel kembali bergetar. Lara menghitung satu sampai sepuluh sebelum benar-benar meraih ponselnya. Ia penasaran juga dengan pemanggilnya. Lara berdecak kesal tatkala memindai chat yang masuk ternyata berasal dari Agni. Pasti Agni ingin kembali memanas-manasinya. Sudahlah, Ra. Belajarlah menerima kenyataan. Jangan mengingini sesuatu yang memang tidak ditakdirkan untukmu.Mengkertakkan geraham, Lara memberanikan diri membuka chat dar
Baca selengkapnya
42. Kehadiran Priya.
"Wah, Dokter Sulis menyempatkan diri singgah ke sini juga ya, Dok?" Pak Jaya menyapa dokter Sulis ramah."Aku yang memaksa dokter Sulis melihat keadaan Sesil sekali lagi sebelum dokter Sesil praktek ke rumah sakit lain," aku Bagas. Ia memang mengkhawatirkan keadaan Sesil. Makanya ia meminta dokter Sulis untuk memeriksa keadaan Sesil sekali lagi."Hallo, calon ibu. Bagaimana keadaannya sekarang? Sudah enakkan belum?" dokter Sulis menghampiri Sesil. "Baik, Dok. Hanya tinggal mual-mual sedikit saja," ucap Lara lesu."Wajar, Bu. Karena pada bulan-bulan pertama kehamilan hormon estrogen Ibu meningkat dengan pesat. Sehingga memancing peningkatan keasaman lambung. Nanti saya akan memberikan obat untuk meredakan rasa mualnya ya?" dokter Sulis menepuk-nepuk punggung tangan Lara."Baik, Dok," sahut Lara singkat."Kamu mual ya? Ini saya bawakan macam-macam makanan ringan pengganti nasi. Ada kue-kue, roti dan juga susu." Bagas menghampiri Sesil. Ia menunjukkan dua plastik besar berisi berbagai m
Baca selengkapnya
43. Dilema.
Lara berkeringat dingin saat mendengar suara langkah-langkah kaki yang mendekat ke arah pintu. Sejurus kemudian terdengat suara gagang pintu yang diputar berulang kali. Ketukan pun akhirnya terdengar setelah berkali-kali diputar pintu tak jua terbuka."Tinah, kok pintunya dikunci. Sesil sedang berganti pakaian ya?" Suara Bagas terdengar di ambang pintu. Tinah melompat dari kursi. Ia bermaksud membuka pintu."Jangan dibuka pintunya, Nah! Bilang saja kalau saya sedang tidur dan tidak mau diganggu." Lara menahan langkah Tinah yang sedianya akan membuka pintu. "Tapi, Mbak... itu Mas Bagas." Tinah kebingungan. Ia tidak biasa berbohong. Makanya ia panik sekali."Tinah." Terdengar Bagas kembali memanggil Tinah."Aduh, bagaimana ini, Mbak?" Tinah hilir mudik di dalam kamar karena tidak tahu harus berbuat apa."Sudah, katakan saja seperti yang saya bilang tadi," desak Lara panik."Baik, Mbak." Tinah menarik napas panjang. Bersiap-siap membohongi majikannya."Mas, kata Mbak Sesil ia sedang tid
Baca selengkapnya
44. Sesuatu yang Ganjil.
"Begitu? Rasanya nggak enak sekali kalau belahan hati kita dekat dengan laki-laki lain bukan? Bayangkan kalau belahan hati lo tiba-tiba meninggalkan lo demi laki-laki lain. Jantung seperti dirampas dari tempatnya dan dibuang ke tempat sampah. Sakitnya nggak terkira lho, Bro?" Priya tersenyum sumir."Eh, lo kenapa sih, Pri? Pacar lo kabur dengan laki-laki lain karena keluarga lo sedang bermasalah ya? Sabar ya, Bro. Kalo emang lo berjodoh dengan dia, pasti akan dimudahkan jalannya.""Aamiin." Priya mengamini, namun tatapannya begitu menusuk pada Lara. Berjuta pertanyaan sudah berada di ujung lidahnya. "Eh sebentar ya, aku menerima telepon dulu." Bagas bergegas keluar ketika ponselnya bergetar. Salah seorang rekannya menelepon. Semoga saja kabar baik yang ia tunggu-tunggu akan ia dengar dari rekannya ini."Katakan ada apa ini sebenarnya, Ra? Ada apa?!" Priya mencengkram pergelangan Lara gemas setelah Bagas berlalu. "Lepaskan, Mas. Aku sekarang istri orang." Lara berupaya melepaskan ce
Baca selengkapnya
45. Kebenaran yang Terkuak.
"Jadi sebenarnya kamu ini siapa?" Bagas menatap Lara lurus-lurus. Saat ini Bagas tengah menyidang Sesil yang ternyata adalah Lara. Bagas duduk di kursi yang didekatkan ke bed Lara. Priya berdiri di sampingnya, sementara Lara sendiri dalam posisi setengah berbaring di bed-nya."Seperti yang aku bilang tadi. Dia adalah Lara, Gas." Alih-alih Lara, Priya lah yang menjawab pertanyaan Bagas. "Aku tidak bertanya padamu, Pri. Jadi jangan mencampuri urusanku," ujar Bagas dingin. Saat ini perasaannya bercampur aduk. Mengetahui bahwa dirinya telah ditipu mentah-mentah oleh perempuan yang mulai ia cintai ini membuat emosinya menggelegak."Aku harus, Gas. Karena Lara sebelumnya adalah pacarku. Lara memutuskanku secara sepihak tanpa sebab. Aku tidak terima dengan keputusan sepihaknya." Priya mengepalkan kedua tangannya geram. Ternyata Lara memutuskannya karena terpedaya oleh Sesil. Dan kini sepertinya Lara terjebak oleh permainannya sendiri. Karena ia melihat binar cinta di mata Lara dan Bagas. Ke
Baca selengkapnya
46. Pasrah.
"Tidak, Mas. Demi Allah, tidak. Saya merasa sangat bersalah pada Mas apalagi Pak Jaya. Tadinya saja ingin sekali mengakui semuanya. Masalahnya mental saya tidak cukup kuat. Ditambah kenyataan kalau saya sedang hamil, nyali saya makin ciut. Saya takut kalau saya harus melahirkan anak ini dibalik jeruji besi." Lara memutuskan untuk mengungkapkan semua isi hatinya. Nasi telah menjadi bubur. Ia tidak bisa berkelit lagi."Karena ketahuannya sekarang, harapanmu saya tidak akan memenjarakanmu, begitu?" pancing Bagas sinis."Saya tidak berharap apapun lagi sekarang. Kalau Mas ingin memenjarakan saya, saya sudah siap. Sudah dua bulan ini saya hidup dalam ketakutan, menunggu hari penghakiman ini. Ternyata menunggu hukuman, lebih menakutkan dibandingkan dengan menjalani hukuman itu sendiri.""Kamu menantang saya, Lara?" desis Bagas geram. "Bukan menantang, Mas." Lara menggeleng. "Saya menyatakan kalau saya bersedia mempertanggungjawabkan semua perbuatan saya. Dulu saya setuju pada permintaan S
Baca selengkapnya
47. Pertarungan Psikis.
"Saya sudah kenyang, Suster." Lara meletakkan sendok dan garpunya. Perutnya kram karena ia terus merasa mual. Lara khawatir ia akan muntah kalau ia memaksakan diri untuk makan lagi."Ibu baru makan sedikit. Coba tambah beberapa suap lagi ya, Bu?" bujuk Suster rumah sakit lembut. Suami pasien telah berkali-kali berpesan untuk menjaga istrinya sebaik mungkin. "Saya mual, Sus. Kalau dipaksa, takutnya saya malah muntah." Lara menjelaskan alasannya. Baru saja selesai berbicara, pintu ruangan berayun. Bagas masuk dengan tangan menenteng beberapa styrofoam. Perut Lara kembali bergolak. Membayangkan Bagas akan kembali memaksanya makan, Lara sudah eneg duluan."Bawa keluar saja makanannya, Suster. Saya sudah membawa beberapa macam makanan pengganti untuk istri saya." Bagas meletakkan makanan di meja makan pasien setelah suster mengangkat nampan. "Jangan memaksa saya makan lagi, Mas. Saya tidak sanggup." Lara langsung menolak sebelum Bagas menawarkan makanan."Harus sanggup. Saya tidak mau ka
Baca selengkapnya
48. Kemunculan Sesil.
"Begini saja deh. Anggap saja kita menikah, kalau kamu tidak mau kalah juga. Kamu tahu tidak, kalau hak wali ibu bisa dicabut kalau ; satu, ibunya dipenjara. Dua, ibunya memiliki perilaku buruk. Tiga, ibunya tidak bisa menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak dan sebagainya. Menurutmu hak asuhmu bakal dicabut tidak, kalau kamu dipenjara. Kamu menipu saya dan kamu tidak bisa memberi rasa aman pada anak kita?" Bagas memenggal tiap suku kata yang jelas-jelas telah dilanggar Lara. Lara tidak mengatakan apapun. Hanya tatapan kosong dan air matanya saja yang menetes satu persatu. Lara sadar, ia sudah kalah. Ia tidak punya peluang untuk mengasuh anaknya. "Sudahlah, kamu jangan berpikir yang tidak-tidak dulu. Besok sore kita akan mendiskusikannya demi mencapai jalan terbaik. Beristirahatlah." Bagas beringsut dari kursi. Ia kalah dengan tekadnya sendiri. Tadinya ia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia akan bersikap keras dan tegas pada Lara yang telah menipunya mentah-mentah. Namun t
Baca selengkapnya
49. Fitnah.
"Saya minta maaf ya, Mas Bagas, Pak Jaya? Saya terlalu gampang dipengaruhi orang." Sesil menangis sedih. Ia berusaha menampilkan air muka penuh penyesalan. Setelah bertatap muka secara langsung dengan Bagas, Sesil memang langsung berubah pikiran. Tadinya ia berencana akan berakting sedih dan meminta maaf saja agar tidak di penjara. Setelahnya urusannya di desa ini selesai.Namun ia mengurungkan niatnya setelah melihat kerupawanan seorang Bagas Antareja. Ditambah dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan kebun-kebun teh Bagas yang terhampar luas sepanjang jalan, fixed Sesil bertekad tidak akan melepaskan kesempatan menjadi istri sultan di desa ini. Tekadnya itu diperkuat oleh pernyataan ayahnya yang mengatakan bahwa kebun teh Bagas jauh lebih luas lagi di Bandung sana. Dulu Sesil mengira keluarga Antareja benar-benar bangkrut setelah Pak Sasongko merebut aset-aset Pak Jaya. Siapa sangka Pak Jaya bisa bangkit bahkan memperluas perkebunan tehnya bersama Bagas, putra tunggalnya. Lagi-la
Baca selengkapnya
50. Muak.
Bahasa tubuh Lara tidak luput dari pandangan Pak Hardi. Apalagi saat melihat Lara mengelus-elus perutnya dengan air muka nelangsa. Pak Hardi jatuh kasihan pada Lara. Sebenarnya yang paling dirugikan dalam masalah ini adalah Lara. Ia sudah dibohongi, dimanipulasi, dihamili dan kini harus masuk penjara juga. Entah mengapa hati Pak Hardi terasa perih. Ia seperti bisa merasakan kepedihan hati Lara. "Aku tidak berani berharap apapun padamu, Yak. Namun kalau boleh aku meminta, pertimbangkanlah soal kehamilan Lara.""Apa? Anak babu ini hamil? Pinter banget lo ya, Anak Babu? Sengaja mengikat Bagas dengan anak?" Dengan beringas Sesil bangkit dari sofa. Ia bermaksud menghajar Lara. Kedua tangannya terangkat ke udara. Ia siap mencabik-cabik Lara hingga tidak berbentuk. Lara sudah menancapkan tajinya. Menandai daerah teritorinya terhadap Bagas dengan umpan anak. Licik sekali anak babu ini."Keluar!!!" Bagas menepis tangan Sesil dan menghempaskannya ke samping kasar. Sesil nyaris terjengkang kala
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status