Semua Bab Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.: Bab 31 - Bab 40
62 Bab
Bab 31. Tapi Mas pakai handuk dulu.
Walupun kata-kata Marc terdengar kasar, tetapi Marcell tak sedikitpun sakit hati. Ia justru tertawa sambil menggoda kakaknya, memang seperti itulah sikap Marc sejak dulu. "Kalau begitu aku pergi dulu, Kak," pamit Marcell yang langsung pergi. Ia tak sedikitpun melirik Amira, padahal Amira menatapnya........................Dua Minggu telah berlalu, kini usia kandungan Amira sudah genap dua bulan. Namun perut wanita cantik itu masih terlihat rata seperti tidak hamil. Saat ini ia sedang memeriksa kandungannya di rumah sakit bersama Eribka."Ra, aku minta maaf ya?" ucap Eribka setelah mereka ke luar dari ruangan dokter spesialis kandungan.Sebelum mereka ke rumah sakit, Eribka sudah mengatakan yang sebenarnya kepada Amira. Dia lah yang menceritakan tentang hubungan Marc dan Amira kepada Marcell, begitu juga tentang Jordan tunangan Amira "Kenapa minta maaf? Kan kamu gak melakukan kesalahan," sahut Amira."Aku salah Ra, tapi aku gak bohong! Saat itu kondisiku sedang mabuk, itu sebabnya
Baca selengkapnya
Bab 32. Mam, aku sudah tidak perawan lagi.
Setelah Marc pergi, Amira kembali membaringkan tubuhnya. Bayangan milik pria tampan itu masih berkeliaran di matanya, walupun ia hanya melihatnya sekilas! Namun sanggup membuatnya resah."Ya ampun Amira, apa yang terjadi denganmu?" Amira mengeluh sendiri.Ia bangkit dari tempat tidur, melangkah menuju kamar mandi. Di sana Amira membasuh wajahnya dengan air dingin, berusaha melupakan apa yang dilihatnya. Entah mengapa otaknya memikirkan hal kotor sehingga membuatnya bergairah.Saat Amira ke luar dari kamar mandi, keningnya langsung menabrak dada bidang Marc."Aow," rintih Amira sambil mengelus kening."Makanya kalau jalan pakai mata," ucap Marc."Harusnya Mas yang jalan pakai mata," protes Amira yang tak terima disalahkan."Kamu kenapa belum tidur?" tanya Marc."Karena otakku tidak berhenti membayangkan...." Amira refleks berhenti bicara dan menutup mulut dengan telapak tangan."Membayangkan apa?" desak Marc sembari bertanya."Um...um...keluargaku di desa," dalih Amira yang langsung me
Baca selengkapnya
Bab 33. Tidak ada kata berpisah.
Satu hari penuh Eribka tidak bisa tenang, ia bingung harus memberitahu Amira atau Marcell. Jika ia memberitahunya, sudah pasti Marcell menikahi Amira. Padahal ia sudah terlanjur menyerahkan kesuciannya kepada pria tampan itu, dan berharap Marcell membalas cintanya."Tidak, Amira dan Marcell tidak boleh mengetahuinya. Lagipula Amira sudah menikah dengan Marc, semoga saja suatu saat mereka saling mencinta." Eribka bicara kepada dirinya sendiri.Ia memutuskan untuk menutup rahasia itu rapat-rapat. Eribka bangkit dari sisi ranjang, bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, setelah itu ia meninggalkan kos menuju desa tempat ia dilahirkan.Setibanya di sana, Eribka benar-benar terkejut mendengar cerita dari ibunya. Ia meraih ponsel dari dalam tas lalu menghubungi Amira."Iya Rib, apa kamu sudah tiba di desa?" Suara lembut Amira dari seberang sana."Iya Ra, aku baru saja tiba," sahut Eribka, "Oh iya Ra, aku ingin mengatakan sesuatu," lanjutnya ragu-ragu."Apa tentang Jordan?" tod
Baca selengkapnya
Bab 34. Aku harap kamu tidak membenciku.
Kaki jenjangnya melangkah terburu-buru, tangannya seketika menepis tangan Marc dari pipi Amira."Apa yang Kakak lakukan?" sentak Marcell."Ini bukan urusanmu," sahut Marc dengan nada lembut namun penuh penekanan."Aku tahu itu, tapi Kakak tidak boleh bersikap kasar seperti itu kepada kakak ipar," protes Marcell."Ayo Kak," lanjut Marcell sambil menggenggam pergelangan tangan Amira lalu membawanya pergi.Setibanya di ruang tamu Marcell meminta pelayan untuk mengambilkan satu gelas air hangat. Lalu memberikannya kepada Amira, hatinya terasa pedih melihat air mata menetes di kedua pipi mulus kakak iparnya itu.Entah sejak kapan Marcell memiliki perasaan iba seperti itu, sejak dulu ia tidak pernah peduli dengan orang lain. Ia hanya peduli dengan kesenangannya sendiri, bahkan saat seorang wanita memberitahu tentang kehamilannya! Marcell sama sekali tidak peduli, justru ia meminta wanita itu untuk tidak menghubungi atau mencarinya lagi."Terima kasih," ucap Amira sambil meraih gelas dari ta
Baca selengkapnya
Bab 35. Mas aku pijit ya.
Setibanya di kantor, Amira sedikit gugup karena mata karyawan mengarah kepadanya. Setelah 10 tahun kepergian Adella, ini pertama kalinya Marc membawa wanita ke sana. "Mas," panggil Amira sambil berusaha menyeimbangi langkah Marc menuju lift, "Tunggu aku," lanjutnya.Marc memperlambat langkahnya, keduanya pun masuk ke dalam lift menuju ruangan direktur yang terletak di lantai empat puluh.Setibanya di sana Marc meminta Amira duduk di sofa yang ada di ruangannya, setelah itu ia bergegas menuju ruang meeting.Meeting kali ini berbeda dengan sebelumnya, biasanya membahas tentang perkembangan perusahaan Louis grup, namun kali ini membahas tentang pengurangan karyawan.Dengan berat hati Marc harus memberhentikan setengah dari karyawannya. Walupun Marc sebenarnya tidak tega, tetapi ia harus melakukannya karena tak mampu untuk membayar gaji mereka.Meeting pun berlangsung singkat, hanya 45 menit Marc sudah kembali ke ruangannya. Ia menjatuhkan bokongnya di atas kursi lalu mengusap wajah den
Baca selengkapnya
Bab 36. Andai saja mas Marc ada di sini.
Dua hari telah berlalu, saat ini Amira sedang bersiap-siap untuk menghadiri acara fashion show di sebuah hotel bintang lima."Rib, kamu udah di mana?" tanya Amira melalui sambungan telepon.Dua hari yang lalu Amira sudah menghubungi Eribka, ia meminta sahabatnya itu untuk menjadi model busananya. Sebab Eribka memiliki tubuh yang tinggi yakni 170 sentimeter."Iya Ra, ini aku udah di jalan. Paling 5 menit lagi sampai," sahut Eribka dari seberang sana."Ok, aku baru on the way sih." Amira baru saja masuk ke dalam mobil.Kali ini Amira diantar oleh Bagus, karena Marc tidak mengizinkannya untuk naik taksi. Sedangkan pria tampan itu tidak bisa ikut karena ada pertemuan dengan klien."Mas, aku pergi dulu ya?" pamit Amira setelah masuk ke dalam mobil, "Doakan semoga berhasil," lanjutnya sambil tersenyum."Iya, itu sudah pasti," sahut Marc tanpa ekspresi."Jangan terlalu berharap," ucap Caterina yang duduk di teras bersama seorang perawat.Amira dan Marc refleks memutar kepala melihat Cateri
Baca selengkapnya
Bab 37. Aku benar-benar menginginkannya Mas.
Marc berjalan menuju panggung dengan wajah angkuhnya, namun tetap dikagumi oleh para wanita cantik yang ada di sana. Ketampanannya yang begitu karismatik membuat para wanita jatuh hati kepadanya. Tetapi sayang! Marc tidak pernah membuka hati ataupun meresponnya.Ia tersenyum tipis kepada Amira, lalu berdiri tepat di sampingnya. Keduanya pun menerima piala dan piagam penghargaan dari event organizer secara bersamaan.Senyum indah tidak luntur dari wajah cantik Amira, ia sangat bahagia karena pria tampan itu datang ke sana. Berbeda dengan Marcell, hatinya terasa pedih melihat Amira berdampingan dengan Marc.Ia yakin wanita yang menghubunginya dan mengaku hamil, itu adalah Amira. Pandangan pria tampan itupun tak lepas dari perut Amira yang masih terlihat rata.Marcell pun meninggalkan tempatnya menuju balik panggung, seketika ia disambut dengan pemandangan yang membuat hatinya semakin pedih. Bagaimana tidak! Amira memeluk Marc dengan penuh bahagia."Terima kasih ya Mas sudah datang," uca
Baca selengkapnya
Bab 38. Pakai etika saat memasuki kamar pribadi orang lain.
Sebagai pria normal tentu Marc tidak diam seperti patung! Ia membalas ciuman Amira, melumat bibir wanita cantik itu dengan penuh kelembutan. Bahkan kakinya melangkah maju yang membuat Amira melangkah mundur, hingga keduanya terjatuh di atas tempat tidur dengan posisi intens."Ah, Mas." Tanpa sadar satu desahan lepas dari mulut Amira saat Marc mencumbu lehernya.Pria tampan itu tidak hanya mencumbu leher Amira saja, ia pun membuka satu persatu kancing bajunya sehingga menunjukkan belahan kedua gunung Amira.Dengan lembut tangan Marc membuka pengait bra Amira yang terletak di bagian punggung. Seketika ujung yang berwarna kecoklatan itu terpampang indah di hadapannya.Amira yang tenggelam dalam gairah, sama sekali tidak merasa malu bertelanjang dada. Ia membiarkan Marc melumat ujung gunung kembarnya dan meremasnya dengan lembut. Aksi keduanya pun seketika terhenti karena pintu terbuka tiba-tiba. Amira dan Marc refleks memutar kepala untuk melihat siapa yang membuka pintu."Maaf, aku mi
Baca selengkapnya
Bab 39. Ah, aku pasti salah lihat.
"Kamu tidak perlu menghawatirkan kandunganku," ucap Amira dengan tegas.Ia bangkit dari tempatnya, berniat untuk meninggalkan ruang keluarga. Tetapi Marcell menarik tangannya, menahannya untuk tetap di sana."Aku harus mengkhawatirkannya, karena janin yang ada dalam kandunganmu adalah anakku." Marcell bicara tidak kalah tegas dari Amira.Amira memutar mata, ditatapnya Marcell dengan tatapan benci, "Apa? Anakmu?""Iya, anakku," timpal Marcell."Hubungan kita sudah berakhir malam itu, jadi jangan menyebutnya anakmu." Amira melepaskan tangannya dari genggaman Marcell, lalu pergi.Saat ia menaiki tangga, saat itu juga Marc menuruni tangga dari lantai tiga menuju lantai dua."Amira, kamu belum tidur?" tanya Marc setelah melihat Amira.Amira tersenyum, "Iya Mas.""Apa itu?" tanya Marc sambil menatap ke arah tangan Amira."Oh, ini...." Amira belum selesai bicara, tetapi Marc sudah meraih kertas dari tangannya."Amira, kamu harus tahu batas waktumu bekerja. Ingat kondisimu saat ini sedang me
Baca selengkapnya
Bab 40. Kenapa Nyonya tidak memberitahu tuan?
Walupun Amira sudah 3 Minggu bergabung di perusahaan Louis Group, namun tak satupun karyawan yang mengetahui tentang status wanita cantik itu dengan Marc. Karena saat di kantor Amira selalu memanggil Marc dengan panggilan pak. Walupun mereka selalu datang dan pulangnya bersama."Selamat pagi Pak Marc Alfaro Louis," sapa Karra yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.Wanita berambut pirang itu menerobos masuk tanpa mengetuk pintu ruangan Marc terlebih dahulu. Sikapnya itulah yang membuat pria tampan berusia 40 tahun itu tidak menyukainya.Marc hanya melihat Karra sekilas, lalu kembali fokus menatap layar laptopnya. Ia sama sekali tidak mempersilahkan Karra untuk duduk, bahkan saat Karra berbicara Marc tak meresponnya sedikitpun."Marc, apa kamu tak mendengarnya?" protes Karra dengan wajah kesal.Siapa yang tak kesal, ia berbicara panjang lebar sejak tadi namun lawan bicaranya tidak merespon sedikitpun."Karra, aku sedang sibuk," sahut Marc tanpa melihat lawan bicaranya."Hm, kamu selal
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status