All Chapters of Salah Melamar: Chapter 51 - Chapter 60
69 Chapters
sesion 2 bab.28
“Mas, maaf, Dijah gak berniat seperti itu.”“Apa artinya kamu menerimaku?” Aku terdiam. Jujur, akupun bingung dengan jawaban apa yang harus kulontarkan. Mungkin benar, rasa itu mulai ada. Tapi aku takut semua bukan cinta, melainkan bayang-bayang Mas Ammar dengan paras persis Mas Adam.“Jika kamu memintaku untuk tinggal, aku tak akan pergi.”Aku tersenyum tipis. “Aku gak punya hak untuk melarang. Itu kehidupanmu, Mas.”“Kehidupanku saat ini adalah Tito, dan kamu.” Ia menyungginggakan senyum, sambil menatap bayi kecil yang digendongnya. “Zahra juga.” Dengan lihai Mas Adam meletakkan Zahra di atas kasur, lalu kedua guling kecil miliknya diapitkan di kedua sisinya. “Zahra sudah terlelap. Kamu makan dulu sana! Tadi sudah aku buatkan telur dadar.”“Kamu masak, Mas?” tanyaku dengan dahi yang mengernyit. “Kenapa? Rasanya tak kalah enak kok dengan masakanmu. Mau aku ambilkan?”“Tidak usah, Mas. Dijah bisa sendiri.”Aku keluar kamar, menuju dapur. Dan ternyata, di rumah ini kosong, hanya ad
Read more
Sesion 2 bab.29
Dinda menatap lelaki tersebut dengan mata membulat sempurna. Juga lengkungan bibir indah yang membuat paras cantiknya semakin terlihat.”Apa kalian sudah...?” tanyanya menatap kami bergantian.Mas Adam mengangkat kedua alisnya, melirik ke arahku sambil tersenyum. Lalu dilihatnya kembali wanita cantik di depanku, yang dari tadi terus bertanya-tanya,“Welcome, adik ipar,” ucapnya yang mampu membuatku tersipu. Kuyakin kini pipiku memerah bak kepiting rebus.“Alhamdulillah,” ucap Dinda yang kini memelukku. “Jangan pelukan di depanku, bikin nganan.”“Maksudnya, Mas?”“Lawan kata nganan?”“Maksudnya ngiri?” tanyaku dengan terkekeh. Juga dinda yang terlihat tersenyum lepas.**3 bulan telah berlalu, selama itu pula ibu terus menungguiku di rumah emak. Sedangkan bapak dan Mas Adam, tetap tinggal di rumah meraka, sambil sesekali datang kesini tiap beberapa hari sekali. Tak jarang kakak dari Mas Ammar itu datang dengan beberapa stel pakaian untuk zahra, juga kebutuhan diapersnya, dan tak lupa su
Read more
Sesion 2 bab.30
“Bu, Mas Adam ....” ucapku parau. Untuk kedua kalinya terjadi hal yang sama. Harusnya aku menahan ia untuk pergi, bukannya mengijinkan. Sama seperti ketika Mas Ammar pamit.“Ibu tahu itu, Nak,” jawab ibu dengan bibir bergetar. Aku yakin sekali, beliaupun turut merasakan apa yang aku rasa.j ustru lebih menyakitkan. Kehilangan dua putra bukanlah hal yang mudah. “Ibu mau ke bandara ikut kakakmu, kamu di rumah sama Zahra ya?” imbuhnya.“Bu, boleh Dijah ikut?”Wanita itu tersenyum getir. “kamu di rumah saja, kasihan Zahra.”Aku mengangguk, “Baik, Bu.” Aku tak berani memaksa, meskipun rasa inginku begitu membuncah. Aku ingin memastikan, dan berharap kabar duka ini tidaklah benar.‘Ya Allah, berilah keajaiban untuk Mas Adam,’ batinku dengan hati yang bercampur aduk.Ibu mengganti pakaiannya, sedangkan dari tadi Zahra justru menangis tiada henti. Beberapa kali sudah kutawari ia asi, tapi bayi kecilku itu menolak. Bahkan kugendong dan kuayunkan seperti yang Mas Adam lakukan dulu, namun, ia b
Read more
Sesion 2 Bab.31
“Alhamdulillah, Mas, kamu kecopetan,” ucapku yang membuatnya mengernyitkan dahi. Ditatapnya wajahku dengan raut muka kebingungan. “Dijah, kamu gak demamkan?” tanyanya.“Maksudnya, Mas?”“Aku itu kena musibah.”“Musibahmu kecil, Mas. Justru karena musibah itu kamu terhalang dari musibah yang besar.”Mas adam masih terlihat kebingungan, dan terkadang ia meringis menahan rasa sakitnya. “Pesawat yang hendak Mas Adam tumpangi kecelakaan, Mas.” Aku mendekat ke arahnya, dan menyapukan sapu tangan bersih ke luka lebam di wajahnya.“Innalillahi wa inna ilahi rojiun.”“Dijah sangat bahagia bisa melihat Mas Adam kembali.” Kulihat wajah yang memar yang menyelimuti kulit indahnya, paras yang seharusnya tak kutatap sedekat ini. lalu kembali mendekatkan bongkahan es batu yang sudah kututup dengan kain bersih tersebut.“Aduh,” ucapnya yang tiba-tiba memegang lenganku. Sebuah sengatan listrik terjadi. Dan dengan cepat kami saling menjauh satu sama lain. “Maaf,” ucapnya. “Lakukan sendiri ya, Mas, a
Read more
Sesion 2 Bab.32
“Kamu makan dulu, Dijah. Biar Zahra sama aku,” ucap Mas Adam ketika aku datang ke ruang makan bersama Tito dan bayi kecilku dalam gendongan.“Kamu saja yang makan dulu, Mas. Tadi pagi kamu belum sarapan kan?”“Tahu dari mana?”“Dari ibu.”“Beliau bilang apa?”“Dijah, suamimu itu belum sempat sarapan tadi. Dari subuh hafalin lafal akad.” Aku menirukan suara ibu, yang membuat lelaki kecil di sebelahku terkekeh.“Ah, ibu kenapa buka kartu?’ dengkusnya sebal sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.Aku duduk di kursi makan, juga Tito yang duduk di sampingku. Kuambilkan piring untuknya, dan menuangkan nasi. “Tito bisa ambil sendiri, Tante.”“Lo, kok panggilnya tante?” protes Mas Adam.“Oh iya lupa. Tito bisa ambil sendiri bunda,” ucap lelaki kecil di sebelahku sambil mememerkan senyumnya yang indah.“Bunda?” tanyaku dengan menatapnya dengan berbinar.“Iya. Biar beda sama Mama Anita. Jadi panggilnya Bunda. Bolehkan bunda Dijah?”Aku menoleh ke arah suamiku yang baru beberapa jam, ia ters
Read more
Sesion 2 Bab.33
Aku terpejam, mataku tertutup. Namun, pikiranku terus berkelana.Hingga di menit kemudian terasa sebuah kecupan di dahiku, dengan suara lirih yang menyejukkan, “Aku mencintaimu, Dijah. Lebih dari siapapun.”Aku membuka mata, dimana sepasang manik mata coklat itu tengah menatapku. Ditariknya sudut bibir, hingga lengkungan indah itu tercipta. “Maaf, aku membangunkanmu.” “Tidak apa, Mas.” Lelaki dengan perawakan sempurna dan paras tampan itu tengah berubah posisi. Yang tadinya berada di sebelah Zahra dengan bayi mungil di tengah kami. Kini ia pindah di sebelahku, dengan melingkarkan lengan di pinggangku. Aku membalas menghadapnya, yang kini mulai membelakangi Zahra. “Maaf, sudah bikin kamu cemburu, Sayang.” Dipegangnya daguku, serta dielus pipiku dengan tangannya. Sentuhan lembut yang begitu menenangkan. “Dijah juga minta maaf telah ...”“Hust. Gak ada yang perlu dimaafkan. Permintaan maafmu kepadaku sudah terlalu banyak,” ucapnya. Aku terkekeh. Lalu mulai memejamkan mata ketika b
Read more
sesion 2 bab.34
Dengan cepat Mas Adam banting setir, hingga roda kendaraan ini melewati jalan beraspal. Masuk ke dalam rimbunan rerumputan yang berada ditepi jalan, dan akhirnya berhenti secara mendadak. Tubuhku sedikit terpental,hingga Zahra yang berada dalam pelukanku kupeluk erat. Juga tubuh Tito yangterlelap kupegangi dengan tangan yang satunya. Sedangkan kepalaku sedikitterbentur ke arah jok di depanku.“Astagfirullah,” ucapku lirih.Juga terdengar bacaan istigfar dari bibir Mas Adam. Titoterbangun, dan Zahra menangis keras.“Dijah, kamu gak papa?” tanya Mas Adam yang terlihat begitupanik. Ia turun dari kendaraannya dan membuka pintu mobil belakang. DipeluknyaTito yang tengah ketakutan, sambil memastikan keadaannya.“Kamu gak papa, Jagoan?” tanya Mas Adam dengan melihat tubuhanak laki-lakinya.“Gak papa, Ayah.”“Dijah, kamu dan Zahra bagaimana? Ada yang terluka?”tanyanya yang kini menatapku dan bayi kecilnya.“Gak papa, Mas,” ucapku sambil mengayun-ngayunkan tubuhZahra, menghibur bayi gemoy itu
Read more
Sesion 2 Bab.35
“Mas, kenapa selalu saja buat Dijah terbang?” Mas Adam terkekeh. “Iyakah?”“Mas Adam selalu baik dan perhatian dengan Dijah. Makasih ya.”“Mau balas budi?” tanyanya yang menoleh ke arahku. Lalu sejurus kemudian menatap kembali ke jalanan. “Mau dibalas pakai apa?”Meskipun menatapnya dari arah samping, tapi tetap saja senyum lelaki itu terlihat. Ditunjuknya pipinya yang memerah. “Balasnya pakai ini.”“Maksudnya, Mas?” “Dijah, kamu lucu sekali. Kenapa gak paham? Apa mesti ngomong langsung?”“Maaf, Mas. Dijah gak paham. Tahu sendiri kan, Dijah gak makan bangku sekolahan.”“Emang doyan?” Mas Adam terkekeh.“Kan perumpamaan, Mas.”“Maksudku balasnya pakai ...” lelaki itu menggantungkan kalimatnya, yang ada pipi yang tersipu itu semakin memerah. “Apa, Mas?”“Sun.”Aku tersenyum, lalu melempar pandangan ke depan kembali, tak ingin terlihat olehnya kalau sekarang pipiku lah yang memerah layaknya buah tomat layak panen. “Gimana, Sayang? Bisa?”“Ehm, ....”“Kalau gak bisa ya gak papa. Aku
Read more
Sesion 2 bab.36
“Mas, ini apa?’ tanyaku kembali mengulang kalimat yang sama.Mas Adam tersenyum, lalu menarik lenganku lembut. “Wanita istimewa butuh diperlakukan istimewa, Sayang. Aku mohon kamu tidak keberatan.”Aku terdiam. Rasanya semua berlebihan. Hanya untuk beberapa stel pakaian saja harus menghabiskan uang jutaan rupiah. Uang senilai itu, bisa untuk kehidupanku dan emak selama sebulan. Belum lagi, cara mendapatkannya yang butuh ekstra perjuangan. Dimana emak akan menjadi buruh tani tiap paginya, melawan terik mentari yang mulai merangkak dan menyinari dengan terik tubuh tuanya dan terkadang aku membantunya dengan mencuci dan menggosok pakaian tetangga. Itupun hasilnya tak lebih banyak dengan jumlah nominal harga pakaian yang dibelikan oleh Mas Adam. “Sayang, yang mau dibeli apa? kenapa diam saja?’ tanya Mas Adam sambil mendorong keranjang belanja. “Eh, maaf.” Aku tak sadar telah turun ke lantai dasar, dimana barang rumah tangga berjejer rapi. Perjalanan turun yang menggunakan lift pun tak t
Read more
Sesion 2 bab.37
Aku kesusahan meneguk salivaku sendiri. Jejeran angka yang tertulis benar-benar membuatku terkejut. Disini, uang tersebut bisa dibelikan sawah satu hektar dan bisa digunakan untuk hidup sehari-hari. Ah, knapa rasanya malah sayang kalau uang tersebut diendapkan di rekening?“Sayang, ayo beli diapersnya. Jadi gak?”“Eh, iya, Mas.”Aku mengekori langkah kaki Mas Adam yang terayun, dan mengambil Zahra ketika sampai di motor maticnya. Kami kembali berjalan menyusuri jalanan, yang terkadang menyapa para warga ketika melewatinya.“Sayang, kita mampir ke sawah mau?” tanyanya seusai membeli apa yang kuinginkan. 1 ball diapers dan minyak rambut untuk Zahra.“Terserah mas adam saja. Kan Dijah di belakang, ngikut pak sopirnya.”Dari pantulan spion yang mengarah ke arah Mas Adam, terlihat sudut bibirnya yang tertarik. Lalu diraihnya tanganku untuk memegangnya lebih erat. “Mas, Dijah malu kalau dipegangi seperti ini. kayak abegeh saja,” protesku yang sedikit berbisik ke telinganya.“Gak papa, Sayan
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status