All Chapters of SUAMI DADAKANKU SAHABAT AYAHKU: Chapter 21 - Chapter 30
72 Chapters
Sosok Raga Tanpa Jiwa
Aku tidak tahu, hal besar apa yang akan Tuhan siapkan sehingga mengujiku begitu hebat. 'Jenala Lovina'***Jenala pikir, inilah akhirnya. Inilah akhir dari dunianya. Namun, semuanya musnah ketika melihat bayangan ketiga orang tersayangnya, mereka menatapnya dengan derai air mata. Seolah-olah jika Jenala melompat, mereka akan semakin tersiksa. Jenala terpaku, dia melihat ke arah bawah. Ruangan yang dia tempat berada di lantai lima, jika dirinya memutuskan untuk melompat, dia akan berkumpul lagi dengan keluarganya. Kejadiannya begitu cepat, Jenala tersentak kuat ketika tubuhnya ditarik dari belakang. “APA YANG KAMU LAKUKAN!” Nera berteriak murka, tubuhnya yang ringkih itu bergetar hebat. Dia menatap kecewa pada Jenala. Niat hatinya ingin melihat keadaan sang cucu, tapi apa yang dia dapatkan. Nera tak bisa membayangkan jika dia tak masuk. Mungkin dia akan kembali merasakan kesedihan yang jauh lebih dahsyat. “Jena, mengapa sayang? Hiks….” Tubuh Jenala memaku, dia terlihat shock den
Read more
Runtuhnya Dunia Abimana.
"Papa… jangan tinggalin Sela, Aunty Mila juga." Abimana mengangguk, sejak dia tiba di Amsterdam pukul satu dini hari tadi. Abimana sama sekali tak beranjak dari sisi Sera. Gadis kecil itu memang sangat manja jika sedang sakit. "Sekarang Sera tidur okay, Papa akan selalu di sisi Sera." Sera mengangguk, dia memejamkan mata perlahan. Setelah beberapa menit lamanya, Sera pun tertidur pulas. "Kamu istirahat saja, Sera juga sudah tidur, dan maaf sudah merepotkan." Miranda tersenyum manis, membuat siapapun yang melihatnya pasti akan terpukau. "Tidak apa-apa kak, lagipula aku sangat senang karena Sera membutuhkanku." Abimana hanya mengangguk sebagai respon, setelahnya pria itu mengecup kening Sera. Abimana berbaring di sisi sang putri. Jujur saja, kepalanya begitu sakit sekarang, apalagi dia kurang tidur akibat perjalanan jauh. Bahkan barang-barang serta ponselnya dia tinggalkan di lantai bawah. Saking khawatirnya dengan keadaan Sera. "Kak Vier, boleh aku ikut berbaring di sisi Sera
Read more
Mencarimu & Sebuah Restu
Tidak pernah dalam hidupnya Abimana merasakan nestapa yang mampu meruntuhkan hidupnya.Namun, kali ini Abimana bisa merasakan apa itu kehancuran yang sesungguhnya. ‘Alpha, JIhan da Juwita memang sudah meninggal. Sedangkan Jenala belum ditemukan.’Kalimat yang Nera ucapkan bagai bumerang untuknya. Abimana tertunduk, dia menatap gundukan tanah di hadapannya dengan tatapan kosong. Pria itu tak menangis, tapi pancaran pada netra hazelnya membuat siapapun tahu jika dia sedang hancur.Abimana boleh denial akan semuanya, tapi fakta di hadapannya mampu membuat dunianya luluh lantah tak tersisa.Abimana meremas kuat bagian dadanya yang terasa nyeri luar biasa, seolah-olah ada panah beracun yang menancap. “Ya Tuhan…” Rintihan pilu dari Marlo menyadarkan Abimana dari dunianya. “Alpha, kamu curang, kamu bahkan meninggalkan kita tanpa pamit.” Marlo terisak hebat, pria dewasa itu tak mampu menampung kesedihannya. Abimana memejamkan mata, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sakit s
Read more
Menemukanmu Kembali
"Kamu tetap tidak menyerah?" Abimana menatap Marlo tajam. "Memangnya kamu mau aku menyerah?!" Marlo tersenyum datar. "Tentu tidak, Jena harus ditemukan. Bagaimanapun caranya," ucapnya memelan pada akhir kalimatnya. "Tidak terasa, ya. Hampir dua tahun lamanya kita tanpa Alpha." Lanjut Marlo serak. Ya, sudah hampir dua tahun Abimana berusaha mencari keberadaan Jenala. Dan dia sama sekali tak lelah maupun menyerah. Dimitri, kakek Abimana sendiri ikut melakukan pencarian, dia tak tega melihat keadaan Abimana yang tampak selalu murung.“Pasti, aku akan mengupayakan segala cara agar dia ditemukan.” Abimana memandang lurus ke depan. Pria berusia empat puluh satu tahun itu semakin terlihat menawan, tapi tidak dengan sorot matanya yang selalu menyendu.“Omong-omong bagaimana tentang pemotretan di Lombok? Kamu benar-benar setuju untuk ke sana?” Marlo mengalihkan pembicaraan, sekaligus memecahkan suasana haru di antara mereka. “Ya, aku akan terbang ke Lombok minggu depan.” Marlo sebenarnya
Read more
25
"JENALA! TUNGGU!" Jenala berlari menuju pantai paling ujung, suasana mencekam dan gelapnya malam tak menghentikan langkahnya. Setelah dua tahun lamanya, mengapa bisa Abimana menemukannya.Jenala terengah, rasanya dia sudah terlalu jauh berlari. Nafasnya memburu dengan jantung bertalu-talu. Grep!"Akh!" Jenala tersentak ketika Abimana menangkap tubuhnya, pria itu mendekap Jenala dari belakang. “Kelinci kecil yang nakal.” Abimana berucap serak, pria itu mendekap Jenala erat, takut-takut jika perempuan itu kembali menghilang dari sisinya. "Lepaskan!" Jenala terus memberontak, sementara Abimana semakin mengeratkan pelukannya. "Saya menemukanmu, saya benar-benar menemukanmu!" Jenala tergugu, apalagi ketika mendengar nada serak Abimana yang sepertinya akan menangis. Tidak mungkin, pasti ini hanya trik Abimana. Pria ini begitu licik dan begitu munafik, dia bersama perempuan lain disaat Jenala sedang membutuhkannya dulu. "Saya katakan sekali lagi, lepaskan. Atau saya akan memanggil war
Read more
26
Abimana tak main-main. Sepulangnya dari Lombok. Dia langsung membawa Jenala ke Amsterdam. Sontak saja keluarga besar Abimana dilanda rasa keterkejutan yang luar biasa. Jenala juga sempat ke rumah keluarga dari pihak mama dan papanya untuk meminta restu. Salahkan saja Abimana yang tak sabaran. Bahkan keluarga Jenala masih terlihat shock kala Jenala dan Abimana sudah pergi meninggalkan kediaman mereka. "Om, ingat ya. Saya setuju saja, tapi jangan mengadakan pesta mewah. Yang sederhana saja cukup." "Baju kamu terlihat terbuka bagian punggungnya. Ck, ini yang desain siapa?""Om!" Abimana terkekeh, dia menatap Jenala dengan senyum tertahan. "Apa sebegitu tidak sabarnya kamu ingin menikah dengan saya?" Jenala menghela nafas berat, bukannya menjawab pertanyaannya, Abimana justru kembali menggodanya. "Sudahlah, jawab dulu pertanyaan saya di awal."Abimana menghadap ke arah Jenala. "Iya, saya janji jika pestanya tidak akan membuat kamu pegal. Sesuai request dari kamu oke?" Jenala mengang
Read more
27
Jenala sampai di kediaman orang tua Abimana. Perempuan itu melirik ke arah Abimana yang sejak tadi menatap ke arahnya."Om-eum… jangan melihat terus. Malu tau!"Abimana terkekeh serak, dia sangat menikmati wajah memerah yang Jenala tampakkan. Tangannya terulur menuju perut Jenala, lalu mengusapnya lembut. "Om!""Apa? Saya hanya menyapa anak kita.""Om! Siapa yang hamil!" Jenala menepuk tangan Abimana. "Kamu dong, kan kita sudah-" "Jangan diingat! Dasar mesum!" Abimana terbahak, dia mengacak rambut Jenala lembut. "Panggilannya masih tetap, Om? Tidak mau diganti menjadi suamiku atau sayang, mungkin?" Wajah Jenala memerah, perempuan itu terlihat gugup. "Ti-tidak, saya sudah nyaman.""Kalau kata 'saya' di ubah menjadi 'aku' bagaimana?"Jenala menatap Abimana lekat. Sebelum mengiyakan. "Boleh, terserah Om saja." Sesudah itu, mereka melangkah menuju pintu utama. Dan menemukan eksistensi Sera yang sedang menonton televisi."Papa!" Sera berlari menuju Abimana, dan memeluk pria itu erat.
Read more
28
Menjadi seorang istri sekaligus Ibu, di usianya yang menginjak dua puluh tujuh tahun. Tentu bukan hal yang mudah bagi Jenala. Walau statusnya adalah pengantin baru, tak ayal membuatnya berleha-leha. Bulan madu? Apa itu? Karena Jenala maupun Abimana sudah disibukkan oleh segudang pekerjaan yang ada. Sebenarnya Abimana menawarkan untuk pergi ke salah satu destinasi wisata di indonesia bagian timur. Tapi Jenala menolak, entahlah. Bagi Jenala ini bukan saat yang tepat untuk mereka pergi berbulan madu. "Aunty tau tidak sekolah, Sera?" Jenala melirik Sera sekilas, lalu kembali fokus ke depan. "Tau dong, itu kan salah satu sekolah dasar terkeren di sini." "Benarkah? Berarti Sera keren dong?" Jenala terkekeh, ia mengangguk kuat. "Tentu, Sera sangat keren dan pintar." "Eummm… terima kasih Aunty!" seru gadis kecil itu riang. Selang dua puluh menit kemudian, SUV yang Jenala kendarai berhenti di salah satu sekolah dasar. Sera mencium pipi Jenala seraya melambaikan tangannya. Ketika i
Read more
29
"Tante, Miranda pulang dulu ya. Sudah sore, nanti malam aku suruh Cisa saja ke rumah. Soalnya mau bahas bisnis kita."Seharian ini Miranda memang di rumah keluarga Abimana, ditemani Jenala serta Raquel tentunya. Sedangkan Sera sedang gemar-gemarnya menggambar. Dan tak biasanya gadis kecil itu acuh tak acuh ketika ada Miranda di rumahnya. "Kalian mau membuka bisnis bareng? Butik atau restoran sayang?" Raquel bertanya excited."Bisnis kecantikan, Tante. Tapi masih membahas soal perencanaan dan lain-lain. Doakan semoga lancar ya, Tante." "Wah, pasti dong sayang. Tante dukung seribu persen, kalian memang perempuan luar biasa." Jenala tersenyum kecut kala Raquel meliriknya sinis. "Tuh, Jenala. Kamu harus banyak belajar dari Miranda dan Cisa. Jadi walau sebagai Ibu rumah tangga, tapi tetap menghasilkan uang." “Bak, Ma.” Balas Jenala apa adanya, biarkan saja Raquel mengatakan apapun. Toh nanti Jenala akan buktikan dengan kerja kerasnya ketika mengelola perusahaan sang papa.“Kalau begitu
Read more
30
Jenala mengemudikan SUV-nya dengan rasa sesak sepanjang perjalanan. Dia tak tahu mengapa perempuan dengan mudahnya menghakimi sesama perempuan lainnya.Women support women adalah hal terbullshit yang pernah Jenlala dengar. "Aunty…"Jenala tersentak, dia mengurangi kecepatan kendaraannya. Ya Tuhan, bahkan Jenala tak sadar jika Sera berada di sampingnya. "Aunty, you okay?" Jenaa gelagapan, dia memasang senyum menenangkan pada Sera. "Tentu, kenapa sayang?""Eum…. Sera melihat Aunty berantem bersama Oma dan Aunty Cisa."Jenala tertegun, dia menepikan mobilnya agar lebih fokus pada Sera. "Sayang, maafin Aunty. Tidak seharusnya kamu melihat hal yang seperti itu." Jenala menggigit bibir bawahnya penuh rasa sesal. "Tidak apa-apa, Sera mengerti. Awalnya Sera mau ambil bekal, tapi tidak jadi karena suara teriakan yang keras." Jenala semakin merasa bersalah, dia lepas kendali dan tak memikirkan apapun. Bekal Sera saja dia tinggal begitu saja, yang jelas pada saat itu dia harus pergi dari ha
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status