All Chapters of Penyesalan Seusai Talak : Chapter 51 - Chapter 60
119 Chapters
51
"Kamu sudah mengusirnya, Tan? Aku kira tak akan secepat ini," kekeh Evelyn. Dia sedang menghubungi Melani —istri Brata. Ya! Dia memang bersekongkol dengan Melani, dan Evelyn juga yang sudah memberitahu wanita itu tentang hubungan gelap Marissa dan Brata."Kamu pikir saya akan tahan untuk menunggu lebih lama? Wanita mana yang rela uang suaminya habis untuk menghidupi wanita ular seperti itu? Aku rasa hanya manusia bodoh saja yang mau berdiam diri, tanpa membalas sedikit pun." sahut Melani ikut terkekeh. "Yah, kupikir, paling tidak Tante akan memberi kesenangan dulu sebelum dia mereguk karmanya. Ternyata Tante ingin sekali melihat dia jatuh," balas Evelyn."Awalnya aku juga berpikir begitu, Ev. Tapi, tanganku rasanya gatal sekali ingin menghajar wanita ular itu. Jadi, dari pada aku mengotori tanganku dengan menyentuhnya, lebih baik ku lampiaskan dengan cara ini. Lebih berkesan, bukan?" kata Melani. Evelyn tertawa pelan mendengarnya. Meski belum seberapa, yang penting secara perlahan M
Read more
52
Evelyn tersenyum melihat interaksi antara Chika dan Bu Dena. Bocah kecil itu sudah tak malu-malu lagi, bahkan dia seperti sudah biasa dan sering bertemu dengan Bu Dena. Melihat tawanya yang lepas, membuat Evelyn enggan mengenyahkan pandangan dari sana. Saat ini mereka sedang menikmati sore di halaman samping rumah, Chika membantu Bu Dena menyiram tanaman, melihat bunga yang berwarna warni membuat gadis kecil itu berteriak kagum.Tapi senyum Evelyn tak berlangsung lama, sebab dia dan Karina mendengar gedoran yang begitu kencang di pintu depan. Evelyn dan Karina saling menoleh, mencoba menduga-duga siapa yang datang."Siapa, sih, itu? Udah kayak rentenir aja main gedor-gedor pintu!" gerutu Karina. Evelyn mengangkat bahu pertanda dia pun tak tau.Gedoran pintu makin kencang, bersaman dengan itu suara seseorang meneriaki nama Evelyn pun terdengar. Karina dan Evelyn sama-sama menghembuskan napas kasar, sepertinya mereka sudah bisa menebak siapa yang sedang membuat kekacauan ini.Evelyn bang
Read more
53
Pak Hendra merangkul pundak Bian dan menepuk-nepuk pelan. Dia paham dengan kegundahan sang anak saat ini."Kamu tenang saja. Yang penting kamu harus bisa mencegah agar dia tak datang kemari, dan melihat keadaan Mama. Kita akan sembunyikan bersama," kata Pak Hendra berusaha menenangkan Bian. Bian mengangguk, selanjutnya mereka hanya saling diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing, di wajah Pak Hendra terpancar kelegaan, dia merasa sangat senang karena sang istri mampu melewati masa kritisnya. Berbanding terbalik dengan Bian yang malah berwajah gusar, lelaki itu hanya tak ingin menikahi Marissa secepat ini, dia seakan terjebak dalam permainannya sendiri. Apa alasan yang akan dia lontarkan jika Marissa tau keadaan sang Ibu saat ini?Pintu ruangan berderit, membuat Bian dan Pak Hendra menoleh secara bersamaan. Mereka langsung berdiri menghampiri dokter yang sudah keluar."Bagaimana, dok? Istri saya baik-baik saja, kan? Dia tak apa-apa, kan, dok?" Pak Hendra yang sudah tak sabar untuk men
Read more
54
"Tap--" Bian tak sempat menyelesaikan ucapannya, Evelyn sudah berlalu lebih dulu dari sana."Sudah ... Jangan ditolak, Nak. Nanti Evelyn berubah pikiran, loh!" celetuk Bu Dena sambil tersenyum. Bian menoleh dan menggaruk tengkuknya. Dia bukan ingin menolak, tapi tak menyangka saja jika Evelyn mengajaknya makan bersama, setelah konflik yang terjadi dalam rumah tangganya."Yasudah, Bu. Izin Bian hubungi Papa dulu. Kasih tau kalau Bian masih disini," ucap Bian. Bu Dena mengangguk dan mengatakan untuk segera menyusul ke ruang makan jika sudah selesai.Hati Bian berbunga-bunga, dia menelpon sang Papa dengan perasaan senang yang membuncah. Setelah selesai menghubungi Pak Hendra, Bian segera menyusul ke ruang makan. Dan ternyata semua sudah disana, Evelyn dan Bu Dena sudah duduk di kursi."Ehh, jangan disitu, Bian. Kamu duduk di sebelah Evelyn aja," cegah Karina saat Bian hendak menarik kursi disamping Bu Dena."A-ku ..." Bian melirik Evelyn yang ternyata juga sedang menatapnya. Perempuan it
Read more
55
Mereka selesai melewati makan malam, meski tak ada pembicaraan berarti antara Bian dan Evelyn. Makan malam tadi didominasi dengan perbincangan Karina dan Bu Dena, sedang Evelyn ikut menimpali sesekali. Dan Bian sendiri memilih diam dan menyimak saja, lagian dia bingung apa yang mau dibicarakan?Saat ini Bian sedang berada di teras, menunggu Evelyn yang sedang menyiapkan bekal untuk sang Papa. Bian sempat mencegah, katanya biar dia beli saja nanti diluar, tapi Evelyn tetap bersikeras dan memaksa agar Bian mau untuk menunggu sebentar saja."Mas," panggil Evelyn, Bian yang sedang duduk langsung berdiri dan menyambut rantang yang disodorkan Evelyn."Terimakasih banyak, Lyn. Maaf, Mas sudah terlalu banyak merepotkan," katanya dengan tulus."Sama-sama, Mas. Aku tidak merasa direpotkan, kok." sahut Evelyn dengan senyuman yang membuat hati Bian bergejolak. Ingin merengkuh tubuh perempuan itu dalam pelukannya."Eum ... Kalau begitu, Mas pamit dulu, ya?" pamitnya. Bian bukan tak ingin berlama-l
Read more
56
"Ya Allah ... Kenapa rasanya sesakit ini? Jika memang hubungan ini harus berakhir, tolong kuatkan hamba." Tangis Evelyn pecah, dia meremas kuat mukena yang sedang dia kenakan, dia tak menyangka rasanya sesakit ini. Jika saja Bian tak mengejar-ngejarnya kembali, dan bersikeras untuk rujuk, mungkin sakitnya tak akan separah ini. Ini memang salahnya, salah dia yang meminta Bian menikahi Marissa. Padahal sudah jelas lelaki itu menolak, dan ingin kembali padanya.Setelah mengatakan kalimat terakhirnya yang membuat Evelyn membeku tadi, Bian memang langsung pergi menuju rumah sakit. Sedang Evelyn tertegun sendiri di teras rumah, menatap punggung lelaki itu hingga hilang dibalik mobil.Tak ingin berlarut dalam kesedihan yang ia ciptakan sendiri, Evelyn memilih bangkit menuju kamar mandi. Dia membasuh muka agar tak terlalu sembab, kemudian memilih keluar bergabung bersama Bu Dena dan Karina, mungkin saja bisa menghilangkan kesedihannya.Disisi lain, Bian sedang duduk termenung di kursi tunggu
Read more
57
Marissa kesal, karena lagi dan lagi Bian mematikan ponselnya sepihak. Dia menatap sang anak yang sedang makan malam, mereka berdua duduk lesehan di ruang tamu. Chika tampak lahap, meski hanya berlaukkan telor dadar dan mie instan goreng."Sayang ... Chika mau, ya, nginep sama Mami disini? Maafin tadi Mami sudah marahi kamu, ya?" kata Marissa lembut. Dia benar-benar menyesal karena tadi sudah berlaku kasar.Chika tak menjawab, dia hanya mengangguk dan tetap fokus pada nasi didepannya. Marissa tersenyum lega, setidaknya Bian tak akan bersikeras membawa Chika jika anak itu bersedia menginap. Marissa merasa risih tinggal sendiri di kontrakan ini, apalagi jika sendirian.Chika sudah menghabiskan nasinya, dia meneguk air putih yang disediakan Marissa hingga habis. "Mami ... Kalo kita pindah gini, sekolah Chika gimana? Bakal tetap libur? Nanti Chika dimarahi ibuk guru, dong! Karena kelamaan liburnya," celetuk Chika."Aduh, Sayang! Jangan bahas itu dulu, ya? Nanti kita bahas sama Papi kamu.
Read more
58
Setelah Marissa masuk ke kamar untuk memanggil Chika, seseorang datang dan mengucap salam. Bian menjawab dan melihat, ternyata yang datang adalah pemilik kontrakan dan beberapa tetangga kontrakan Marissa.Bian menghembuskan napas kasar, dia sudah menduga apa maksud kedatangan orang-orang itu. Mereka pasti sudah salah paham, dan bermaksud menegur Bian."Maaf, mengganggu waktunya, Pak," kata si pemilik kontrakan sopan. Bian mengangguk dan mempersilahkan semua orang masuk, semuanya duduk berdesakan di ruang tamu sempit kontrakan itu, bahkan beberapa lainnya memilih tetap di teras.Marissa mengerutkan kening saat mendengar suara orang ramai diluar, dia segera mengajak Chika keluar karena penasaran.Dia bergeming didepan pintu kamar ketika melihat ruang tamu sempitnya sudah dipenuhi oleh warga. Wanita itu menatap Bian, ingin jawaban dari lelaki itu, tapi Bian tak kunjung membalas tatapannya."A-ada apa ini? Kenapa ramai-ramai?" tanyanya kaget."Duduk dulu, Mbak. Saya mau bicara," sahut seo
Read more
59
"Terus ancam dia! Kami butuh bukti kuat untuk menangkapnya nanti," titah orang suruhan Evelyn pada dua preman yang bekerja sama dengan Marissa."Ba-baik, Pak." Preman itu tertunduk sambil terus mencari kontak Marissa untuk dihubungi. "Jangan lupa direkam!" Lagi-lagi preman itu hanya bisa mengangguk patuh. Saat ini, mereka berdua berada dibawah pengawasan orang-orang Evelyn. Mereka tak bisa bergerak, bahkan memberitahu Marissa sedang diancam pun tak bisa. Kedua ponsel mereka sudah disadap, membuat ruang gerak keduanya terbatas dan tak bebas."Ada apa menghubungiku?" ketus Marissa. Padahal dalam hati dia sudah merasa was-was."Kapan kamu mentransfernya?""Hey! Bukankah sudah kubilang? Aku akan mentransfer nanti setelah aku menikah." kata Marissa."Tidak bisa! Kami butuh sekarang. Tau gitu kami nggak akan mau disuruh buat jadi pembunuh bayaran!" "Kalian ini kenapa nggak sabaran banget, sih? Sekarang ini aku belum megang uang! Lagian kalian juga melakukan pekerjaan ini setengah-setengah
Read more
60
"Terserah kamu lah, Lyn! Nanti jangan malah menyesal," sahut Karina yang sudah putus asa."Nggak ada yang perlu disesali. Sejak awal memang seharusnya sudah begini jalannya. Nggak ada gunanya juga, kan, kalau aku ngasih tau Mas bian tentang rencana kita?" Evelyn berbicara serius."Ada dong, Lyn! Setidaknya dia akan tau kalau kamu masih mencintainya! Dan kita akan berjuang bersama untuk melancarkan rencana ini, kamu ini gimana, sih?" Karina merasa gemas dengan jalan pikiran Evelyn."Sudahlah. Kita jalani saja, yang penting kita bisa membongkar rahasia busuk Marissa didepan Mas Bian. Apa yang akan terjadi selanjutnya, terserah dengan keputusannya nanti," tandas Evelyn. Dia segera bangkit dan menuju kamar...Bian mengantar Chika ke kamar, dia meminta gadis kecil itu untuk segera tidur. Setelah mematikan lampu, Bian mengecup kening Chika dan membelai lembut rambutnya."Sayang ... Langsung tidur, ya? Besok Papi antar sekolah. Oke?" kata Bian. Chika mengangguk antusias dan langsung memeja
Read more
PREV
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status