Semua Bab Dinodai Adiknya, Dinikahi Kakaknya.: Bab 41 - Bab 50
62 Bab
Bab 41. Kamu menyukaiku?
Waktu menunjukkan pukul 10 malam, Amira masih duduk di balkon. Ancaman dari Karra terngiang-ngiang di telinganya, sehingga membuat Amira tidak bisa tidur."Kamu kenapa masih di sini?" ucap Marc yang berdiri di pintu balkon.Amira memutar kepala sambil bibirnya tersenyum tipis, "Aku belum ngantuk Mas." "Tapi ini sudah larut malam, sudah waktunya untuk tidur."Ocehan Marc membuat Amira bangkit dari kursi, masuk ke dalam kamar. Sebelum tidur Amira terlebih dahulu membasuh wajah dan menggosok gigi ke kamar mandi. Sementara Marc masih duduk di sofa, pria tampan itu sibuk dengan laptopnya. "Tidak, tidak."Marc refleks menegakkan kepala, ditatapnya Amira yang tertidur di atas ranjang. Kedua matanya tertutup rapat, namun bibirnya mengatakan sesuatu."Dia pasti mimpi," ucap Marc dengan nada lembut.Ia kembali menatap layar laptopnya, jari panjangnya berselancar di keyboard untuk mengetik sesuatu."Tidak...Mas, Mas." Amira kembali berteriak.Marc refleks bangkit dari tempatnya, kaki jenjangny
Baca selengkapnya
Bab 42. Hubungan layaknya suami istri.
Satu hari Amira tidak fokus bekerja, otaknya memikirkan Jordan. Ingin rasanya menjelaskan yang sebenarnya kepada tunangannya itu. Amira tidak mau Jordan sampai salah paham lalu membencinya.Walupun Jordan tidak akan menerimanya lagi, setidaknya tunangannya itu sudah mengetahui yang sebenarnya. Amira pun sudah tidak berharap lagi untuk hidup bersama dengan Jordan."Apa kau sedang memikirkan pria itu?" Amira yang duduk di ruang keluarga refleks memutar kepala ke arah datangnya suara. Seperti dugaannya, pemilik suara itu adalah Caterina."Apa kau terkejut?" Caterina kembali bertanya sambil menghampiri Amira ke sofa."Aku tidak mengerti maksud Nyonya," ucap Amira.Caterina tersenyum getir, "Jangan membohongi dirimu sendiri, aku tahu kamu mengerti maksud dari pertanyaanku.""Aku benar-benar tidak mengerti," sahut Amira."Ok, apa kau sedang memikirkan Jordan? Apa kau terkejut melihat Jordan?" Caterina mengulang pertanyaannya dengan menyebut nama Jordan.Tentu hal itu membuat jantung Amira
Baca selengkapnya
Bab 43. Kita bisa melihatnya setelah usia 4 bulan.
Saat keduanya asik bercumbu, Marc tiba-tiba menghentikan aksinya. Pria tampan itu melepaskan bibirnya dari bibir Amira, tangannya yang tadinya sedang meremas gunung kembar wanita cantik itu, seketika ia lepaskan."Ada apa Mas?" tanya Amira dengan nada berbisik.Marc tidak menjawab, ia bangkit dari atas tubuh Amira lalu bergegas ke kamar mandi. Ini kedua kalinya ia gagal melakukan hubungan badan dengan Amira, waktu itu karena Marcell datang tiba-tiba, kali ini karena tangannya tak sengaja menyentuh perut Amira yang sudah mulai menonjol. Seketika gairahnya drop mengigat wanita cantik itu sedang mengandung anak pria lain."Ada apa dengannya?" Amira bertanya kepada dirinya sendiri, "Apa karena...." Amira tidak melanjutkan kata-katanya, ia menurunkan kedua kaki dari atas tempat tidur. Melangkah menuju kamar mandi, tangannya dengan lembut mengetuk pintu."Mas, Mas," panggil Amira."Cukup Amira, jangan berusaha menggodaku. Aku tak ingin menyentuhmu," sahut Marc dari dalam kamar mandi."Ya T
Baca selengkapnya
Bab 44. Yang pastinya lupakan anakku.
Amira dan Marcell ke luar dari ruangan dokter secara bersamaan, keduanya melangkah menuju parkiran. Setibanya di sana Amira melihat mobil Marc sudah tak ada, matanya berputar untuk mencari keberadaan Bagus."Apa kamu mencari pak Bagus?" tanya Marcell."Iya, tadi aku meninggalkannya di sini," jawab Amira yang masih memutar mata mencari sopir suaminya itu."Bagus sudah pergi, kak Marc ada pertemuan dengan klien di suatu tempat, itu sebabnya dia meminta Bagus untuk segera pulang," ucap Marcell.Jelas pria tampan itu berbohong, Marc tidak meminta Bagus untuk pulang tetapi Marcell yang mengirim pesan kepada Bagus. Ia menyuruh pria paruh baya itu untuk pulang terlebih dahulu."Oh, kok pak Bagus tidak memberitahuku ya?" keluh Amira.Ia meraih ponsel dari dalam tas, berniat untuk memesan taksi melalui aplikasi ponselnya. Tetapi Marcell segera meraih ponsel itu dari tangan Amira."Marcell, kembalikan ponselku." Amira berusaha meraih ponselnya dari tangan Marcell."Tidak, kita akan pulang bersa
Baca selengkapnya
Bab 45. Amira, aku menunggumu di parkiran.
Tidak semudah itu untuk membuat Marc percaya, ia tahu Amira berbohong. Namun pria tampan itu tidak memaksanya untuk berkata jujur. Keduanya pun kembali membicarakan pekerjaan........................Tepat pukul 4 sore Marc sudah meninggalkan kantor, ia menemui klien ke sebuah kafe bersama asisten. Sedangkan Amira tetap di kantor, sebenarnya Marc sudah mengajaknya tetapi Amira menolak karena pekerjaannya belum selesai."Akhirnya selesai juga," ucap Amira.Ia merapikan mejanya, menaruh buku-bukunya ke rak lalu meninggalkan kantor. Memang seperti itulah Amira, ia tidak pernah mengandalkan office boy untuk merapikan ruangannya.Saat melangkah menuju lift tiba-tiba ponselnya berdering, sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal."Amira, aku menunggumu di parkiran. Jordan," ucap Amira sambil membaca pesan.Amira menarik napas, ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas tanpa membalas pesan Jordan terlebih dahulu. Kakinya segera melangkah setelah pintu lift terbuka, pesan dari Jorda
Baca selengkapnya
Bab 46. Mas, nanti aku pulang sebentar ya?
Tanpa mempedulikan kandungannya, Amira berlari menuruni anak tangga menuju lantai satu. Saat itu juga Marcell ke luar dari kamarnya, pria tampan itu tercengang melihat Amira."Amira, hati-hati." Marcell berteriak mengingatkan Amira."Marc, Marc," ucap Amira. Bibirnya gentar sehingga membuatnya tidak bisa bicara dengan jelas.Marcell berlari mengikuti Amira menuju pintu utama, "Marc kenapa Amira?"Amira bukannya menjawab, ia justru menarik tangan Marcell masuk ke dalam mobil."Kamu kenapa Amira? Ada apa dengan kak Marc?" Marcell benar-benar bingung dengan sikap Amira."Marc kecelakaan, Marc kecelakaan," jawab Amira dengan mengulang kata-katanya."Di mana?" Marcell terlihat panik dan khawatir."Sudah dibawa ke rumah sakit."Keduanya pun meninggalkan kediaman Louis menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan Amira tidak berhenti meneteskan air mata sambil berdoa di dalam hati. Sedangkan Marcell fokus menyetir dengan kecepatan tinggi, keduanya sama sekali tidak saling bicara.Setibanya di ru
Baca selengkapnya
Bab 47. Kamu kenapa menatapku seperti itu?
"Bibi," panggil Amira sambil tercengang."Iya Nyonya." Hanum juga sama halnya dengan Amira."Apa ini barang-barang milik nyonya besar Louis?" tanya Amira.Ia berpikir Caterina lah pemilik barang-barang yang ada di sana, sebab wanita tua itulah yang tak mengizinkan siapapun masuk ke gudang. Mungkin saja Caterina takut barang-barangnya disentuh oleh orang lain. Hanum menggeleng, "Tidak Nyonya, aku tak pernah melihat nyonya besar memakainya."Amira menatap lemari dari atas hingga ke bawah. Namun matanya berhenti di sebuah kotak perhiasan. "Mungkinkah perhiasannya di dalam kotak itu?" tanya Amira dengan lembut dan nyaris tak terdengar.Hanum pun memutar mata ke arah kota perhiasan, "Mungkin saja Nyonya," ucapnya.Amira melangkah, ia membuka lemari lalu meraih kota perhiasan dari dalam sana. Tanpa ragu Amira langsung membukanya."Ini kan perhiasan nyonya Adella," ucap Hanum setelah melihat isi dalam kotak."Bibi tidak salah?" tanya Amira untuk memperjelas."Tidak Nyonya, perhiasan ini di
Baca selengkapnya
Bab 48. Apa aku tidak pantas untuk bahagia?
Tiga hari telah berlalu, Marc sudah kembali ke kediaman Louis. Sebenarnya dokter belum mengizinkannya untuk meninggalkan rumah sakit, tetapi Marc memaksa. Akhirnya pria tampan itu menggunakan kursi roda, karena kakinya belum bisa berjalan. Tentu Amira yang berubah menjadi perawat dadakan! Sebab Marc tak mau dirawat oleh suster dari rumah sakit. Namun sikap perhatian Amira mengurus Marc, membuat api cemburu Marcell membludak. Bahkan ia menyodorkan diri untuk memandikan kakaknya. "Untuk apa kamu kemari?" tanya Marc yang duduk di atas tempat tidur, saat melihat Marcell muncul dari balik pintu. "Sudah waktunya kakak mandi, ini sudah pukul lima," jawab Marcell sambil melangkah menghampiri kakaknya. "Kamu kenapa tiba-tiba perhatian padaku? Apa kamu menginginkan sesuatu?" Tentu Marc bertanya demikian! Karena selama di rumah sakit Marcell tak pernah mengunjunginya, namun setelah kembali ke kediaman Louis, adik semata wayangnya itu setiap pagi dan sore membantu membersihkan tubuhnya. "Ka
Baca selengkapnya
Bab 49. Apa yang kamu lakukan Marcell.
Marc menghela napas kasar, "Tidak ada wanita yang bertahan di sampingku, padahal aku sudah melakukan yang terbaik untuknya. Bahkan aku rela menantang kedua orang tuaku demi mempertahankan hubungan kami, tapi dia pergi begitu saja tanpa memberi alasan sedikitpun."Marc bicara panjang lebar, wajah pria tampan itu terlihat serius. Di dalam keseriusan itu tersimpan seribu kesedihan yang begitu mendalam."Apa Mas yakin, mbak Ade...." Amira menghentikan kata-katanya, "Maksudku istri Mas pergi begitu saja tanpa ada sesuatu?" lanjutnya."Aku tahu dia pergi karena tak sanggup menerima hinaan dan sikap kasar mamah. Tapi seharusnya dia bicara padaku, mungkin saja aku mengajaknya pindah dari rumah ini dan tinggal di apartemen," ucap Marc."Iya sih, tapi aku merasa semuanya tidak seperti yang Mas bayangkan. Kalau menurut aku, Mas sebaiknya mencari tahu yang sebenarnya." Ingin rasanya Amira menceritakan tentang mimpinya dan apa yang ia temukan di gudang. Tapi Amira takut bicara tanpa adanya bukti.
Baca selengkapnya
Bab 50. Ini tidak sesakit yang kamu bayangkan.
Setibanya di kamar, Amira melihat Marc duduk di atas tempat tidur dengan posisi menyandarkan punggung sambil membaca majalah bisnis."Mas belum tidur?" tanya Amira yang melangkah menuju sofa."Belum, kakiku sedikit berdenyut," jawab Marc dengan berbohong.Padahal ia tidak bisa tidur bukan karena kakinya, tetapi karena membayangkan nasib Amira yang begitu memprihatinkan. Sejak kecil wanita cantik itu hidup menderita hingga detik ini, Marc jadi merasa bersalah karena sudah memanfaatkan situasi waktu itu agar Amira menuruti perintahnya untuk berpura-pura menjadi istrinya."Apa perlu aku panggil dokter?" tanya Amira."Gak usah," tolak Marc dengan lembut, "Amira," lanjutnya."Iya Mas," sahut Amira sambil mendaratkan bokongnya di atas sofa."Jika ada pria yang ingin menjadikanmu sebagai istri! Apa kamu menerimanya?"Pertanyaan Marc membuat Amira menegakkan kepala, tadinya wanita cantik itu sedang fokus menatap kertas putih yang ada di genggamannya."Maksud Mas?" Amira balik bertanya untuk m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status