Lahat ng Kabanata ng Menjadi Candu Guruku: Kabanata 31 - Kabanata 40
131 Kabanata
Tidak Pernah Dihargai dan Diacuhkan
Kedua sahabat itu sama-sama termenung. Masing-masing sibuk dengan pikiran sendiri. Tiba-tiba saja Melanie senyum-senyum tidak jelas. Perubahan sikap Melanie, membuat Joana bertanya-tanya."Mel, kenapa? Apa sewaktu ketemu dengan pamanku tadi, Paman Ben melamar kamu untuk jadi menantunya?" goda Joana, membuat Melanie cemberut."Apaan, sih? Enggak lucu, ah!""Udah. Jangan pura-pura cemberut, gitu! Aku tahu, kok, kamu juga ada rasa 'kan, sama sepupuku itu?" Joana memainkan kedua alisnya naik turun, menggoda sang sahabat."Kenapa jadi aku, sih, Jo? Aku ke sini 'kan, mau bahas tentang kamu!" protes Melanie dan Joana terkekeh kemudian."Lebih asyik membahas tentang kamu, Mel, karena bikin aku tertawa," balas Joana seraya terkekeh senang dan hal itu membuat Melanie ikut tertawa."Asal kamu bahagia, Jo," kata Melanie."Oh ya, Jo. Tadi pagi sewaktu pelajaran olahraga, Pak Jordi nanyain kamu. Dia kayak enggak semangat gitu ngajarnya karena engga
Magbasa pa
Tergila-gila Padaku
Melihat mendung gelap di wajah sang sahabat, Melanie menepuk lembut lengan Joana. "Ceritalah, Jo, agar beban di hatimu berkurang.""Sempat aku berpikir, apakah yang aku terima ini adalah karma? Dulu, aku mengabaikan orang lain dan sekarang aku diabaikan oleh suamiku," gumam Joana sangat lirih dan tidak dapat di tangkap dengan baik oleh Melanie meski mereka berdua duduk bersisihan."Kamu bicara apa barusan, Jo?" Melanie memindai wajah sang sahabat, tetapi Joana hanya membalas dengan gelengan."Bukan apa-apa, Mel."Mendengar jawaban Joana, Melanie hanya bisa diam. Dia mengerti bahwa sang sahabat belum ingin menceritakan masalahnya dan sebagai teman terbaik, Melanie tidak mau memaksa. Dia biarkan saja ketika Joana masih khusyuk dengan lamunannya.'Tidak-tidak! Ini bukan karma. Aku tidak pernah ketus pada Sabeum Alan. Aku selalu menghargai niat baik dia meskipun aku tidak bisa menerima cintanya. Tidak seperti Pak Andre yang selalu ketus dan tidak perna
Magbasa pa
Memeluk Luka Hati
Pria berkacamata itu segera masuk ke dalam, ketika merasakan embusan angin yang menerpa kulit terasa semakin dingin. Setelah membersihkan diri, Andreas segera menghempas bobot tubuhnya di sofa dan mencoba memejamkan mata. Ketika hampir terlelap, Andreas buru-buru beringsut lalu menepuk jidatnya sendiri."Ngapain aku tidur di sini? Gadis ingusan itu 'kan, sudah tidak ada di sini?" Lagi-lagi, Andreas teringat akan Joana."Kenapa kamu seperti hantu, Jo! Ketika ada kamu, kehadiranmu mengusikku! Sekarang, ketika kamu sudah tidak ada bersamaku, bayangan kamu yang mengusikku!" Andreas menyugar kasar rambutnya.Sepanjang malam itu, Andreas benar dibuat tidak dapat memejamkan mata karena teringat dengan Joana.Keesokan paginya, Melanie yang memaksa Joana untuk pergi ke sekolah akhirnya menyerah. Joana tetap belum mau pergi ke sekolah. Dia masih ingin sendiri dan belum siap jika harus bertemu Andreas."Kepalaku juga masih pusing banget, Mel. Berdenyut-denyut
Magbasa pa
Apa Dia Mengkhawatirkan Aku?
Apa Dia Mengkhawatirkan Aku? Sementara di sekolah tempat Joana menuntut ilmu, Andreas nampak gelisah duduk di belakang meja guru. Tatapannya terus tertuju ke arah tempat duduk salah satu siswi, yang pagi ini kembali tidak berpenghuni. Ada perasaan hampa yang menyelinap di hati sang guru muda, mengetahui Joana lagi-lagi tidak ada di tempat duduknya.'Melanie bilang kamu sakit, Jo. Apa benar waktu itu kamu sungguh-sungguh sakit dan sedang tidak mencari perhatian dariku?'"Pak Andre. Yang sudah selesai, apa boleh keluar?" Pertanyaan seorang siswa, menarik Andreas dari lamunannya tentang Joana."I-iya. Silakan kumpulkan dulu di sini!" Andreas lalu berdiri dari tempat duduknya.'Tidak-tidak! Aku tidak boleh terus-terusan melamunkan dia! Aku yakin, dia hanya menggertak saja. Setelah dia kembali ke sekolah, dia pasti akan menemuiku dan merengek padaku,' bisik Andreas dalam hati, penuh percaya diri.Tidak mau kembali melamunkan Joana, Andreas
Magbasa pa
Mengetahui Kenyataan
Baru saja Joana hendak melangkah untuk menghampiri guru tampan yang masih berstatus sebagai suaminya, buru-buru dia urungkan kala Jannet datang menghampiri Andreas.'Oh. Jadi mereka pergi bersama? Aku pikir ....'  Joana menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri lalu tersenyum masam. 'Kamu terlalu percaya diri, Jo. Sudah jelas-jelas kalau dia tidak menyukaimu, kenapa masih berharap?'"Mel, kita pulang aja, yuk! Aku ngantuk, pengin segera tidur," ajak Joana yang langsung balik kanan, tanpa menunggu persetujuan sang sahabat."Lah, Jo! Katanya, kamu lapar?" teriak Melanie sambil mengejar langkah cepat Joana."Rasa laparku tiba-tiba hilang."Memang benar, itulah yang saat ini dirasakan oleh Joana. Rasa laparnya mendadak hilang dan tergantikan dengan rasa nyeri di dada.Melanie yang juga melihat kemunculan Jannet tadi, dapat mengerti apa yang dirasakan sang sahabat. Selebihnya, teman baik Joana itu memilih diam dan hanya mengiringi saja langkah
Magbasa pa
Jelas-jelas Dia Menolakku
Pagi harinya, Joana yang sudah bertekad akan melupakan Andreas, mulai berangkat ke sekolah. Kedatangan wanita belia itu bersama sang sahabat, disambut dengan heboh oleh teman-teman sekelasnya yang sudah merindukan celotehan Joana. Ya, Joana yang selalu bisa bikin ramai suasana kelas, tentu kehadirannya di sekolah setelah bolos selama empat hari, sangat dinantikan."Sakit apa, sih, kamu, Jo? Sakit rindu gara-gara Sabeum Alan lama menghilang, ya?" cecar salah seorang teman yang mengetahui betapa gencarnya pelatih bela diri di sekolah itu, mendekati Joana."Enggak, ah. Biasa aja. Aku lebih merindukan kamu malah Dav, dari pada dia," balas Joana seraya mengerling, menggoda teman yang duduk di bangku belakangnya."Kamu bicara seperti itu, David bisa enggak tidur tujuh hari tujuh malam, Jo," sahut temannya yang lain sambil tergelak.Tawa teman-teman yang lain pun pecah dan mereka serempak godain David, yang memang menyimpan perhatian khusus pada Joana. Namun, se
Magbasa pa
Bagaimana Endingnya?
Joana seketika terdiam di tempatnya berdiri. Senyuman di wajah cantiknya pun langsung sirna, lenyap entah ke mana senyum itu pergi. Tersisa wajah yang kini berselimut mendung kelabu, seolah hujan badai akan segera turun membasahi bumi."Maaf," kata Joana, lirih.Andreas tersenyum miring melihat ekspresi Joana. Guru tampan itu lalu berdiri dan mendekati siswi yang masih berstatus sebagai istrinya."Kenapa, Jo? Kenapa sikapmu tadi seperti itu ketika di kelas? Kamu bersikap biasa saja, seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita. Apa kamu puas karena sudah berhasil mempermainkan aku? Kamu pasti sengaja, kan, mempermainkan perasaanku? Kamu jerat aku dengan pernikahan dan setelah itu, kamu pergi dari apartemenku dengan alasan sakit. Padahal yang aku lihat semalam, kamu malah keluyuran!"Joana tertegun mendengar tuduhan demi tuduhan yang dilontarkan oleh Andreas, tanpa jeda. Susah payah wanita belia itu menelan saliva. Joana sampai tidak tahu, harus memu
Magbasa pa
Kemana Dia Pergi?
Joana yang sudah membalikkan badan, menatap Andreas dengan dahi berkerut dalam."Bukankah pernikahan kita ini hanya di atas kertas, Pak Andre? Kita sudah pernah membicarakannya, di hari saya meninggalkan apartemen Bapak. Kita hidup masing-masing dan saya juga sudah membebaskan Pak Andre jika ingin mencari kebahagiaan Bapak sendiri, kan? Lalu, apalagi yang Anda maksudkan?"Joana berkata dengan nada suara yang dibuat sebiasa mungkin, seraya mencoba untuk tersenyum. Dia tidak ingin menunjukkan sisi rapuhnya kembali di hadapan Andreas."Saya serahkan sepenuhnya keputusan di tangan Pak Andre. Saya siap jika harus menjadi ...." Joana sejenak menghentikan ucapannya. Susah payah wanita belia itu menelan saliva."Saya siap jika harus menjadi janda," lanjutnya. Setelah berkata demikian, Joana mengayun langkah dengan cepat menuju UKS dan kemudian mengunci pintu ruang kesehatan tersebut.Joana tidak peduli meski bel tanda masuk telah berbunyi. Dia hanya ingin
Magbasa pa
Jo Menyerah, Bu
Andreas yang nampak gelisah mondar-mandir tidak jelas di ruangannya. Guru muda itu sampai melupakan keberadaan Melanie di sana. Hingga dehaman sahabat Joana itu, kemudian menyadarkan Andreas. "Oh ya, Mel. Apa kamu sudah mencoba menghubungi nomornya, Mel?" "Belum, Pak. Oh, ponsel saya ketinggalan di kelas," balas Melanie, setelah menyadari bahwa dia tidak membawa ponsel. "Lagipula, baterainya habis, Pak." "Ya, sudah. Biar saya coba menghubungi dia." Andreas kemudian menelepon ke nomor yang dia beri nama 'istri kecilku'. "Tidak aktif, Mel." Wajah Andreas semakin terlihat khawatir. Ya udah, Pak. Saya akan mencari ke tempat lain," pamit Melanie, bergegas meninggalkan ruangan Andreas. "Kamu ke mana, sih, Jo? Kondisi kamu sedang tidak baik-baik saja. Kalau ada apa-apa denganmu bagaimana?" Andreas nampak sangat khawatir. "Apa sikapku tadi keterlaluan, ya?" Andreas segera mengemasi barang-barangnya. Dia harus mencari Joana karena tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi pada siswi yang mas
Magbasa pa
Terlambat Menyadari Perasaan
Terlambat Menyadari PerasaanAndreas yang sudah tidak ada jam mengajar lagi, segera meninggalkan sekolah. Dia memacu motornya dengan kecepatan tinggi untuk menuju apartemen Joana. Guru matematika itu ingin memastikan sendiri bahwa Joana sudah berada di sana dan dalam keadaan yang baik-baik sajaBaru saja Andreas memarkirkan motor, terdengar ponselnya berdering. "Ibu," gumamnya, setelah mengambil ponsel dari kantong baju dan membuka layar benda pipih tersebut.[Halo, Bu.][Nak. Apa kamu masih mengajar? Jika kamu sudah pulang nanti, segeralah ke rumah ibu. Ada yang ingin ibu bicarakan denganmu.][Tentang apa, Bu?][Nanti saja di rumah. Ibu tunggu, ya.]Tanpa menunggu jawaban Andreas, Bu Martha menutup panggilan secara sepihak. Hal itu membuat Andreas bertanya-tanya."Ada apa, ya? Sebaiknya, aku ke rumah ibu sekarang. Masalah Joana, nanti lagi aku pikirkan. Lagipula, aku bingung harus beralasan apa jika mencari dan bertemu dengan
Magbasa pa
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status