All Chapters of Bangkitnya Istri yang Dikhianati: Chapter 71 - Chapter 80
276 Chapters
Part 71. Apa Itu Cemburu?
“Gue pergi dulu.” Alih-alih menjawab pertanyaan Binar, Ramon justru memilih pergi dari restoran tersebut. Meninggalkan Binar yang dipenuhi rasa penasaran. Binar menatap punggung Ramon yang semakin menjauh sebelum menghilang tak terlihat. “Kapan Mas dan Ramon kelahi? Apa yang wajah Mas babak belur waktu itu?” Binar tidak bisa menahan dirinya yang sudah penasaran. Binar pikir saat itu adalah ayah mertuanya yang menghajar Kala, ternyata Ramon? Binar sungguh tidak menyangka. Bagaimanapun Kala adalah saudaranya, mereka memiliki ikatan darah yang sama. Ada rasa terharu yang muncul di dalam pikiran Binar. “Udah lama. Saat aku mau pergi ke luar negeri.” Kala menjawab dengan jujur. Ada raut sedih ketika Kala mengatakan itu. Binar mengingat hari itu adalah hari yang sangat menyedihkan buatnya. Dia bahkan mengingat saat itu dia tidak bisa menghentikan air matanya untuk keluar. Terlalu sakit bagi Binar. Apa pun alasan yang Kala berikan, benar-benar tidak bisa diterima. “Dia cari Mas ke
Read more
Part 72. Keresahan Kala
“Sebagai seorang suami, aku berhak melarang kamu berdekatan dengan lelaki lain.” Kala kali ini berujar lebih serius. “Jangan melanjutkan sesuatu yang membuat hubungan kita kembali merenggang.” “Kalau Mas lupa, selama ini yang merenggangkan hubungan kita adalah Mas sendiri. Aku berada di tempat yang semestinya. Tapi Mas menghindariku dan bimbang dengan perasaan Mas sendiri.” Binar bangkit dari sofa. “Kita sudah memulai hidup kita yang baru. Kita sudah berdamai dan aku sudah mencoba menyingkirkan rasa sakit yang Mas berikan ke aku. Jadi stop. Kita tidak perlu membahas sesuatu yang tidak seharusnya.” Binar mengimbuhkan. “Jangan menyamaratakan sifat orang Mas. Aku, nggak akan selingkuh karena aku tahu bagaimana rasa sakitnya diselingkuhi. Dan jangan berpikir Saka seperti Mas yang akan melakukan perbuatan yang tidak seharusnya. Sekali lagi aku tekankan, aku dan dia hanya sebatas teman dan rekan kerja. Jangan buat aku membuat dia sebagai opsi kedua dan menerimanya.” Apa yang diharapkan
Read more
Part 73. Terlalu Gengsi
Ada sebuah sentilah menyakitkan di dalam hati Kala ketika Ramon mengatakan kalimat tersebut. Segera, banyak pertanyaan yang muncul di dalam kepalanya yang ingin dia utarakan. Tapi belum juga dia mengeluarkan pertanyaan itu satu per satu, Ramon sudah lebih dulu bersuara. “Kalau ingin mendengarkan secara detail, maka lo tanya aja dengan yang bersangkutan. Gue hanya bisa kasih lo spoiler-nya aja. Full bab ceritanya lo bisa tanya Binar atau Saka. Karena itu adalah kisah mereka.” Puas! Itulah yang dirasakan oleh Ramon sekarang. Terlebih lagi ketika dia melihat betapa gelapnya ratu wajah Kala, dia semakin merasakan betapa permainan ini sangat menyenangkan untuk dimainkan. Bukannya Ramon bahagia di atas kesedihan orang lain, hanya saja Kala memang harus mendapatkan hukuman atas kesalahan yang pernah diperbuat. “Sekarang lo pulang deh. Udah malam dan gue udah ngantuk,” usirnya kepada Kala yang sejak tadi tidak juga berkata-kata. “Gue tahu lo tahu semuanya tentang mereka. Jadi, cerita
Read more
Part 74. Tak Bisa Menahan 
Kala tidak tahu sesakit apa ketika dia dulu diam-diam bertemu dengan Widi. Ketika dia kepergok jalan malam-malam bersama dengan Widi. Dan lebih parahnya lagi, ketika dia izin membawa Widi ke luar negeri untuk menemani perempuan itu berobat. Dia tak pernah tahu bagaimana rasanya. Tapi sekarang dia merasakannya sendiri dan satu hal yang dia rasakan ketika melihat Binar akrab dengan lelaki lain beserta ibunya, perasaan marah itu muncul menggebu di dalam hatinya. Ada rasa tidak ikhlas yang muncul seperti gelombang pasang yang menghantamnya sampai goyah. Katakanlah memang mereka tidak saling mencintai. Tapi benar yang dikatakan oleh Binar, cinta atau tidak, tapi ikatan di antara mereka yang bernama suami dan istri itulah yang membuat kecemburuan itu muncul. Sekarang, Kala bisa merasakannya. Hatinya terasa gosong karena terbakar kecemburuan. “Padahal saya kemarin sudah bilang sama Saka kalau mau datang bisa bilang dulu, jadi kami ada persiapan untuk menyambut Ibu.” Suara Binar mengalun
Read more
Part 75. Terang-terangan
“Pak Kala sudah sampai.” Sapaan dari Saka membuat Kala membalikkan tubuhnya untuk menatap lelaki itu. Kala tadinya hanya menatap kosong pada bagian dalam ruko yang masih kosong. Kini dia menoleh dan mendapati Saka sudah ada di sampingnya. Lelaki itu tampak tersenyum dan Kala sama sekali tidak membalas senyuman tersebut. Dia justru hanya terus menatap lekat pada Saka yang tampak berpikir. Tidak ada yang berbicara di antara keduanya. Saka pun tidak tampak mengambil hati dengan sikap Kala yang terlalu dingin kepadanya. Untungnya Kemal datang tak lama setelah itu. Lelaki itu mampu mencairkan ketegangan di antara mereka. Untuk sesaat, mereka fokus pada pembicaraan tentang design interior ruko tersebut. “Jadi kita udah bisa mulai besok ya?” Kemal bertanya pada Saka yang sudah menunjukkan design yang digarap. Kala mau tak mau mengakui kalau Saka ahli dalam hal ini. Gambar yang ditunjukkan begitu cantik dan tampak nyaman. “Yups. Jadi kalau memang semua deal, nggak ada perubahan apa pun,
Read more
Part 76. Widi Tahu
“Mas, please!” Binar melepaskan kedua tangan Kala di lengannya. “Dia itu teman aku. Kenapa aku harus jauhin dia?” Binar memutuskan masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Kala di belakang. Kala mengikuti istrinya dengan amarah membumbung tinggi. “Kamu sedang membalas aku kan, Bi dengan dekat-dekat dengan Saka?” “Kenapa aku harus membalas Mas? Apa aku sekurang kerjaan itu?” “Lalu apa namanya kalau kamu nggak sedang membalas aku, Bi? Aku sudah bilang kalau aku nggak suka kamu dekat dengan Saka. Tapi nyatanya kamu sama sekali nggak peduli dan bahkan sekarang kamu pulang bareng sama dia!” Nada suara Kala terdengar meninggi di akhir kalimatnya. Binar berhenti di tengah ruangan ketika Kala terdengar emosi dan suasana memanas. Dia lantas membalikkan tubuhnya dan menatap Kala yang sudah memasang wajah kelamnya. “Mas, aku capek. Aku seharian ini banyak banget pekerjaan dan perlu istirahat. Nggak bisa ya marahnya nanti pas aku sudah lebih baik?” Binar bertanya dengan lembut. Menekan semakin
Read more
Part 77. Enyahlah
“Aku punya bukti yang akurat.” Widi melanjutkan. “Aku bisa memberikannya kepada Mas bukti itu tapi dengan syarat. Ayo kita kembali lagi. Aku masih mencintai Mas.” Kala tampak mengeratkan rahangnya mendengarkan ucapan Widi. Yang menjadi fokusnya bukan ajakan Widi untuk kembali, tapi tentang bukti yang dia katakan. Bukti seperti apa yang dimiliki oleh perempuan itu? Itu yang membuat Kala penasaran. Untungnya, Kala memiliki sedikit kewarasan dengan tidak menyanggupi syarat yang diminta oleh Widi. “Saat aku ingin kamu sembuh dari sakit, aku nggak pernah meminta imbalan atas apa yang aku lakukan. Kenapa sekarang kamu harus memberi syarat atas hal seperti ini?” Widi sempat terpaku dengan ucapan Kala. Dia pasti merasakan kalau lelaki itu sudah berubah. Drastis. Jika itu Kala yang dulu, lelaki itu pasti akan menerima syarat tersebut karena dia merasa masih mencintai Widi. Tapi sekarang perasaan itu seakan sudah pergi tanpa sisa. Kala menyadari itu sekarang setelah kembali bertemu dengan Wi
Read more
Part 78. Terpojoknya Kala
Iring-iringan mobil yang keluar dari halaman rumah Binar itu melaju kencang di jalanan. Kala tidak bisa diam di dalam mobil yang tengah dikendarai oleh Arga. Pikirannya kalut terasa ingin meledak. Ada banyak pertanyaan yang muncul dan berharap ada kejelasan tentang ‘kenapa’ dan ‘ada apa’ dengan Binar. Namun sekali lagi, dia harus menekan rasa penasaran itu di dalam hatinya yang paling dalam. Menunggu sampai ada yang bersedia menjelaskan kepada dirinya apa yang terjadi. Dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama karena dia harus menunggu Binar mendapatkan penanganan dari dokter. “Tolong mulai sekarang lebih diperhatikan suasana hati ibu Binar. Dia tak boleh banyak pikiran dan menjadi stress. Itu akan membahayakan untuk kandungannya.” Dokter menjelaskan ketika sudah berada di depan ruangan UGD. “Terlebih lagi kandungannya masih cukup muda.” “Kami mengerti, Dokter.” Ibu Kala yang menjawab. “Tapi kandungannya baik-baik saja ‘kan, Dokter? Tidak ada yang bahaya?” “Bisa menjadi bahaya jik
Read more
Part 79. Satu Lawan Banyak
Binar tahu jika Kala tengah disidang. Dia sudah bangun beberapa waktu lalu dan mendengarkan setengah dari obrolan orang-orang itu di sofa ruang inapnya. Binar tadinya bingung ketika dia membuka mata tapi dia berada di tempat asing. Binar masih ingat betul dia tadinya berada di dalam kamar mandi. Di malam pertengkarannya dengan Kala karena dia pulang bersama dengan Saka, Binar demam tinggi. Dia pikir itu hanya demam biasa, tapi nyatanya dia tak sadar dan mengakibatkan sekarang berada di rumah sakit. “Kenapa Papa selalu mengatakan hal-hal buruk seperti itu kepadaku? Perceraian, kehilangan istri, Papa senang kalau rumah tanggaku berantakan?” Suara Kala kembali terdengar dan membuat Binar harus menajamkan pendengarannya. Mata perempuan itu kembali tertutup karena sesekali kepalanya terasa begitu berat dan menyakitkan. “Itu semua karena ulahmu sendiri.” Bu Fatma menjawab dengan nada sinis. “Seandainya kamu tidak main api dengan mantan istrimu itu, papamu nggak akan mengatakan hal sep
Read more
Part 80. Laki-laki Buruk
Setelah ucapan yang Kala lontarkan kepada mertuanya, perdebatan berhenti seketika. Baik ayah Binar maupun ibunya, mereka sama-sama terdiam. Kala dan orang tua Binar sama-sama memiliki celah untuk melawan, membuat mereka tak ingin mengalah satu sama lain. Atmosfer menjadi tak nyaman. Orang tua Binar terlihat mengeratkan rahangnya karena Kala sudah berani melontarkan kata-kata yang menyentil hatinya. “Biarkan Binar yang membuat keputusan dalam masalah ini. Apa yang dia inginkan dan apa yang dia harapakan.” Ramon bersuara memecah keheningan. Mereka merebutkan Binar yang notabennya adalah perempuan keras kepala. “Sekarang biarkan Binar sembuh dan pulih terlebih dulu. Dan lo, Kal, tolong jangan merusuh lagi.” “Merusuh? Seolah-olah gue ini pelaku criminal aja.” “Memangnya bukan?” Ramon lama-lama ingin sekali mencekik sepupunya itu. Sudah salah, tapi dia seolah tidak tahu kesalahan yang dibuat. “Jangan pancing gue mengeluarkan kata-kata yang nggak seharusnya.” “Terserah!” Setelah mengat
Read more
PREV
1
...
678910
...
28
DMCA.com Protection Status