All Chapters of Tumbal Bulan Suro: Chapter 31 - Chapter 40
51 Chapters
31. Teror di Rumah Sutar
Malam merangkak naik, aku yang terus merasakan sakit pada sekujur tubuh sama sekali tak bisa memejamkan mata. Hanya bisa terbaring gelisah di atas ranjang empuk kami.Tepat jarum jam menunjukkan tengah malam, terdengar suara ketukan dari luar. Entah dari pintu yang mana, aku pun tak tahu.Aku masih bisa berpikir waras, tak mungkin ada manusia waras yang mengetuk pintu rumah orang malam-malam buta begini.Berusaha mengabaikan ketukan tersebut, aku pun kembali memejamkan mata, walau tetap saja tak dapat terlelap juga.Semakin aku memejamkan mata, suara ketukan itu makin keras terdengar, sungguh mengganggu sekali.Saat hendak menutup telinga dengan bantal, tiba-tiba terdengar suara Ibu memanggil namaku. Sontak aku terhenyak. Berpikir bisa saja itu memang Ibu yang sedang mengetuk. Sebab Ibu selama ini tinggal sendiri di belakang rumah kami. Apa jangan-jangan Ibu sakit sampai harus mendatangiku malam-malam begini?"Tin, Tini ...." Aku mengguncang tubuh Tini yang tengah terlelap di sebelahk
Read more
32. Masalah Datang Bertubi-tubi
Hingga pagi harinya Tini masih terus mendiamkan aku. Aku tahu, ia pasti terkejut sekali karena tiba-tiba aku meninju wajahnya dengan keras.Aku pun sampai kini masih heran, kenapa dari kemarin terus saja berhalusinasi yang aneh-aneh. Apa ini memang efek dari sakit yang tengah kurasakan.Aku terus terkapar di atas ranjang, karena tak sanggup rasanya beraktivitas dengan keadaan tubuh yang begitu sakit. Ditambah tadi malam aku tak bisa beristirahat dengan normal.Tok! Tok! Tok!Aku yang baru akan kembali memejamkan mata langsung terkejut kala mendengar suara ketukan di pintu kamar. Lagi-lagi aku merasa dejavu dengan kejadian tadi malam saat Ibu datang.Tapi ngomong-ngomong, siapa yang mengetuk pintu itu? Kalau Sutini sudah pasti ia langsung masuk saja tanpa mengetuknya."Siapa?" Tanyaku dengan perasaan mulai was-was."Imah, Pak."Aku menghela napas lega mendengar suara ART mudaku itu. Ternyata Imah sudah pulang. Pasti bapaknya malu sekali saat ini karena sudah menuduhku menculik Imah."M
Read more
33. Mayat di Halaman
Tubuhku membeku seketika saat hawa dingin dari tangan tersebut menjalar ke seluruh kulit tubuhku. Jangankan untuk berlari, untuk bergerak atau berteriak saja pun lidahku terasa kelu.Tubuhku langsung gemetaran hebat saat wajah Karin yang begitu pucat ikut muncul dari balik jendela. Wajahnya yang pucat terlihat begitu sendu."Kenapa Ibu tega sekali padaku, Yah?" Sosok Karin berucap begitu lirih penuh dengan kesedihan.Aku yang masih begitu syok dengan kehadirannya sama sekali tak bisa berkata apa-apa."Apa Ayah pun akan berpikir untuk mengorbankan aku jika tak dapat tumbal?" Tanya sosok Karin tersebut dengan nada begitu dingin.Aku langsung menggeleng keras karena masih tak mampu menjawab apapun."Dasar munafik!"Braaakk!Tangan pucat Karin yang tadi memegang lenganku kini beralih mendorong tubuhku dengan keras hingga aku terpental ke belakang menghantam tempat tidurnya.Bibirku melenguh merasakan sakit di tubuh yang kena hantaman. Aku yang jatuh tertelungkup di lantai dekat tempat tid
Read more
34. Ternyata Bukan Ibu
Aku dan Sutini sontak terkejut mendengar laporan dari Dasiman.Mayat? Mayat siapa pula yang ada di halaman rumah kami?Dengan perasaan yang mulai tak nyaman, aku bangkit mengikuti langkah Dasiman yang terlihat sedikit gemetaran itu. Sepertinya ia begitu syok.Bertiga kami keluar melalui pintu dapur hendak menuju halaman samping. Sebelum sampai di halaman samping terlihat ibuku sedang duduk di teras rumahnya sembari menjahit. Ia acuh saja melihat kami yang berjalan tergesa menuju halaman samping.Sampai di sana, terlihat begitu banyak dedaunan kering menumpuk menutupi permukaan tanah. Dasiman langsung membimbing kami menuju tempat ia menemukan mayat tadi."Itu, Bos." Dasiman menghentikan langkahnya lalu menunjuk ke arah sebuah semak.Sedikit ragu aku maju beberapa langkah untuk melihat dengan jelas mayat tersebut, Sutini mengikuti di belakangku dengan takut-takut."Astaga!"Aku refleks memalingkan wajah saat melihat kondisi mayat tersebut. Dari rambut sepertinya mayat itu adalah mayat
Read more
35. Wanita Berkebaya Hijau
Berusaha memperjelas pendengaran, sepertinya itu memang suara garukan di jendela.Aku kembali memejamkan mata di dalam selimut. Tubuh kaku tak ingin bergerak sedikitpun, supaya teror itu cepat pergi."Di--ngiin ...."Entah dari mana datang angin yang bertiup kencang, membawa lirih suara seorang wanita."Aku mau pulang, Pak ...."Mata yang sedari tadi terus kukatupkan kembali membuka lebar saat menyadari bahwa itu adalah suara Imah.Namun detik berikutnya, suara di jendela maupun suara tersebut menghilang. Berganti suara ketukan yang kembali terdengar di pintu belakang.Kali ini aku tak akan percaya pada siapapun yang mengetuk pintu tersebut, karena tadi siang Ibu sama sekali tak mengakui telah mendatangiku malam kemarin. Bisa jadi itu pun bukan Ibu.Namun keraguanku seketika runtuh kala mendengar suara panggilan Ibu. Kali ini dengan menjerit histeris."Sutaaar! Tolong Ibu, Sutaaar! Aaargh ...!"Hatiku begitu kalut kini. Antara ingin percaya dan tidak. Walau aku ini suka menumbalkan or
Read more
36. Masa Lalu Sutar (1)
Aku terkejut mendengar perkataan Nyai Widuri. Jadi ternyata selama ini ada dendam percintaan di antara mereka."Nyai, itu sudah berlalu lama. Apa tak bisa Nyai melupakan masalah itu, dan membantu saya kali ini? Nyai wanita yang cantik, kaya, dan dihormati di kampung ini. Nyai tentu bisa mendapatkan yang lebih dari saya," ujar Bapak masih terus mengiba.Nyai Widuri langsung tertawa mendengar ucapan Bapak."Justru karena aku cantik dan kaya, aku jadi merasa terhina saat ada pria rendahan sepertimu menolakku. Apalagi alasannya hanya karena mencintai seorang wanita miskin.""Nyai, terserah Nyai mau menghina saya bagaimanapun. Yang penting saya begitu mengharapkan Nyai mau berbaik hati memberi upah saya yang sudah dua bulan belum Nyai berikan."Nyai Widuri kembali menatap Bapak yang masih bersimpuh di bawahnya dengan pandangan tajam."Kamu benar-benar bersikeras ternyata. Kalau begitu begini saja ... Saya akan memberikan uang upah kamu, bahkan akan saya tambahkan bonus juga. Tapi dengan sy
Read more
37. Masa Lalu Sutar (2)
Bapak hanya tersenyum saja sembari menikmati dan membalas semua permainan Nyai Widuri.Saat Nyai Widuri mulai terhanyut dengan permainan Bapak, tanpa kusangka Bapak mengeluarkan sebilah keris yang ia sematkan di pinggang bagian belakangnya.Tanpa aba-aba secepat kilat Bapak menghunuskan keris tersebut ke leher Nyai Widuri. Seketika darah mengucur dengan deras dari leher wanita itu. Matanya membeliak lebar menatap Bapak, antara menahan sakit dan tak percaya.Bruuk!Bapak langsung bangkit dan membanting tubuh Nyai Widuri ke lantai."Kau kira aku tak tahu akan kelicikanmu, hah?" Ucap Bapak pongah menatap Nyai Widuri yang mulai sekarat. Bapak ternyata pintar. Ia menyerang tepat di titik vital Nyai Widuri, hingga membuat Nyai Widuri seketika sekarat.Tanpa memperdulikan Nyai Widuri lagi, Bapak lantas beranjak menuju lemari-lemari besar yang berjajar di ruangan tersebut. Satu persatu Bapak buka, dan setiap barang berharga yang ditemuinya ia masukkan ke sebuah kain panjang. Sayangnya Bapak
Read more
38. Kutukan
Esok paginya keluarga kecilku itu tiba di sebuah penginapan di tempat yang jauh dari desa asal mereka. Melihat mereka yang pergi meninggalkan kampung halaman itu aku jadi berpikir, bagaimana Ibu dan Bapak punya hubungan kekerabatan dengan keluarga Aswin. Padahal mereka adalah perantau di desa kami yang sekarang.Sepanjang malam Ibu tak berani banyak berkata-kata, karena setiap kali ia bertanya pada Bapak apa yang terjadi, Bapak akan membentak Ibu dengan keras."Mulai sekarang, kita akan tinggal di desa ini. Lupakan semua masa lalu kita di tempat yang lama," tegas Bapak."Tapi sebenarnya ada apa, Pak?""Kamu tak perlu tahu apa yang terjadi. Yang terpenting sekarang kita bisa hidup aman dan bahagia," ujar Bapak sembari membuka bungkusan kain yang selalu dibawanya.Mata Ibu terbelalak saat melihat isi dalam kain tersebut begitu banyak barang-barang berharga juga uang."Kamu dapat dari mana semua ini, Pak?" Selidik Ibu seraya meraih perhiasan milik Nyai Widuri.Bapak tak menjawab, hanya t
Read more
39. Terjebak
Aku membuka mata di ruangan yang begitu sederhana. Dinding-dindingnya hanya terbuat dari papan yang sebagian sudah keropos. Entah berapa lama aku pingsan, yang jelas aku langsung tak sadarkan diri saat Ki Kusumo memercikkan air dari kendi miliknya.Angin bertiup sepoi-sepoi dari luar membuat aku sontak melirik ke arah ventilasi yang berada di atas jendela kamar.Dahiku mengernyit saat menyadari ternyata hari sudah terang.Segera kusibak selimut hendak bangkit dari ranjang. Namun begitu selimut tersibak, aku dibuat terperangah karena kini kulit tubuhku sudah sembuh. Sama sekali tak ada luka bekas gigitan hewan berbisa seperti sebelumnya, bahkan setitik pun tak lagi tersisa bekas gigitannya. Benar-benar ajaib.Dengan penuh semangat aku bangkit dari ranjang hendak keluar dari kamar. Kuakui kini memang Ki Kusumo benar-benar sakti.Begitu keluar dari kamar aku disambut oleh suasana rumah yang begitu hening, seolah tak ada kehidupan."Ki ...." Aku berusaha memanggil sembari berkeliling ke r
Read more
40. Pesan dari Sutar
POV SutiniHari sudah mulai gelap, namun Bang Sutar tak juga kunjung pulang. Sedari tadi aku terus mondar-mandir gelisah, karena harusnya sore ini Bang Sutar sudah pulang. Itu yang kutahu dari Dasiman, karena katanya dukun itu begitu sakti hingga tak perlu waktu lama untuk mengobati.Berulang kali pula aku berusaha menghubungi keduanya, namun tetap saja hasilnya nihil, tak ada satu pun panggilanku yang dapat terhubung ke nomor mereka."Bu, Bu Tini!" Aku tersentak saat mendengar panggilan dari pintu dapur. Dari suaranya sepertinya itu adalah pembantu yang mengurus Ibu Bang Sutar.Gegas aku meninggalkan warung dan menuju ke belakang."Ada apa, Rin?" Tanyaku begitu membuka pintu.Terlihat wajah Rindi begitu panik, bahkan ada jejak air mata di pipinya."Bu Asih, Bu ...!" Ujarnya dengan nada panik sembari menunjuk ke rumah mertuaku itu.Perasaan khawatir makin bertambah melihat sikap Rindi. Cepat-cepat aku mengikuti langkah Rindi yang membawaku menuju rumah Ibu Bang Sutar itu.Sampai di r
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status