Semua Bab Dinikahi Profesor Galak: Bab 21 - Bab 30
155 Bab
21. Zein Sakit Hati
Sontak saja Zein dan Intan tersedak saat mendengar ucapan Rani. Bahkan air yang Intan minum sampai keluar dari hidung saking kagetnya. "Lho, Intan. Kamu kenapa?" tanya Rani. Ia pun terkejut melihat reaksi Intan sampai seperti itu. Uhuk! Uhuk! Uhuk! Intan belum bisa menjawab pertanyaan Rani karena ia tersedak cukup parah. Rani mengambilkan tisu untuk Intan dan Intan pun menerimanya. Lalu mengelap mulut dan hidungnya yang basah itu. "Ya ampun ... sampai segitunya. Maaf ya Mamah bicaranya di momen yang gak tepat," ucap Rani. Ia merasa bersalah karena bicara saat Intan sedang minum. Wajah Intan sampai merah padam karena tersedak tadi. Ia pu
Baca selengkapnya
22. Playing Victim
Intan ternganga melihat sikap Zein seperti itu. Rasanya ia ingin melempar Zein dengan tasnya. Namun ia berusaha menahan diri karena masih sadar bahwa Zein adalah konsulennya. "Oh, jadi dia mau pura-pura gak kenal sama aku. Oke, lo jual gue beli!" gumam Intan pelan. Ia pun akan bersikap sama seperti Zein, pura-pura tidak kenal. Intan masuk ke arah ruangannya. Kebetulan mereka harus naik lift yang sama untuk bisa naik ke ruangan mereka. Akhirnya Intan pun menunggu lift di sebelah Zein dan yang lainnya. Namun ia bersikap tidak kalah dingin dari Zein. Intan seolah tidak melihat Zein dan pura-pura tak kenal padanya. 'Lho, kenapa dia malah ikutan nyuekin aku? Harusnya dia minta maaf atau baikin aku karena kemarin sudah sembarangan bicara, dong!' batin Zein
Baca selengkapnya
23. Hukuman Zein
"Sore, Prof," sapa Intan seperti biasa saat memasuki mobil Zein. Kemudian ia langsung mengenakan seatbelt karena tidak ingin ada drama dipasangkan seatbelt oleh Zein lagi. "Sore," sahut Zein. Kemudian ia melajukan kendaraannya. Saat sedang berada di jalan, mereka hanya terdiam. Zein masih kesal karena tadi Intan bersikap dingin padanya dan malah akrab dengan Bian. Sementara kekesalan Intan terhadap Zein memang sudah menggunung. "Ini hari terakhir kamu kerja. Saya harap mulai besok kamu bisa istirahat di rumah. Jangan sampai ada drama sakit di hari pernikahan nanti," celetuk Zein. Ia tidak tahan jika hanya berdiam seperti itu. Intan ternganga. "Drama?" tanyanya sambil mengerutkan kening. "
Baca selengkapnya
24. Tidak Terima
Zein yang sudah terlanjur ge'er itu berbelok ke arah Intan berada. Ia ingin pura-pura lewat sana agar disapa oleh Intan. Zein pun berjalan dengan penuh percaya diri dan keinginannya terkabul, saat ia melintasi Intan mereka semua yang ada di sana menyapa Zein. “Eh, ada Prof!” bisik salah seorang dokter. "Pagi, Prof," ucap Intan dan yang lainnya. Setelah itu Intan langsung memalingkan wajah karena ia malu mengingat kejadian kemarin sore di mobil. "Pagi," sahut Zein, pura-pura cool sambil berlalu. Namun ia tidak puas hanya seperti itu. Ia berharap Intan menghampirinya dan basa-basi padanya. 
Baca selengkapnya
25. Akhirnya Sah
Zein tercekat mendengar pertanyaan seperti itu dari Intan. Saat ini lidahnya kelu, antara hati dan otak bertentangan. Ia bingung ingin mengaku, tetapi sangat gengsi. Alhasil Zein malah marah. "Berani sekali kamu bicara seperti itu pada saya? Apa karena sekarang saya sudah bukan konsulen kamu lalu kamu tidak sopan seperti itu?" tanya Zein, kesal. "Yang pasti karena saya sudah lelah menghadapi sikap Prof yang sangat aneh itu," skak Intan lagi. "Oh, sekarang sifat asli kamu ketahuan, ya. Kemarin kamu berusaha keras untuk bersikap sopan di hadapan saya. Tapi setelah mendapatkan nilai, kamu bisa bicara seenaknya seperti itu." Zein masih mencari kesalahan Intan meski itu tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang mereka bicarakan saat ini. "Terserah Prof
Baca selengkapnya
26. Pergi Bulan Madu
"Sudah cukup, Mas," ucap photografer saat Zein lupa melepaskan kecupannya.   Seketika Zein pun langsung mundur. Ia malu karena sempat lupa diri.   "Sabar ya, Mas, masih siang. Hehehe," ledek photografer sambil tersenyum melihat tingkah Zein.   Intan mengulum senyuman. Ia senang karena Zein dipermalukan di depan umum. Ia lupa bahwa ada hal besar yang harus ia hadapi setelah ini. Namun ia pun canggung karena Zein baru saja mengecup bibirnya lagi.   "Oke, selesai. Sekarang waktunya jamuan makan," ucap MC. Kemudian ia melakukan penutupan acara.   Ehem!  
Baca selengkapnya
27. Candle Light Dinner
Ucapan Zein barusan membuat mereka berdua canggung. Sehingga sepanjang perjalanan hanya ada keheningan.Beberapa saat kemudian mereka sudah tiba di hotel tempat mereka akan menginap. Hotel yang masih terletak di ibukota itu berada di tepi pantai dan mereka mendapat kamar tipe bungalow yang langsung menghadap ke pantai.Zein langsung melakukan check in menggunakan voucher yang ia miliki."Oh, ini yang paket bulan madu, ya?" tanya receptionis.Intan langsung malu mendengarnya."Iya," jawab Zein, singkat. Ia tidak merasakan hal yang sama dengan Intan. Alih-alih malu, Zein justru bangga atas hal itu.“Baik, mohon tunggu sebentar!” ucap receptionis.Setelah selesai check in, mereka diantar oleh seorang bell boy menuju kamar.Jika pasangan lain akan berjalan dengan mesra, minimal gandengan tangan. Lain halnya dengan pasangan yang satu ini. Mereka berjalan masing-masing, seolah tidak saling kenal.Mereka berjalan melewati beberapa bungalow yang ada di tepi pantai tersebut. Angin sore itu beg
Baca selengkapnya
28. Malam Pertama
Intan terkesiap saat mendengar jawaban suaminya itu. "Hah, lingerie?" tanyanya, gugup. "Iya, saya tidak mau bersusah payah melepaskan pakaian kamu. Jadi lebih baik kamu pakai itu!" sahut Zein, santai. Padahal intinya Zein ingin melihat bagaimana seksinya Intan mengenakan pakaian tersebut. "Tapi, Prof. Saya tidak pernah memakai benda ini. Lagi pula ini sangat memalukan," keluh Intan. Ia merasa Zein sangat keterlaluan karena sudah menyuruhnya menggunakan pakaian yang seperti jaring ikan tersebut. "Oke kalau kamu tidak mau pakai itu. Kamu bisa pakai bath robe supaya lebih mudah. Atau bila perlu sekalian saja kamu tidak usah menggunakan pakaian," ucap Zein sambil berlalu masuk ke kamar mereka. Ia tak ingin mendengar bantahan Intan lagi. Intan memicingkan matanya ke arah Zein. Ia semakin kesal karena sikap arogan suaminya itu. "Seandainya dia bukan suami aku, pasti aku sudah lempar paper bag ini ke wajahnya. Dasar mesum!" gumam Intan sambil menggeretakkan giginya. "Lebih baik kamu cep
Baca selengkapnya
29. Kamu Pintar
Intan bingung harus kesal atau senang. Satu sisi sikap Zein terlihat begitu manis. Namun di sisi lain ucapannya masih saja menyebalkan."Terima kasih," ucap Intan dengan suara parau. Sebenarnya ia sangat canggung melihat Zein hanya menggunakan handuk seperti itu. Apalagi di tubuhnya masih ada bulir-bulir air yang belum kering. Membuat tubuh pria itu terlihat begitu seksi.Setelah itu Intan berusaha mengambil mangkuk bubur yang ada di mejanya dengan tangan yang masih gemetar.Zein pun menepis tangan itu, kemudian ia mengambil mangkuk yang ada di meja lalu menyuapi Intan. "Udah gak usah sok kuat!" ucap Zein, sambil menyodorkan satu sendok bubur ke mulut Intan.Intan tidak langsung menyuapnya, ia menatap Zein lebih dulu. Seraya bertanya-tanya mengapa pagi ini pria itu begitu baik padanya."Sudah jangan berpikir macam-macam! Saya hanya bertanggung jawab karena kamu seperti ini akibat ulah saya," ucap Zein. Ia tahu apa yang ada di pikiran Intan.Akhirnya Intan yang sudah merasa lapar pun m
Baca selengkapnya
30. Merusak Suasana
"Sini!" ucap Zein, mengarahkan Intan berdiri di bawah shower. Kemudian ia menyalakan air showernya. "Aww, dingin, Prof," keluh Intan. Ia merasa kedinginan saat air shower menyentuh tubuhnya. Zein pun memeluk Intan yang sedang menghadap ke arahnya. Kemudian mengatur suhu air shower tersebut sambil merasakan dengan tubuhnya yang menempel pada tubuh Intan itu. "Cukup?" tanya Zein. Intan pun mengangguk, kikuk. Sebenarnya saat ini Intan sedang bingung. Mengapa sikap Zein begitu baik padanya. Setiap kali baru selesai bercinta, Zein pasti menunjukkan perhatiannya pada Intan. Meski secara tidak langsung. Seperti membersihkan sisa cairannya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
16
DMCA.com Protection Status