All Chapters of Salah Melamar: Chapter 41 - Chapter 50
69 Chapters
Sesion 2 bab.18
“Mbak Dijah jangan heran gitu lah. Beruntung sekali mbak dijah punya calon suami seperti Mas adam.”“Calon suami?” tanyaku semakin bingung.“Mbak Dijah suka bercanda ternyata. Mas Adam mau turun ranjang kan sama Mbak Dijah? Semua warga sini juga sudah tahu,” ucapnya dengan senyuman, lalu kembali mendorong gerobaknya pergi.“Ciye .... Mbak Dijah .... kenapa gak pernah bercerita sama Dinda?” terdengar tawa dari bibir adikku.Aku menoleh ke arahnya, sambil memanyunkan bibir. “Itu gak benar, itu cuman gosip.”“Fakta juga gak papa, Mbak. Lagian gak ada salahnya kan mbak dijah buka hati untuk laki-laki lain. Setahu dinda, mas adam juga rajin sholat, berbakti orang tua, idaman mbak banget kan?”“ah, sok tahu, Din.”“Bukan sok tahu, Mbak. Cuma ngasih masukan saja. Itu pun kalau ucapan Dinda masih dihargai. Bagaimanapun, mbak dijah itu masih muda, masih pantas bahagia. Mbak bukalah hati untuk orang lain, apalagi jika Mas adam berniat turun ranjang.”“Itu Cuma gosip, Din.”“kalau gosip, kenapa
Read more
Sesion 2 bab.19
Seusai pertemuan itu, Mas adam tak lagi menghubungiku. Ponsel yang beberapa hari penuh notif pesan darinya. Kini kosong. Untuk sekedar menyapa menanyakan kabarpun tidak. Aku semakin dibuat merasa bersalah karenanya. “Mbak Dijah, kenapa beberapa hari ini sering bengong?” tanya sa Dinda sambil berjalan perlahan ke arahku. Tangannya sudah tak lagi memegang tongkak penyangga, melainkan merambat ke dinding ketika kehilangan keseimbangan. “Tidak, Dek, mbak gak bengong kok,” ucapku sambil melipat pakaian yang kuambil dari jemuran. “Mbak ada masalah?”Aku menggeleng. Ia duduk di bibir ranjang, lalu berbaring di atas kasurku menatap langit-langit kamar. “Mbak dijah ingat almarhum mas ammar ya?” tanyanya lagi yang kujawab dengan senyuman. “Sehari setelah kalian menikah, Mas ammar mengantarkanku ke kos kan, Mbak? Ia terus menanyaiku tentang Mbak Dijah.” Wanita cantik itu tersenyum. “Aku pikir, ia sengaja membuatku cemburu karena kekesalannya. Ternyata aku salah. Mas Ammar mencintaimu di
Read more
Sesion 2 bab.20
“Apa mbak Dijah gak jatuh cinta dengan Mas Adam?”Aku terdiam, hingga detik kemudian lelaki berpakaian suamiku itu datang, dan membuatku terpana. “Mas Ammar,” ucapku lirih menatapnya.Suara deheman dari lelaki berparas mirip mas ammar itu membuatku sungkan. “Aku adam bukan ammar,” ucapnya.“Maaf, Mas.”Aku duduk di sofa panjang bersama Dinda, sedangkan mas adam kini duduk di kursi sofa depan kami. Ia melihat-lihat pakaian yang dikenakan,mungkin terasa aneh.“Mas Adam, silahkan diminum dulu kopinya. Mumpung masih hangat.”Ia tersenyum, lalu membuka penutup gelas hingga asap keluar dan mengudara. Bau kopi hitam pun menguar, menelusuk ke hidung. Ada rasa ingin mencicipnya. Namun, mengingat kehamilanku yang masih berumur muda. Aku takut mengkonsumsi kafein dari minuman tersebut.“Maaf ya, Mas. Adanya kopi hitam.”“Memangnya kenapa kalau kopi hitam?”“Kata almarhum mbak anita, mas adam gak terlalu suka.”Lelaki itu menarik sudut bibirnya. “Kamu masih mengingatnya?”Aku mengangguk.“Lalu ke
Read more
Sesion 2 bab.21 (Pov. Adam)
Pov Adam“Besok malam ikut ke keluarganya emak Dainah ya, Dam. Ajak istrimu juga,” ucap ibu dari panggilan suara. “Emak Dainah?”“Iya. Alhamdulillah, adikmu ammar sudah mau lamar gadis, anaknya emak Dainah itu.”“Khadijah, Bu?”“Ya iyalah, siapa lagi?”Aku meneguk salivaku yang terasa berat. Wanita yang selama ini masuk dalam hatiku, akan menjadi istri dari adikku. Apa aku sanggup, jika harus bertemunya menjadi ipar?“Dam, gimana? Bisa kan? Diajak ngomong orang tua kok gak dijawab.”“Iya, Bu. Insya Allah bisa. Nanti Adam ajak Anita.”Panggilan kututup dengan pikiran yang terus berkelana. “Abi , telfon dari siapa? Kenapa bengong?” tanya wanita yang gemar mengenakan jilbab panjang selutut. Ia tengah berdiri meladeni, mengambilkan sarapan. Dengan telatennya ia memasak dan menyuguhkan makanan yang enak. Meskipun aku tahu, kesehatannya sungguh mengkhawatirkan. Ya, pernikahan kami yang awalnya bahagia-bahagia saja, kini harus diterpa ombak oleh diagnosa dokter, yang menyatakan Anita mengi
Read more
sesion 2 bab.22
“Ini ucapan maafmu yang kesekalian kalinya, Dijah. Apa selalu kalimat itu yang terus muncul darimu?”“Maksudnya, Mas?”“Aku teringat dengan wanita kecil yang berlarian di pasar dan menabrakku. Puluhan kalimat maaf terucap dari bibirnya, sama sepertimu.”Aku terdiam, entah kenapa bayangan itu tak asing untukku. Pernah suatu ketika, aku ke pasar dengan bapak dan dinda, hendak dibelikan baju lebaran . bapak yang tengah memilihkan baju untuk adikku itu, membuatnya tak sadar telah kehilanganku. Aku tertinggal, karena melihat sebuah gamis warna biru dengan pita di belakangnya, begitu kesukai. Sesaat setelah aku sadar kehilangan bapak dan Dinda, aku berlari mencarinya. Naas, aku menabrak seorang lelaki yang tengah membawa guci besar, benda itu lepas dari tangannya dan pecah. Aku yang ketakutan terus meminta maaf, karena tak mungkin punya uang menggantikan benda yang rusak tersebut. “Maaf ya,” ucapku menunduk. “Maaf,” imbuhku lagi. Dia terdiam, hanya menunduk. Membuatku semakin ketakutan.
Read more
Sesion 2 bab.23
Aku yang tak enak hati mengganggu hubungan mereka kini memilih bersembunyi di dapur menyibukkan diri. Sesekali kulap meja yang dari tadi sudah kubersihkan. Juga menata ulang bahan yang ada di kulkas. “Doorrr ....”Aku begitu terkejut, hingga tubuhku sedikit terpental ketika tiba-tiba ada suara melengking itu terdengar . Anas tertawa terbahak menatapku. Lalu di detik kemudian, ia terdiam dan meminta maaf kala dlihaitnya aku yang kesusahan untuk menjaga detak jantung.“Tante Dijah, Anas minta maaf,” ucapnya sambil menatapku takut. Jari jemariku masih menari di atas dada, seiring irama denyutan organ vitalku. Memompa darah begitu cepat. “Gak papa. Tante Dijah hanya kaget.”“Tante dipanggil oleh nenek, disuruh ikut makan.”“Tante dipanggil nenek?”“Iya, Tante. Ayo!” lelaki kecil itu menarik lenganku, menuju ruang makan. Dimana kini semua pasang mata tertuju padaku. Aku tertunduk ketika manik mata Mas Adam masuk dalam korneaku. “Nak Dijah, ayo duduk sini,” ucap ibu sambil menepuk kursi
Read more
Sesion 2 bab.24
Aku bangkit dan duduk di bibir ranjang, hingga melihat lelakiku itu keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang dibalut handuk di bagian bawahnya saja. Rambutnya pun basah, dengan air yang terlihat masih mengalir di bagian wajahnya. “A’ ....” teriaknya. “Mas Ammar,” ucapku lirih.Halusinasi tentang kekasihku itu memang biasa datang. Tapikali ini, terlihat begitu nyata. Alih-alih ia mendekat seperti inginku, yang ada ia berlari dan masuk kembali ke dalam kamar mandi.“Aku Adam, Dijah, bukan Ammar,” teriaknya dari dalam yang membuatku tersadar. Semua ini bukan halusinasiku.Aku menoleh ke arah samping, dimana cermin besar yang biasa kugunakan untuk berias dulu, kini memantulkan wajah wanita dengan pipi yangmemerah layaknya tomat siap panen.“Ya Allah, aku zina mata? Menatap sesuatu yang tidakseharusnya kulihat?” tanyaku sendiri kepada wajahku yang terpantul.‘Tapi, kenapa begitu indah? Sama persis seperti Mas Ammar,milikku.’‘Beda, Dijah. Dada Mas Ammar tak memiliki bulu halussedangkan
Read more
Sesion 2 bab.25
“wanita itu menabrakku dan memecahkan guci yang seharusnya kujadikan hadiah untuk ibu. Tabungan yang kusimpan beberapa bulan dari hasil sakuku. Pecah tak bersisa.” Ia tersenyum. “Tak sepeserpun ia ganti rugi, selain kata maaf yang keluar dari bibirnya. Aku begitu mencintai gadis itu,” ucapnya bersamaan dengan bunyi ‘tit’ kembali. Mas Adam mendekat ke arahku, dan membukakan pintu di sebelahku. “Turunlah! Kamu sudah sampai.”Aku masih tercengang. Tubuhku mengitu perintah itu begitu saja. Sedangkan pikiranku, berkelana dengan beberapa tahun silam ketika ke pasar bersama Dinda dan bapak. Lelaki itu Mas Adam? Apa ia bilang? Mencintaiku? Aku menoleh ke arahnya, sebelum pintu itu ditutup dengan sempurna. “Mas Adam.”“Ada apa, Dijah?”“Kamu gak mampir?” Entahlah, hati dan bibir tak sefrekuensi. Bukankah aku tak menerima tamu laki-laki? “Tidak usah, aku tak ingin terjadi fitnah untukmu,” ucapnya.Aku terdiam, jawabannya bagai kalimat sindiran untukku. Kuanggukan kepala perlahan, dan mul
Read more
Sesion 2 bab.26
“Ibu memang merestui hubungan kalian. Tapi tidak pegang-pegang sebelum nikah,” ucap wanita yang melahirkannya. “Siapa yang pegang-pegang, Bu? Lagian kamu tahu sendiri kan kalau calon menantumu itu enggan dekat-dekat aku.”Calon menantu? Aku mengernyitkan dahi menatap lelaki yang kini menyandarkan kepalanya di bahu wanita yang melahirkannya. “Mas, aku belum jawab iya. Kenapa sudah bilang calon?” protesku. Ibu terkekeh, juga Mas Adam yang wajahnya kini memerah. “Ucapan kan doa, bisa jadi Allah membukakan pintu hatimu.”Aku tersenyum kecut.“Sudah, Mas, ini teh mu diminum dulu. Sudah dingin dari tadi kamu anggurin.”Ketika Mas Adam mendekat, hendak mengambil gelas yang kusuguhkan di atas meja. Aku berdiri dan mempersilahkannya duduk, karena kursi di teras ini hanya 2, dengan 1 meja. “Mau kemana, Nak?” tanya ibu ketika aku melewatinya. Sedikit menundukkan badan, sebagai tanda hormat. “Nyiapin makan siang, Bu. Mas adam pasti capek dan lapar,” ucapku. Ya, dari tadi pagi ia berjibaku d
Read more
Sesion 2 bab.27
“Allahu Akbar ... Allah akbar ....” Air mataku kembaliluruh, menyaksikan Zahra yang kini berada di gendongan Mas Adam. Lafal azanterdengar indah, bersamaan dengan Zahra yang terlihat begitu tenang. Seutassenyum kecil tercipta, dengan rasa syukur sedalam-dalamnya. Bagaimanapun tadirmembawaku, aku tahu itu akan jadi hal yang terbaik untukku.“Assalamualaikum.” Suara salam bersamaan dengan langkah kakicepat terdengar, lalu diikuti oleh mbak Sri dan keluarga kecilnya yang datang.Mbak Sri mendekat ke arahku, menanyakan kondisiku, sedangkan Mas Adi dan Anas,mereka langsung menghampiri Zahra yang masih dalam dekapan hangat Mas Adam.“Lo, Dam. Kenapa wajah anaknya Dijah mirip kamu?” goda kakakMas Ammar tersebut.“Iya, kan aku memang bapaknya,” jawab Mas Adam santai.Sontak, jawaban itu menghadirkan pertanyaan besar, hinggasemua mata kini menuju ke arahku.Aku menggeleng. “Tidak, aku belum jawab apa-apa,” ucapkubernada serius yang membuat seisi ruangan tersenyum.Aku pulang ke rumah, bersama d
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status