All Chapters of Obsesi Sang Pangeran: Chapter 21 - Chapter 30
60 Chapters
21. Jamuan Makan Malam Bersama Kaisar
"Dengar, Arxen. Jika pria itu membuatmu kesal, kau bisa melawannya." Arxen melihat Bellanca yang duduk tepat di depannya. Di dalam kereta megah yang tengah berjalan menuju ke istana kaisar yang letaknya cukup jauh untuk berjalan kaki, wanita yang malam ini merias diri dengan sangat cantik dilengkapi dengan gaun dan permata indah itu memberi Arxen nasihat-nasihat yang sebenarnya tidak pantas keluar dari mulut seseorang yang berstatus sebagai permaisuri. Tapi, Bellanca benar-benar terlihat serius dengan semua ucapannya."Ah, tapi jangan memukulnya atau menyerangnya dengan sihir. Walau bagaimana pun, dia masih belum kita tendang dari takhta." Bellanca mewanti-wanti dengan senyum menawan di wajahnya. "Lawan saja dengan kata-kata yang menyakitkan. Jika hanya segitu, aku masih bisa melindungimu dengan statusku dan juga keluarga Erphaus."Arxen sudah tahu kalau Bellanca membenci kaisar. Arxen pun juga sangat membenci pria itu sampai ingin membunuhnya. Tapi seperti yang Bellanca bilang, kais
Read more
22. Jamuan Makan Malam Bersama Kaisar (b)
"Tolong tenanglah, Baginda." Peony menunjukkan senyum indahnya. Berusaha menenangkan Theron yang terlihat mulai luluh. "Jika Baginda tidak merasa nyaman, bagaimana kami bisa menikmati makan malam ini?" Theron menghela napas dan menghembuskannya perlahan. Hatinya terasa lemah saat dia berhadapan dengan wanita yang sangat dia cintai itu. Pada akhirnya, Theron akan selalu mengabulkan keinginannya. "Baiklah, aku akan melakukannya karena dirimu." Theron balas tersenyum. "Terima kasih, Baginda." Peony perlahan melepaskan pegangannya saat Theron memerintahkan para pelayan untuk mulai menyiapkan makanannya. Dia sedikit melirik pada Bellanca yang duduk berhadapan dengannya. Dia kemudian memindahkan pandangannya pada Arxen yang kebetulan sedang menatapnya juga. Peony mengulas senyuman kecil yang tampak ramah untuk Arxen. Tapi bocah itu hanya menatapnya datar lalu mengalihkan pandangan melihat Bellanca. Tanpa sadar, Peony sedikit menu
Read more
23. Siksaan dan Sihir
Di malam yang sama, tepatnya dalam sebuah ruangan sempit tanpa lubang yang membuatnya jadi kesulitan bernapas, seorang gadis kecil duduk bersimpuh di dalamnya. Bibir pucat keringnya bergerak, menggumamkan kata-kata yang rancu. Seluruh tubuhnya dipenuhi oleh keringat dingin.Dia merasa tersiksa. Seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Dengan tidak adanya asupan makan serta tidur meski hanya semenit membuat penampilannya jadi lebih kurus hanya dalam beberapa hari dia dikurung di ruangan itu. Aruna kecil lagi-lagi mengerang saat merasakan nyeri. Air matanya sampai mengering saking seringnya ia menangis dalam hari-hari awal dia dikurung, dipaksa membangkitkan sihirnya entah bagaimana caranya? Mungkin, kalau tidak ada sihir dari Macario di ruangan itu, Aruna sudah mati. Gadis kecil itu berjengit kaget saat mendengar satu-satunya pintu besi berukuran kecil di ruangan itu terbuka. Pelan-pelan membuka matanya dengan sedikit harapan, Aruna justru menggigil ketakutan saat melihat ekspresi dingi
Read more
24. Penghinaan Yang Dia Rasakan
"Nona Muda, silakan makan kuenya."Aruna mengulurkan tangan dan mengambil satu buah kue dari piring yang disodorkan seorang pelayan kepadanya. Gadis itu memakannya dalam diam, menikmati rasa manis kue itu dengan kesunyian diantara ramainya perbincangan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya dan kedua kakaknya. Mereka berbincang dengan bahagia tapi tidak mengikutsertakan Aruna dalam perbincangan itu. Membuat Aruna justru berusaha keras agar keberadaannya terasa setipis mungkin. Dia bersikap seolah tidak tergabung di sana. Aruna masih merasakan trauma. Apa yang dialaminya beberapa waktu lalu masih sangat membekas dalam dirinya. Aruna sampai merasa tidak nyaman saat tadi dipanggil oleh pelayan ibunya, disuruh untuk menghadiri minum teh bersama keluarga mereka. Aruna hadir karena mengira kakeknya akan hadir juga. Tapi ternyata, di sini hanya ada mereka. Macario sama sekali tidak kelihatan. Membuat Aruna ingin segera cepat-cepat pergi dari sini. Terlebih, saat helaan napas Beroz dan liri
Read more
25. Melindungi
"Ibu! Ayah! Tolong aku!"Aruna menggedor pintu dengan panik. Dia ketakutan setengah mati sampai kakinya gemetar hebat. Lagi dan lagi, Aruna menangis histeris. Aruna memukul-mukul pintu dengan lebih kuat saat suara para tikus di kamarnya itu terdengar lebih ramai. Tak sekali dua kali Aruna berjengit karena tikus-tikus berjalan di kakinya, bahkan beberapa sempat mencoba memanjat tubuh Aruna. Aruna benar-benar tidak tahu tikus sebanyak ini berasal dari mana? Padahal sebelumnya kamarnya baik-baik saja. Kamar Aruna sangat bersih karena selalu dibersihkan oleh para pelayan setiap hari. Bahkan sebelum-sebelumnya, nyamuk pun tidak pernah terlihat berada di kamarnya.Lantas ... darimana semua tikus itu datang?"Kakak!" Aruna memanggil keras saat di luar kamar, dia mendengar suara tawa Genio dan Gielza. Kedua kakaknya masih berada di depan kamarnya, jadi Aruna merasa bisa meminta bantuan mereka. "Tolong aku, kakak! Pintunya tidak mau terbuka dan
Read more
26. Pelatih Sihir Yang Baru
Arxen keluar dari kediaman Evanthe dan kembali ke istana dengan terburu-buru. Setelah orang suruhan Bellanca datang mencarinya ke kediaman Evanthe saat Arxen sedang bersama Aruna, Arxen langsung beranjak setelah meminta maaf pada Aruna dan berjanji akan datang lagi menemuinya. Arxen sebenarnya tidak tega saat melihat wajah Aruna yang terlihat sedih. Tapi lagi-lagi, tujuan utama Arxen adalah untuk menyelamatkan Aruna. Dan informasi yang disuruh ibunya untuk disampaikan padanya adalah informasi yang sangat penting. Bellanca memberi tahu kalau pelatih yang Arxen ingin telah datang ke istana. Bellanca menyuruh Arxen untuk segera kembali dan bertemu dengan sosok yang akan melatihnya itu. Arxen langsung turun dari kereta setelah kendaraan itu berhenti sepenuhnya. Melihat pada para pelayan yang menyambutnya, Arxen bertanya tidak sabaran. "Di mana ibu?" "Yang Mulia Permaisuri sedang berada rumah kaca dengan seorang tamu, Yang Mulia Pangeran." Salah se
Read more
27. Insiden Saat Sarapan
Pagi itu, seperti biasanya keluarga Evanthe menikmati sarapan mereka bersama. Dengan Macario yang duduk di ujung meja, lalu kedua sampingnya diisi oleh anggota keluarga Evanthe yang lain. Sebagai anggota keluarga yang paling muda, Aruna duduk di kursi yang paling jauh dari Macario. Tetap tenang dan memakan makanannya dalam diam. Tidak seperti dulu saat Aruna masih sering merengek untuk duduk di dekat kakeknya atau di dekat ibunya. Di sebelah Aruna ada Gielza, dan di sebelahnya lagi ada Genio. Kedua anak itu seperti saling memberi kode dengan mata mereka. Lalu melihat pada kedua orang tua mereka juga Macario, memastikan kalau orang-orang itu tidak sedang melihat.Setelah memastikan semuanya aman, Gielza melirik lagi pada Aruna. Sudut bibirnya terangkat saat dia memegang bahu Aruna, membuat adiknya itu menoleh padanya. Sebelah tangan Gielza yang lain bergerak secepat kilat kemudian menggeleng saat Aruna melihatnya dengan tatapan bingung. Gielza lalu kembali menikmati supnya. Aruna ju
Read more
28. Hanya Aruna
Satu minggu setelahnya, Arxen kembali berkunjung ke kediaman Evanthe untuk menepati janjinya pada Aruna. Seperti biasa, mereka menerima kunjungan Arxen dengan gembira. Terlebih, Macario yang saat itu juga mengajak Arxen untuk minum teh bersama. "Bagaimana kabar Baginda dan Permaisuri, Yang Mulia? Sudah lama saya tidak ke istana menemui Baginda dan Permaisuri." Macario membuka pembicaraan disela-sela waktu minum teh mereka. "Bisakah Anda menyampaikan salam saya kepada Baginda dan Permaisuri?""Kaisar dan Permaisuri sangat baik. Mereka hanya sedikit sibuk sekarang." Arxen menjawab formal. Meski dia sangat membenci Macario, dia tetap harus menunjukkan kesopanan karena posisi Arxen yang masih belum stabil. "Aku juga pasti akan menyampaikan salam dari Grand Duke.""Terima kasih, Yang Mulia." Macario menyesap tehnya. Matanya memandang Arxen yang sejak tadi terlihat sedikit tidak tenang. Melihat ke sekeliling seolah sedang mencari sesuatu. "Sungguh sebuah kehormatan bagi keluarga ini karena
Read more
29. Peringatan
Hari itu, Arxen pergi ke tempat latihan saat matahari sudah terbit sepenuhnya. Tidak seperti biasanya saat Arxen disuruh latihan subuh, kali ini Arlemus meminta latihannya dimulai saat udara telah hangat karena ada sesuatu yang harus pria itu kerjakan terlebih dahulu. Suasana istana pun sudah ramai dengan para pelayan yang berlalu lalang melaksanakan tugas mereka masing-masing. Arxen berjalan sendiri menyusuri istana tanpa ditemani seorang ksatria atau pelayan. Memang tadi mereka akan menemani, tapi Arxen lagi-lagi menolak karena Bellanca sudah memerintahkan secara khusus agar tidak ada orang selain Arlemus dan Arxen yang memasuki tempat latihan itu. Orang-orang dilarang mendekat, bahkan Bellanca sendiri pun memutuskan untuk tidak akan masuk jika tidak dipanggil oleh sang utusan dewa. Arxen mempercepat langkahnya saat matanya telah melihat tempat latihannya. Arxen ingin buru-buru sampai, khawatir jika ternyata Arlemus sudah menunggunya. Namun hanya beberapa meter lagi sebelum Arxen m
Read more
30. Tamu Yang Tak Terduga
Kala itu, matahari sudah berada pada puncak. Bersinar terik membuat kulit jadi tersengat panas yang dikeluarkannya. Produksi keringat yang dikeluarkan tubuh pun bertambah. Terlebih bagi mereka yang melaksanakan aktivitas di luar ruangan, panas ini terasa cukup mengganggu. "Cukup untuk sekarang." Arlemus memberi perintah setelah berhasil membuat pedang Arxen terlempar dan kalah di duel pedang dengannya. Pria itu melirik Arxen yang mengatur napasnya yang terengah-engah. Dia kembali melanjutkan ucapannya. "Kita akan melanjutkan latihan ini sore nanti." Arxen mengangguk setuju setelah napasnya mulai teratur. Meski seluruh tubuhnya kini terasa sangat sakit dan dia bahkan butuh kekuatan lebih untuk sekedar berdiri, tapi Arxen tetap mengikuti. Dia melihat dan memerhatikan Arlemus yang saat ini tengah mengumpulkan semua senjata yang mereka gunakan selama latihan. Arxen cukup heran dan takjub. Penampilan Arlemus masih terlihat segar dan bersih, berbeda dengan Arxen yang seluruh tubuhnya dit
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status