All Chapters of Kekasih Sewaan CEO Nakal: Chapter 41 - Chapter 50
70 Chapters
ACT 41. Fakta
Sesuatu bergerak-gerak menyentuh kaki Patricia secara berulang-ulang. Ini benar-benar mengganggu tidurnya, Patricia menggeser kakinya kearah lain dan gangguan itu berhenti. Itu memang berhenti tapi hanya beberapa detik saja, kakinya kembali merasakan hal yang sama seperti sebelumnya. Patricia menendang benda yang mengganggu kakinya itu dengan cukup keras sampai akhirnya berhenti mengganggu kakinya. Akhirnya dia bisa kembali melanjutkan tidurku tanpa gangguan lagi. “Ouch!” Patricia terbangun karena sesuatu yang keras mengenai keningnya. Dengan mata yang masih menyipit khas orang bangun tidur, Patricia mencari tahu benda apa yang terjatuh mengenai keningnya itu sampai sedikit benjol. “Akhirnya putri tidur bangun juga. Apa kursimu terlalu nyaman sampai kamu sulit sekali untuk bangun? Aku sudah melakukan banyak cara untuk membuatku bangun, ternyata harus menggunakan sedikit kekerasan dulu baru kamu bisa bangun,” ucap Sean sambil tersenyum licik setelah berhasil mengganggu tidur Patricia.
Read more
ACT 42. Amukan
“Benarkah ini dia? Adikku?” Patricia tidak percaya begitu melihat nama William ada didalam daftar nama yang akan di drop out dari kampus.“Nama William memang umum dan ada beberapa nama mahasiswa yang sama tapi aku sudah mengeceknya tiga kali. Bisa kupastikan itu adalah adikmu. Jika kamu ingin melihat nilai-nilai semesternya, aku bisa menunjukkannya padamu,” Sofia mengambil alih mouse yang di pegang Patricia, lalu mengetikkan sesuatu dengan cepat.“Lihatlah, ini nilai kuliah adikmu. Kamu bisa menilainya sendiri tanpa aku yang harus bicara banyak.” Patricia kembali terfokus menatap layer computer di depannya, memerhatikan satu per satu kata dan angka yang tertera. Sambil sedikit membungkuk, dia melihat nilai-nilai William selama berkuliah. Tidak dia pedulikan Sofia yang sedikit berjengit menjauhinya, Patricia sudah sangat biasa dengan sikapnya ini sedari dulu.“Bagaimana menurutmu? Aku memang tidak mengajar di kelasnya, tapi dia hanya bagus diawal saja, Dilihat dari nilainya yang terus
Read more
ACT 43. Frustasi
Punggung Patricia menabrak dinding dengan begitu keras sampai membuatnya terdiam beberapa saat. William hanya memerhatikan kakaknya dengan cemas, tapi dia tidak berani untuk mendekat. Patricia tertegun karena William ternyata berani untuk melawannya balik meski dia yang sebenarnya bersalah.“Nona, kau tidak apa-apa? Apa ada yang terasa sakit?” David mendekat dan mencoba untuk menenangkan Patricia yang masih terlihat syok.“Tidak apa-apa, tolong menjauh dariku David. Aku tidak ingin kamu terluka juga karena aku.” Patricia menolak bantuan David dan malah menatap William dengan tajam.“Jadi begitu, Will? Kamu sudah berani untuk melawanku sekarang? Kamu tahu siapa yang salah di sini bukan. Ingin menyiksaku sejauh mana, hah?” cecar Patricia. William sama sekali tidak berkutik dan terus bungkam tanpa mengatakan apa pun. Keduanya sama-sama sedang emosi.Patricia berjalan mondar-mandir untuk lebih menenangkan dirinya dari rasa marah yang meluap-luap pada William. Memukulinya bukan sebuah solu
Read more
ACT 44. Boneka Sean
Sean menatap tajam pada Patricia yang sedang tertidur pulas di ranjangnya tanpa memedulikan sekitarnya. Beberapa pelayan tampak sibuk membereskan beberapa bagian rumahnya berjalan kesana kemari.“Tuan, aku sudah mengganti pakaian Nona dengan yang lebih nyaman dan sedang mencucinya. Setelah itu aku akan mencuci pakaian anda,” ujar salah satu pelayan wanita yang terlihat sudah agak tua.“Buang saja pakaianku, itu sangat menjijikan. Aku tidak akan mau memakainya lagi atau kamu bisa mengambilnya. Terserah apa pun yang akan kamu lakukan dengan pakaian kotor itu,” imbuh Sean. Dia masih memakai jubah mandinya, namun dada bidangnya terlihat kemana-mana.“Baik Tuan,” jawab pelayan itu.“Apa ruang tengah sudah dibersihkan? Aku tidak ingin ada bau dan noda muntahan dari wanita itu di rumahku. Pastikan semuanya sudah bersih,” sahut Sean dengan nada perintah.“Semua sudah dibersihkan Tuan, kami jamin tidak ada noda atau pun bau yang tersisa di ruangan ini.” Pelayan yang lain datang dan menghampiri
Read more
ACT 45. Yang tidak diduga
Sean mengerutkan keningnya sambil melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia masih belum puas dengan pakaian yang aku pakai. Dari ekspresinya Patricia yakin seribu persen akan hal itu.“Hmm, menarik. Tapi sepertinya masih ada yang kurang…” ucapnya masih sambil menatap Patricia.“Agh! Sudahlah, suka tidak suka aku tidak mau lagi mencoba semua pakaian di toko ini. Lebih baik kamu pilih satu dan kita pergi dari tempat ini. Kita sudah lebih dari tiga jam mencoba pakaian saja, ingin berapa lama lagi kita berada di tempat ini,” keluh Patricia dengan kesal. Dirinya sudah sangat lelah karena harus mengikuti keinginan Sean.“Mungkin jika dilengkapi dengan beberapa aksesoris seperti anting dan kalung, akan terlihat bagus.”“Ya, benar. Juga sepertinya tas tangan kecil akan menambah daya tarik untuk Nona.” Semua pelayan di butik ini beramai-ramai memberikan saran untuk Patricia. Sementara Patricia memutar bola matanya karena kesal dan dia duduk di sebuah sofa karena kakinya sudah cukup pe
Read more
ACT 46. Sedikit permintaan untuk balas dendam
“Bohong, kamu sama sekali tidak pernah merindukanku. Kamu tidak pernah merindukan kami semua,” ucap Patricia dengan suara pelan. Dia sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi setelah beberapa tahun.“Aku sungguh merindukanmu, kupikir kau dan yang lainnya sedang marah padaku lalu pergi berlibur. Makanya aku membiarkan kalian pergi. Bagaimana kabar kalian semua? Dimana sekarang kalian tinggal? Biarkan aku tahu kabar kalian, terutama Amber,” ujarnya sambil mendekat.“Stop, jangan mendekat lagi! Aku sudah muak dengan semua kebohongan yang kamu ucapkan. Anggap saja kita tidak pernah saling kenal. Aku bahkan sudah tidak sudi mengakuimu lagi,” balas Patricia dengan menahan marahnya.“Patricia, ada apa? Apa ada sesuatu antara kau dengan dia?” Sean datang mendekat dan berdiri di samping Patricia. Dia sedikit menarik Patricia kebelakang karena tepat di bawah kaki Patricia ada pecahan beling dari gelas yang terjatuh.“Tidak ada, aku sama sekali tidak mengenalnya. Maaf Tuan, anda se
Read more
ACT 47. Luapan emosi
“Akhirnya aku bisa makan dengan benar. Jujur saja, makan kue atau cemilan yang porsinya tidak seberapa itu sama sekali tidak membuatku kenyang. Kamu yang bayar semuanya bukan?” tanya Patricia begitu tahu Sean membawanya ke sebuah restoran.“Memangnya kau sanggup membayar satu jenis makanan di sini? Mungkin kau hanya sanggup membayar minuman saja,” celoteh Sean.“Hei, aku tidak membawa uang banyak saat kamu memaksaku ikut denganmu. Pokoknya kamu yang membayar semuanya karena kamu yang mengajak dan memaksaku untuk ikut!” balas Patricia. Dia sudah mengganti sepatu heels dengan sepatu converse miliknya, jadi bisa berjalan lebih nyaman dan leluasa. Namun, pakaiannya masih tetap dress yang berwarna biru karena Sean tidak mengizinkannya ganti pakaian.“Sudahlah masuk saja, kau terlalu banyak bicara.” Sean berjalan lebih dulu. Setelah masuk, mereka diantar oleh waiters menuju ruangan VIP. Patricia sibuk melihat-lihat interior restoran ini yang lebih terkesan elegan dan minimalis daripada mewa
Read more
ACT 48. Kontrak balas dendam
“Sean, maafkan aku. Sepertinya kita tidak bisa membicarakan kerja sama bisnis kita sekarang, aku tidak sudah tidak ingin membicarakannya lagi. Situasinya sekarang seperti ini…” keluh Darren. “Kita sudahi saja pertemuan hari ini, aku akan meminta asistenku untuk mengatur ulang jadwal pertemuan kita.”“Bukan tentang bisnis, ini tentang Patricia,” sahut Sean.“Oh, apa dia pernah menceritakan masalah keluarga padamu? Itu tidak seperti yang dia ceritakan, sama sekali tidak benar. Aku bukan seorang yang seperti itu,” bantah Darren. Dia mencoba meyakinkan Sean dengan menceritakan versi dirinya.“Aku tidak peduli dan tidak mau tahu masalah keluarga kalian. Melihat kalian saja aku sudah tahu.”“Memangnya kamu tahu apa tentang kami? Jangan bicara seolah kamu tahu segalanya Sean, itu sangat tidak baik untuk citra dirimu,” tutur Rachel yang mencoba membela kekasihnya.“Sepertinya kau sudah ikut campur terlalu jauh Rachel. Tak perlu memikirkan citra diriku, pikirkan saja dirimu sendiri seperti apa
Read more
ACT 49. Warning
“Sean sialan! Bagaimana bisa dia meninggalkanku sendirian di hotel, sedangkan pihak hotel menahanku sendiri di sini,” gerutu Patricia sambil berjalan bolak-balik di lobi hotel menunggu orang suruhan Sean datang menjemputnya. Sean dengan sengaja meninggalkan Patricia di hotel dengan belum membayar fasilitas menginap dan makan selama dua hari. Uang yang Patricia gunakan untuk membayar juga kurang sedikit sehingga dia kebingungan harus mencari siapa untuk menolong dirinya sendiri. Patricia terus menelepon Sean tapi sama sekali tidak diangkat, malah sekarang Sean tampak mematikan teleponnya. “Apa anda sudah bisa menghubungi kerabat anda, Nona?” tanya seorang resepsionis pada Patricia. Tatapan sejak tadi tidak pernah lepas menatap dirinya, seolah takut Patricia tiba-tiba kabur tanpa membayar. “Sebentar, aku masih mencoba menghubunginya. Tenang saja, aku tidak akan pergi tanpa membayar dulu,” imbuh Patricia. Dia merasa sangat malu karena tatapan mereka yang seperti ‘jika tidak punya uang
Read more
ACT 50. Kenakalan kecil sang Boss
“Sean sialan! Bagaimana bisa dia meninggalkanku sendirian di hotel, sedangkan pihak hotel menahanku sendiri di sini,” gerutu Patricia sambil berjalan bolak-balik di lobi hotel menunggu orang suruhan Sean datang menjemputnya. Sean dengan sengaja meninggalkan Patricia di hotel dengan belum membayar fasilitas menginap dan makan selama dua hari. Uang yang Patricia gunakan untuk membayar juga kurang sedikit sehingga dia kebingungan harus mencari siapa untuk menolong dirinya sendiri. Patricia terus menelepon Sean tapi sama sekali tidak diangkat, malah sekarang Sean tampak mematikan teleponnya. “Apa anda sudah bisa menghubungi kerabat anda, Nona?” tanya seorang resepsionis pada Patricia. Tatapan sejak tadi tidak pernah lepas menatap dirinya, seolah takut Patricia tiba-tiba kabur tanpa membayar. “Sebentar, aku masih mencoba menghubunginya. Tenang saja, aku tidak akan pergi tanpa membayar dulu,” imbuh Patricia. Dia merasa sangat malu karena tatapan mereka yang seperti ‘jika tidak punya uang
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status