Lahat ng Kabanata ng Jerat Gairah Paman Kekasihku: Kabanata 31 - Kabanata 40
279 Kabanata
Bab 31 - Mencari Udara Segar
“Apa yang kamu lakukan sudah melewati batasanmu, Lex.” Elisa menatap Alex sesaat setelah berhasil menenangkan diri. “Apa yang orang-orang pikirkan tentang kita? Kamu harus ingat, aku istri pamanmu!”“Elisa ….”Elisa mengabaikan panggilan Alex, sibuk membereskan proposal di atas meja dan memasukkannya ke tas. Dia ingin segera pergi dari sana. “Apa maksudmu memperkenalkan diri sebagai kekasihku di depan orang penting seperti Tuan Carlos? Bagaimana jika dia berpikir macam-macam? Bukankah kita sudah sepakat untuk menjalani peran masing-masing?”“Tenanglah, El.” “Bagaimana aku bisa tenang—”Alex menarik tangan Elisa keluar dari ruangan VIP itu, bahkan keluar dari restoran dan mencari tempat yang sedikit tersembunyi. Dia tidak ingin orang lain mendengar pembicaraan mereka.“Lex!” Elisa menghempas tangan Alex, membuat langkah keduanya terhenti. “Kamu bisa mengatakan apa pun, tapi tidak seharusnya kamu mengaku sebagai kekasihku!”Alex meraup wajahnya, mulai merasa kesal karena Elisa sedikit
Magbasa pa
Bab 32 - Stevan Gelap Mata
“Stevan, tanganmu terluka!” Elisa refleks meraih tangan Stevan dan melihat beberapa luka terbuka di sana. Bekas darah yang keluar terlihat dibiarkan mengering begitu saja. Tak ada perban maupun kain kasa yang membungkusnya. “Bukan urusanmu!” sergah Stevan kasar, menarik tangannya dan sedikit menjauh dari jangkauan gadis itu. “Apa-apaan itu? Bukan urusanmu. Bukan urusanmu,” cibir Elisa tanpa suara, menirukan ucapan Stevan barusan dengan bibir meleyot. Dia sebal menghadapi sikap Stevan. “Sudahlah, biarkan saja. Hidupnya bukan urusanku, hidupku bukan urusannya. Lagi pula, dia tidak kesakitan sama sekali. Mungkin dia memang sengaja melukai tangannya sendiri,” gumam Elisa sambil membalikkan badannya. Toh, kelihatannya Stevan tidak berniat untuk menjawab maupun berbicara lagi dengannya. “Selamat malam, Stevan. Selamat istirahat,” pamit Elisa tanpa menyadari kemarahan pria itu. Dia ingin segera berendam air hangat dalam bathtub setelah melewati hari yang cukup melelahkan. “Badanku pegal
Magbasa pa
Bab 33 - Tiba-tiba Peduli
“Kenapa dia belum keluar juga?” ucap Stevan sambil mondar-mandir di ruang kerja, berkali-kali menoleh ke ruang makan dan menantikan kemunculan Elisa. Rasa bersalah karena kekeliruannya semalam membuat pria itu tidak bisa tenang. Bahkan, Stevan terus gelisah dalam tidurnya, membuat lingkaran hitam terlihat samar-samar di sekitar matanya.Tepat saat arloji Stevan menunjukkan pukul tujuh kurang dua puluh menit, Elisa keluar dari kamar dan mulai menuruni anak tangga. Dress sepanjang lutut dengan aksen bunga-bunga kecil terlihat begitu pas di tubuhnya, berpadu dengan ankle boots warna krem yang membuat penampilannya terlihat sempurna.Diam-diam, Stevan bersyukur karena Elisa terlihat baik-baik saja setelah kejadian buruk yang dialaminya.“Selamat pagi, Nona,” sapa Maria pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.“Hmm,” gumam Elisa lirih. Dia melewati wanita itu begitu saja dan langsung duduk di posisinya.“Apa Anda tidur dengan nyenyak semalam?”Bukannya menjawab, Elisa hanya melirik Maria se
Magbasa pa
Bab 34 - Sopir Pribadi?
“Nona, Tuan Stevan menunggu Anda.” Maria membimbing Elisa mendekati Stevan saat menyadari gadis itu tidak merespons. Dia pasti masih marah dan enggan berdekatan dengan sang suami setelah kejadian semalam. “Masuk,” titah Stevan dingin, berharap tak ada bantahan. “Apa kamu punya maksud tersendiri ingin mengantarku? Jangan-jangan kamu berniat menurunkanku di tengah jalan atau membuangku di satu tempat terpencil,” sarkas Elisa sambil menyilangkan tangan di depan badan. Penolakan Stevan tempo hari saat dirinya ingin menumpang ke kantor masih teringat jelas. Sayangnya, kalimat provokasi Elisa tak mendapat tanggapan sama sekali. Pria dengan setelan jas import itu sama sekali tidak terusik. Sebaliknya, dia beralih menatap kepala pelayan yang berdiri di belakang Elisa. “Maria, kau punya waktu lima detik untuk membuat wanita itu masuk ke mobilku.” “Hey—” Elisa hendak membantah, tapi Stevan sudah lebih dulu berlalu memutari mobilnya dan masuk melalui pintu lain. Tangannya dengan cekatan mem
Magbasa pa
Bab 35 - Semesta Memang Suka Bercanda
“Sopir pribadi?” Sera melihat penampilan Stevan dari ujung kaki hingga kepala. Sepatu pantofel mengilat dari salah satu merek ternama itu tidak mungkin murah harganya. Juga setelan jas dan kemeja slim fit yang membalut tubuh Stevan, tak mungkin kurang dari ratusan dolar harganya. Belum lagi dasi limited edition dan penjepit yang tampak sederhana tapi tidak masuk akal jika dilihat labelnya. Sebagai mahasiswa jurusan fashion, Sera tahu beberapa brand ternama yang melengkapi penampilan ‘sopir’ itu.“Apa kamu ingin membodohiku, Elisa?” Sera menggeleng berkali-kali, tidak bisa memercayai sahabatnya. “Dia terlalu tampan dan keren untuk jadi seorang sopir. Pria ini bahkan lebih cocok menjadi perwujudan seorang CEO yang ada di novel, manga, dan manhwa yang kubaca.”&ldqu
Magbasa pa
Bab 36 - Terbawa Suasana
Sejak hari itu, Elisa tenggelam dalam tugas akhirnya dan membuat Stevan bertanya-tanya setiap pulang kerja.“Di mana dia?” gumam Stevan menoleh ke sana kemari. Dia tidak mendapati Elisa di ruang tamu. Padahal, biasanya gadis itu ada di sana, sengaja menunggunya untuk makan malam bersama.Tak cukup sampai di sana, Stevan menunggu di beranda setelah mengganti pakaiannya dan berjalan mondar-mandir sambil memperhatikan pintu gerbang yang tak pernah terbuka hingga satu jam berikutnya. Pria itu berkali-kali menatap arloji di pergelangan tangannya, terlihat uring-uringan dan tidak tenang.“Anda menunggu seseorang, Tuan?” tanya Maria mendekati Stevan dan meletakkan kopi hitam untuknya di atas meja.“Elisa belum pulang? Berani-beraninya dia pergi sam
Magbasa pa
Bab 37 - Stevan Salah Tingkah?
“Lihat dulu desain buatanku.” Desain? Stevan yang semula ikut terbawa suasana dan hampir mencium Elisa, terpaksa membuka matanya. Jarak bibir mereka hanya terpisah dua-tiga sentimeter saja. Embusan napas menerpa wajah satu sama lain. “Apa kamu—” “Bantu aku, Sera ….” Sera? Stevan terkekeh, menyadari kebodohannya. Elisa tidak pernah mendapatkan kesadarannya. Gadis itu masih tidur, bahkan mungkin tidak menyadari ucapannya. Dia mengigau dengan mata terbuka. Hal itu membuat Stevan merasa sedikit lega. Namun, kelegaan Stevan tak berlangsung lama. “Kamu yang terbaik, Sera!” CUP! Kedua tangan Elisa memeluk leher Stevan, membuat pria itu sempurna membelalakkan mata. Jantungnya berhenti berdetak karena Elisa mencium pipinya tanpa aba-aba. ‘Apa yang dia lakukan?!’ Stevan refleks melepas tautan tangan Elisa di belakang lehernya dan menghempas tubuh gadis itu dengan sedikit kasar. Dia menarik tubuhnya ke belakang sambil menatap horor ke arah Elisa yang tersenyum-senyum dalam tidurnya.
Magbasa pa
Bab 38 - Perlakuan Hangat
“Mario, kirimkan dokter untuk memeriksa Elisa. Dia muntah-muntah di depan kampus.”‘Dokter?’Mata indah Elisa terbelalak sempurna, seketika menengadah menatap Stevan yang masih sibuk bertelepon dengan asisten pribadinya.“Tidak perlu!” seru gadis itu setelah merebut ponsel Stevan. “Aku baik-baik saja. Tidak apa-apa. Jangan kirimkan dokter atau apa pun.”Belum sempat Mario menanggapi, Elisa sudah menekan ikon merah dan menyerahkan kembali ponsel di tangannya pada Stevan yang saat ini mengerutkan kening. Terlihat wajah panik gadis itu, seperti ketakutan bertemu dengan dokter.“Aku buru-buru harus bertemu dengan dosen, tidak ada waktu untuk ….” Elisa menggantung kalimatnya, takut-takut melihat wajah Stevan yang berubah dingin dan menatapnya dengan tajam.“Aku … aku hanya mual dan pusing karena kamu mengemudi seperti orang kesetanan. Aku benar-benar baik-baik saja.”Elisa beranjak dari tempatnya, tidak berani beradu pandang dengan Stevan lebih lama lagi. Aura pria itu mengikis keberanian
Magbasa pa
Bab 39 - Gelisah Menunggu Istri
“Seberapa jauh perkembangan tugas akhirmu, Elisa?” Seorang wanita yang memakai jumpsuit tanpa lengan memasuki galeri seni, mengagetkan Elisa yang masih berkutat dengan kertas sketsa di atas meja. Dia salah satu dosen penguji untuk tugas akhir di universitas itu.“Saya masih menyesuaikan warna untuk motif ini, Madam.” Elisa berdiri seketika, menundukkan kepala sekilas sebelum mengulurkan beberapa lembar kertas hasil karyanya selama beberapa hari terakhir.“Kamu belum mencetak kainnya sama sekali?”Elisa menggigit bibir bawahnya, menggeleng dengan raut wajah bersalah. Bukan hanya masalah desain yang membuatnya harus lembur, bahkan urusan menentukan motif dan warna pun harus membuatnya pusing tujuh keliling.Terlihat wanita usia empat puluhan itu mengembuskan napas, kasihan melihat Elisa dan seluruh tugas yang harus dikerjakan olehnya seorang diri.“Saya bisa membantu kamu, bawa kemari contoh kain yang kamu punya.”Elisa tergesa berlari ke arah gudang, memanggul satu gulungan kain, melet
Magbasa pa
Bab 40 - Rutinitas Baru Pasutri
Stevan bersiap masuk kembali ke kamarnya. Sebenarnya, dia tidak ingin Elisa melihat perubahan mimik wajahnya, juga pipi yang sedikit memerah karena tertangkap basah menunggu gadis itu. “Argh, perutku.” Langkah Stevan harus terhenti di hitungan kedua, kembali menoleh ke arah Elisa yang memegangi perut sambil membungkukkan badan. Tangannya yang terbebas mencengkeram kaca setengah badan yang menjadi pembatas lantai dua. “Ste–Stevan, tolong,” gumam Elisa dengan suara tertahan. Perutnya terasa dipelintir, nyeri dan perih di saat bersamaan. Keringat dingin membasahi wajah Elisa, turun melalui dagu. Tubuhnya bergetar, jatuh terduduk sambil terus mengaduh. Stevan berlari menyongsong tubuh Elisa yang hampir limbung. Pria itu sigap membopong tubuh mungil istrinya setelah berteriak memanggil Maria. Kejadian tadi pagi saat di pelataran kampus belum sepenuhnya hilang dari ingatannya. Dia takut kecerobohannya tadi pagi yang membuat Elisa jadi begini. Dari lantai satu, Maria dan dua pelayan lai
Magbasa pa
PREV
123456
...
28
DMCA.com Protection Status