All Chapters of Salah Melamar: Chapter 21 - Chapter 30
69 Chapters
Bab.21 Takdir
“Mas ....” ucapku yang kini mendekat ke meja kantornya. Masih dengan buku yang kubawa, dan satu jari di sela halaman yang kubuka.“Iya.”“Maafkan aku ya!”“Untuk?”“Kesalah pahaman ini.”Mas Ammar terkekeh. “Kenapa harus minta maaf? Aku yang salah telah berlaku buruk padamu, Dek. Khadijah itu istri soleha yang dipilihkan oleh Tuhan untukku,” ucapnya dengan lengkungan indah di bibirnya, membuat pipiku kembali memerah karena tersipu.“Kalau Mas Ammar salah melamar, lalu kenapa Mas tetap melanjutkan hubungan kita?”“Kalau baca sesuatu jangan setengah-setengah ya,” ucapnya yang kini membelai rambut panjangku.Aku tersenyum, harusnya tak menanyakan itu kepada Mas Ammar. Buku ini sudah lebih dari cukup untuk mengetahui jawabannya.Aku kembali duduk di bibir ranjang, dan membuka halaman kembali.Kulayangkan panggilan melalui nomor rumah, dan akhirnya terangkat olehnya.“Assalamualaikum, Dania.”“Waalaikumsalam.”“Nia, nomor whatshapmu gak aktif kenapa? Atau ... Kamu memblokir nomorku?” tanya
Read more
Bab.22 Baju Haram
Mas Ammar begitu bahagia, ketika mendengarkan panggilan dari sebrang sana. Transferan royalti dari penjualan buku telah diterima. Bahkan hasilnya jauh lebih dari apa yang dibayangkan. “Dek Dijah, harapanku membangun tempat yang layak untuk anak-anaknya segera terealisasi,” ucapnya yang tiba-tiba mendekat ke arahku dan memelukku begitu saja. Ia mendekap begitu erat, sambil terus berbicara panjang kali lebar tentang cita-citanya itu.Ya, tempat yang saat itu kami kunjungi adalah tempat sengketa. Diberi waktu tiga minggu untuk pindah tempat dari sana. Mas Ammar sudah mendapatkan lahan yang dibelinya dari donasi para dermawan. Hasil dari tumpukan proposal yang ia layangkan dari satu perusahaan ke perusahaan lain.“Mas, Dijah gak bisa nafas,” ucapku ketika tubuhnya terus menekan tubuhku.“Eh, maaf,” ucapnya yang kini melepas pelukan. Digaruknya rambut tebal itu meskipun tak gatal. “Dek, mau ikut aku?”“Kemana?”“Bertemu teman-teman dan anak-anak.”Aku mengangguk. Mas Ammar membuka almar
Read more
Bab.23 Tamat
“Dek.” Mas Ammar memegang gagang pintu, hendak membuka benda tersebut. Namun, sekuat tenaga akupun menahannya. Berikut dengan denyut jantungku yang berdegup begitu kencang. Lagi-lagi sebuah sandi rumput terus merajai denyutan.Aku mendorong pintu lebih kencang, hingga benda tersebut tertutup dengan sempurna. Lalu, mengatur nafasku yang kini tak karuan. Dada seakan naik turun bersamaan dengan irama kerja jantung.Kupegang dadaku dengan telapak tangan, sambil menghirup udara lebih panjang dari biasanya. Kuhembuskan perlahan sambil menata hati, dan kembali ku tutup tubuhku dengan handuk.Aku berlalu dan mendekati ranjang, dimana Mas Ammar tengah duduk di bibir ranjang sambil mengulum senyum, menatapku dari atas ke bawah.“M-Mas, Di-Dijah ada yang lucu. Kenapa senyum-senyum?” tanyaku yang tak percaya diri. Bahkan mendadak tubuh ini gemetaran, layaknya bertemu debt colektor yang hendak menagih hutang. Untuk sekedar berbicara dengan lancarpun aku kesusahan.“Sini,” ucap Mas Ammar sambil me
Read more
sesion 2 bab.1
“Mbak Anita? Kenapa dengan Mbak Anita, Ma?” tanyaku bingung.Wanita paruh baya dengan mata teduh itu hanya menjawabnya dengan senyuman. Lalu kembali melanjutkan acara masak besar ini bersama. Daging kerbau segar yang kutaksir satu kiloan lebih itu dibagi menjadi dua macam masakan. Dibuat asem-asem juga soto kerbau. Lalu ada juga teman pendamping seperti bakwan dan mendoan. Hingga tanpa sadar aku turut menyicip ketika tempe berselimut tepung dengan irisan sayur itu telah matang. Masih mengeluarkan asap yang mengudara. “Maaf, Bu, Dijah nyicip mendoannya,” ucapku sambil duduk ketika semua makanan yang akan kami sajikan siap diangkat ke meja makan. “Gak papa, Nak. Gimana rasanya? Apa seenak buatanmu?” tanyanya. Bumbu mendoan diracik ibu sendiri tanpa bantuanku. Beliau membuatnya sebelum aku datang ke dapur. Sedangkan aku hanya membantunya menggoreng dan mengiris tempe tipis-tipis, menjadi lembaran layaknya kipas manual.Kress ...Begitu renyah ketika digigit, dengan rasa yang pas ketik
Read more
sesion 2 bab.2
“Mi, mau makan asem-asem apa sop?” tanya Mas Adam yang menoleh ke arah wanita di sebelahnya. Obrolan tersebut terdengar dan menjadi pusat fokusku, hingga deheman Mas Ammar membuatku tersadar dengan tindakan tak sopan yang kulakukan. Jika pada umumnya, seorang istri akan melayani suaminya. Lain halnya dengan Mas Adam. Dia terlihat begitu telaten dengan wanita berkulit putih di sisinya. Ibu dan bapak pun tampak tak keberatan, dengan membiarkan anak dan menantunya saling mengisi dan melengkapi. Beginikah rumah tangga yang sebenarnya? Setahuku kodrat lelaki ada di atas, dimana seorang istri akan menjadikan suaminya layaknya raja, yang harus dihormati dan dilayani. Disini, aku tak melihat adanya kesenjangan, yang ada hanya keluarga harmonis dengan sneyum bahagia diantara keduanya. MasyaAllah. “Dek Dijah ...” suara Mas Ammar membuatku tersadar dengan satu mangkok asem-asem daging di depanku. Aku memulai doa sebelum makan dan mulai menyuapkan ke mulut. Kulihat semua anggota tampak men
Read more
sesion 2 bab.3
Seketika aku kehilangan kekuatan untuk berdiri. Tubuhku ambruk. Lemas. Mbak Sri yang baru saja datang terlihat keheranan menatap kami. Ia membantuku untuk duduk dan bertopang ke dinding warna putih. Air mata turut runtuh, yang terus membasahi pipi dan mulai terjatuh ke tikar yang aku duduki.Masih teringat jelas senyuman Mas Ammar kala menatapku tadi. Pelukannya saja masih bisa kurasakan meskipun sudah bermenit-menit yang lalu ia pergi. Aku menggeleng, serasa tak menerima kenyataan ini.“Bu, ini hanya kabar burung. Mas Ammar baik-baik saja. Ia berjanji dengan Dijah akan pulang lebih cepat.” Aku tersenyum, mencoba menguatkan diri. Berharap semua ini hanya kabar yang salah. Keluarga Mas Ammar pernah salah melamar, bisa jadikan ini salah kabar berita juga?“Mas mu Adi sudah nyusul ke lokasi. Memastikan kalau korban tabrak lari itu suamimu. Memang benar itu Ammar, Dijah,” ucapnya yang kini merangkul tubuhku.Dipeluknya begitu erat, seraya tangannya mengelus punggungku.Ya Allah yaRobbi, c
Read more
sesion 2 bab.4
Seusai magrib, ada acara kirim doa. Dimana keluarga besar Mas Ammar akan berkumpul bersama para tetangga. Mereka akan mengirimkan bacaan tahlil juga yasin untuk almarhum Mas Ammar. Keluarga inti dari ibu tak ada yang pulang. Mas Adam dan istrinya akan tidur di kamar sebelahku. Sedangkan Mas Adi dan Mbak Sri juga akan menginap di kamar lamanya dulu. Aku masih enggan bangun dari sujudku. Bahkan tiap lafal yang kuucapkan selalu berlinang air mata. Rakaatku kali ini jauh dari kata khusu’ dimana bayang-bayang Mas Ammar terus saja menghantui pikiran. Biasanya, kami berjamaah bersama. Dimana sajadahku akan dibentangkan oleh lelakiku ketika aku mengambil air wudhu. Mas Ammar akan tersenyum ketika aku datang dengan wajah yang basah. Lalu melafalkan niat ketika aku sudah siap dengan mekena yang kukenakan.“Mas Ammar,” ucapku lirih yang tak mungkin didengarnya. Biasanya, aku akan mencium punggung tangannya seusai salam. Lalu dilanjut sebuah kecupan di kening. Setelahnya ia akan bermurojaah
Read more
sesion 2 bab.5
Pagi ini aku bangun kesiangan. Mungkin, karena semalam tidak bisa tidur, hingga mata ini terpejam setelah dini hari. Masih dengan mekena putih dengan ujung berenda yang menempel di tubuhku, seserahan yang diberikan Mas Ammar kala itu. Segera kuambil air wudhu dan kutunaikan rakaatku. Meskipun sesekali sosok Mas Ammar datang dan menjadi imam di depanku. Ya, aku benar-benar tak bisa menjalankan ibadah dengan khusu’. Mungkinkah ini sebagai teguran oleh Allah atas cintaku kepada ciptaannya yang melebihi dariNya? Entahlah, yang pasti aku benar-benar merasa kehilangan. Mentari mulai naik, dimana cahaya hangat itu mulai membias masuk melalui jendela kaca yang gordennya telah kusingkap. Kuikat benda bermotif bunga itu di sisi kanan dan kiri. Tak lupa juga rambut panjang yang tergerai inipun turut kuikat, lalu kututup dengan jilbab instan yang langsung melekat mengikuti bentuk muka. Aku turun ke dapur, dimana ruang tersebut telah berkumpul Mbak Sri dan juga Ibu. Mbak Anita pun turut hadir,
Read more
Sesion 2 bab.6
“Dari mana kamu tahu kalau Raffa yang menabrakMas Ammar?”Tubuhnya gemetar, berikut dengan bibir yang naikke atas dan ke bawah tampak ragu berucap.“Dari mana, Dinda?” tanyaku menuntut jawaban.“Aku semobil dengan Mas Raffa, Mbak,” ucapnya lirihbersamaan air mata yang kembali jatuh membasahi pipinya.Deg. Aku seakan dihujam oleh panah dan mengenai tepat di jantungku. Kurasakan ngilu di bagian dada sebelah kiri. Rasanya aku tak percayadengan kalimat yang baru saja kudengar.“Astagfirullah,” ucapku lirih.Aku menggeleng. “kamu bohongkan, Dek?” tanyaku.“Maafkan Dinda, Mbak. Dinda minta maaf,” ucapnya dengansesenggukan.Sebuah kecelakaan itu memang takdir, meskipun tetap saja menggoreskanluka. Tapi, mengingat kejadian tabrak lari itu, sungguh tak mampu kuterima. Seorangpelaku yang meninggalkan korbannya begitu saja tanpa peduli. Dan itu adikku.Dinda. Dia dibesarkan oleh kasih sayang. Rasanya tak mungkin ia berbuatdemikian.“Mbak, Dinda ....”Aku menghempaskan tangan berwarna putihnya ket
Read more
sesion 2 bab.7
Seminggu sudah Mas Ammar meninggalkan dunia ini. aku terpenjara oleh sepi, terkekang rasa rindu. Bahkan dalam tiap detikku, tak pernah enyah dari melamunkan lelaki berlesung pipit itu. Kembali kubuka halaman buku, yang menjadi karya terakhirnya. Novel berjudul “khadijah” yang sekaan menjadi sebuah bukti kisah cinta kami yang bahagia.Malamku terbangun dengan suara lirih nan indah. Sepasang mata tengah mengembun di atas sajadah hitam favoritnya. Terbalut dengan mekena putih dengan ujung berenda. Namaku terus tersebut dalam doanya. Bukan harapan untuk aku membalas rasa sayang miliknya. Melainkan dengan kesehatan dan kebahagiaanku. Bagaimana aku tak jatuh cinta? Sedangkan namaku terus dilangitkan bersama untaian doa kepada RobNya?Aku tersenyum, membaca jejeran huruf nan rapi dari novel buatan suamiku. Kembali mengenang masa dimana Mas Ammar terlihat dingin namun nyatanya memendam rasa sayang. Kembali kubuka halaman lain, dan menyusuri kalimat-kalimat tersebut.Kubelai rambut hitam pan
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status