Semua Bab Mommy untuk Daddy: Bab 21 - Bab 30
145 Bab
Bab 21
Plak!Sekali lagi tamparan keras mendarat di pipi Bram."Kau masih ingin menyangkal, huh?""T–Tuan, mereka hanya orang miskin. Bukankah seharusnya Anda berada di pihak saya? Kita sama-sama dari kelas atas. Sementara mereka bukan siapa-siapa!"Rupanya Bram masih tidak peka. Dia berpikir Dareen hanya sedang mencoba membela kebenaran semata.Dug!Kali ini tinju Dareen yang bersarang di perut Bram."Ternyata bukan hanya hati nuranimu yang mati, tapi otakmu pun tak bekerja dengan baik."Dareen mencengkeram dagu Bram dan memutar kepala lelaki itu menghadap Silla. "Lihat baik-baik gadis kecil itu! Apa dia terlihat seperti orang miskin di matamu?"Bukan hanya sepasang mata penuh ketakutan milik Bram yang mengarah pada Silla, tetapi semua tatapan kini tertuju pada satu titik yang sama."Ya ampun, itu kan gaun edisi terbatas dari butik Princess Aurora!" seru seorang ibu, yang juga mendaftarkan anak perempuan ke sekolah itu."Ah, iya. Benar. Aku pernah menginginkan gaun itu untuk putriku," timpa
Baca selengkapnya
Bab 22
"Ayo, Sayang! Kita cari sekolah lain," kata Dareen seraya menggendong Silla.Arisha mengekor di belakang."Tuan!""Tuan Hart!"Bram dan Kepala Sekolah berlari mengejar Dareen.Sang Kepala Sekolah mengutuk diri, bagaimana bisa dia tidak mengetahui bahwa Dareen Hart-lah sosok donatur misterius yang selama ini penyokong dana utama untuk kemajuan sekolah tersebut.Mobil Dareen melaju, meninggalkan gerbang sekolah."Aah, mati aku! Bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan semua ini kepala pemilik yayasan?" Sang Kepala Sekolah terlihat panik.Terbersit rasa kesal dalam hatinya terhadap keluarga Bram. Kejadian buruk ini berawal dari putri kecil Bram yang manja. Sayang, dia tak bisa mengungkapkan semua kekesalan tersebut kepada sang pemantik masalah.Di dalam mobilnya, Dareen sibuk menggulir tablet. Mencari referensi sekolah unggulan."Langsung pulang, Tuan?" tanya sopir perusahaan yang mengantar Dareen.Sejenak Dareen menjeda kegiatannya. "Tidak. Putar haluan ke TK unggulan lainnya," sahut
Baca selengkapnya
Bab 23
"Woaaah! Lihat! Itu Tuan Hart! OMG! Dia benar-benar datang ke sekolah kita!" "Mana? Mana? Aku juga mau lihat!" Beberapa guru perempuan yang masih berusia kepala dua berlomba-lomba mengintip dari balik jendela kaca. Mereka kasak-kusuk memuji ketampanan Dareen dengan binar mata penuh kekaguman dan mendamba. Kepala Sekolah keluar dari ruangannya. Melihat guru binaannya berkerumun di balik jendela, dia mendeham, "Ehem! Ehem!" Tak satu pun dari mereka yang menggubris teguran darinya. Wanita berusia nyaris setengah abad tersebut mendekat. Ia menarik pundak salah satu dari gadis itu. "Aish! Apaan sih! Ganggu aja! Aku masih betah nih!" omel gadis tersebut tanpa menoleh, seraya menyingkirkan tangan sang Kepala Sekolah dari pundaknya. Ia mengira salah satu temannya yang mengusilinya. Hal tersebut tentu saja membuat wanita paruh baya itu naik pitam. "Bubar! Kembali ke meja kalian!" Hardikan yang diteriakkan dalam jarak dekat tersebut membuat kumpulan para wanita muda itu terperanjat dan
Baca selengkapnya
Bab 24
"Selesai!" Arisha menepuk pelan pundak Silla setelah menyampirkan tas punggung gadis itu.Perlahan dia memutar badan Silla agar berhadapan dengannya. Sambil membungkuk, ia tersenyum hangat, "Princess cantik, hari ini mulai bersekolah. Semangat!""Hm!" Silla mengangguk mantap."Hati-hati membuka tempat makannya ya! Kalau Silla kesulitan, Silla boleh minta tolong sama Bu Guru.""Silla pasti bisa. Kak Sha udah ajarin Silla.""Kalau begitu, ayo berangkat!" Arisha membimbing tangan Silla."Tunggu!" cegah Dareen, yang sedari tadi menonton diam-diam interaksi Arisha dan Silla di ruang makan tersebut.Perlahan Dareen mendekati keduanya. Sesaat ia memindai penampilan Silla, kemudian beralih kepada Arisha."Daddy, Kak Sha pagi ini masak enak sekali! Silla juga bawa ke sekolah," lapor gadis kecil itu, tersenyum semringah seraya berlari menyongsong sang daddy.Dareen berjongkok dan merentangkan kedua tangannya untuk menyambut Silla. Kemudian, ia mendaratkan kecupan sayang di kening sang keponakan
Baca selengkapnya
Bab 25
"Arisha, tunggu! Aku mau bicara!"Tersadar dari bengongnya, Hanna menyesali keputusannya untuk melepaskan Arisha kali ini. Bergegas ia memburu Arisha dan menyambar lengannya.Arisha menghentikan langkah. Sejenak ia mengembuskan napas kasar. "Saya tidak mengenal Arisha yang Anda maksud, Nona! Tolong lepaskan tangan saya dan biarkan saya pergi! Anda menakuti putri saya."Terpaksa Arisha menahan dongkol dan bersikap biasa saja demi sebuah sandiwara yang sempurna. Dia tidak mau kembali bersama Hanna, apalagi dia tahu persis niat busuk wanita itu."Aku yakin kamu adalah Arisha, temanku. Aku tidak mungkin salah mengenali orang!" Hanna masih teguh pada pendiriannya.Senyum terpaksa terbit di wajah Arisha. "Sebaliknya, saya yang merasa tidak mengenali Anda.""Mommy, ayo pulang!" rengek Silla, menyadarkan Hanna akan kehadiran orang ketiga di antara mereka.Hanna membandingkan wajah gadis kecil itu dengan Arisha.Beruntung Tuhan mengirim Arisha kepada keluarga yang tepat.Hidung dan mata Silla
Baca selengkapnya
Bab 26
"Di pojok sana aja!" Hanna menunjuk pojok kanan kafe yang tampak sepi. "Terserah kau saja," sahut Alfian, mengekori Hanna menuju meja yang dipilihnya. Setelah menarikkan kursi untuk Hanna dan gadis itu telah menempati posisinya, Alfian ikut duduk, saling berhadapan. "Pesan saja! Aku yang traktir," kata Alfian seraya menggerakkan tangan sebagai tanda mempersilakan Hanna untuk membuka daftar menu. "Oke. Siapa takut? Sudah sepantasnya kamu mentraktirku. Anggap saja sebagai kompensasi karena kamu telah menyakiti teman baikku." Hanna meraih kartu menu yang ada di atas meja dan membukanya. "Mbak!" Hanna mengangkat tangan, memanggil pelayan kafe. "Mau pesan apa, Mbak? Mas?" tanya sang gadis pelayan begitu tiba. "Aku … menu rekomendasi hari ini saja dan secangkir espresso," kata Hanna, menaruh kembali kartu menu ke atas meja. "Masnya?" ulang sang pelayan, menoleh pada Alfian. "Makanannya samakan saja. Minumannya Mocca Latte." "Baik, Mbak, Mas. Pesanan Anda akan segera tiba." Setelah
Baca selengkapnya
Bab 27
Grab! Hanna mencekal lengan Alfian saat lelaki itu bersiap hendak membuka pintu mobil. Hanna menggeleng seraya berujar, "Jangan turun! Kita awasi aja dari sini." Alfian pun membatalkan niatnya untuk membuka pintu. Ia melingkarkan lengan pada roda kemudi. Tatapannya lurus ke pintu gerbang sekolah. "Kau yakin Arisha bakal ke sini?" "Yakin. Hari itu aku berhasil membuntutinya. Putrinya bersekolah di sini." "Apa? Putri?" "Ck! Kamu gimana sih? Kan aku udah cerita." "Sorry. Lupa." Tiba-tiba Hanna menepuk-nepuk lengan Alfian. "Itu di sana. Lihat!" "Mana? Cuma ada mobil doang." "Ish! Telmi! Tunggu sebentar lagi! Arisha pasti nongol." Seperti perkiraan Hanna, tidak lama kemudian Arisha keluar dari mobil. Ia membimbing Silla, yang hari itu mengenakan gaun biru, menuju gerbang sekolah. "Eh, jangan!" Sekali lagi Hanna mencegah Alfian agar tak turun dari mobil. "Aku mau ketemu Arisha, Hanna! Jangan mencegahku!" "Bodoh! Kalau kamu muncul sekarang, dia akan kabur lagi." Alfian terdia
Baca selengkapnya
Bab 28
"Ayo, Sayang! Kasihan Mang Usep nunggu lama." Arisha mengulurkan sebelah tangan pada Silla. Gadis itu baru saja selesai memasang sepatu. Walau dia yang bertanggung jawab mengurus segala keperluan Silla, Arisha tak melakukan semuanya sendiri. Dia lebih memilih untuk membiarkan Silla belajar mandiri. "Aku yang akan mengantar kalian," celetuk Dareen, muncul dari belakang Arisha dan Silla. Arisha mengernyit heran. Biasanya Dareen berangkat lebih pagi untuk menghindari kemacetan. "Jangan terlalu banyak berpikir!" komentar Dareen, dengan wajah datar. "Cepat masuk ke mobil." Arisha masih terpaku tak percaya, menatap punggung Dareen yang telah berlalu bersama Silla. Bahkan, saat tangan Dareen telah bersiap hendak membuka pintu mobil bagian depan, langkah Arisha tercacak di teras rumah. Dareen mendengkus jengkel. "Kamu tidak ikut?" "Huh?" Arisha tersentak. "Ah, i–iya." Mendugas Arisha menyusul masuk ke mobil, di mana Silla telah duduk manis sambil bersenandung kecil. "Udah baca doa, S
Baca selengkapnya
Bab 29
"Hei, bukan dua, tapi empat!" protes wanita berambut pendek. "Kau ingin memenggal kepala kami? Sungguh tidak setia kawan sekali kau ini." Sepertinya wanita berwajah bulat itu adalah yang paling cerewet di antara mereka bertiga. "Jangan dengarkan kata-kata nenek bawel ini, Nona! Ayo gabung kemari!" ulang wanita pertama, memanggil Arisha. Merasa tak enak hati menolak permintaan orang yang lebih tua, Arisha memutar arah. Berjalan mendatangi gazebo yang dihuni tiga wanita berlabel nenek-nenek tersebut. "Selamat pagi, Ibu-Ibu!" sapa Arisha seraya melempar senyum ramah dan membungkuk hormat. "Astaga! Tidak perlu bersikap formal begitu. Mari duduk sini!" Wanita pertama yang mengenakan hijab sorong itu entah kenapa sangat tertarik dengan Arisha. Pertama kali melihat gadis itu melintas, ia seperti menemukan sesuatu yang telah lama hilang dari hidupnya. "Ah, baiklah. Terima kasih." Arisha melepas sandal, kemudian mengenyakkan pantat di tempat yang ditepuk wanita berhijab. "Kau cantik se
Baca selengkapnya
Bab 30
Perih!Sekali lagi rasa itu menikam hati Arisha.Sepertinya semesta masih betah menyuguhkan asamnya kehidupan, di mana pun ia berada. Bahkan, lewat lidah seseorang yang baru saja dikenalnya.Arisha memaksakan bibirnya mengukir senyuman. "Terima kasih atas nasihatnya, Bu."Si bawel mengerling sinis. "Memang sudah seharusnya kau berterima kasih padaku. Itu semua demi kebaikanmu. Kecantikanmu tidak akan bertahan lama kalau kau tak merawatnya."Arisha mengangguk, masih dengan senyum canggungnya yang berbalut lara. "Iya, Bu. Akan saya pikirkan.""Eeeh, jangan cuma dipikirkan, tapi laksanakan!""Iya, Bu." Arisha malas berdebat.Wanita berhijab geleng-geleng kepala. "Arisha, jangan masukkan ke hati apa yang diucapkan Nyonya Yati."Sekali lagi Arisha mengangguk. Di saat bersamaan ponselnya berbunyi."Maaf, Ibu-Ibu. Saya permisi sebentar." Arisha memanfaatkan momen tersebut untuk pergi menjauh dari si bawel. Untuk apa bertahan pada lingkungan toksik yang menghadirkan penderitaan batin.Setiap
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status