Lahat ng Kabanata ng Cinta Yang Sesungguhnya: Kabanata 21 - Kabanata 30
78 Kabanata
21. Aku Yakin Kau adalah Wanita Yang Kuat
Mungkin karena semalam Aya tidak bisa tidur dengan nyenyak dan juga luka di punggungnya terasa begitu sakit meski sudah di olesi salep oleh Elvan, pagi ini ia kesulitan untuk bangun pagi. Tapi untungnya ia ingat jika Bi Enah sudah kembali bekerja. Aya merasa lemas dan sedikit demam, matanya terasa sangat bengkak karena tangisnya semalam. Menceritakan semua masalah yang menimpa dirinya membuat Aya kembali begitu bersedih. Sekeluar Elvan dari kamarnya, ia masih terus menangis hingga ia lelah dan tertidur. Selain bengkak matanya juga terasa sangat perih. Pintu kamarnya di ketuk, dan dengan spontan Aya mendudukkan tubuhnya. “Masuk…” serunya memberikan ijin pada pengetuk pintu untuk masuk ke dalam kamarnya. Aya mencoba merapikan rambutnya, ia takut jika Elvan yang masuk dan merasa tak enak jika ia dalam keadaan yang berantakan. Juga dengan kaos milik Elvan yang terl
Magbasa pa
22. Aku Harus Sembuh
Terdengar suara mesin mobil dari arah bagian depan villa, Aya hanya dapat mendengar suara mesin mobil tersebut tanpa bisa melihatnya dari jendela kamarnya untuk memastikan siapa yang datang. Elvan sudah meninggalkan kamar yang ditempatinya sekitar 1 jam yang lalu setelah Elvan mengubungi seseorang melalui ponselnya. Yang Aya yakini adalah dokter yang akan memeriksanya. Jantungnya masih saja berdebar tak karuan, masih ada rasa was-was dalam dirinya. Mengingat ia mengenal Elvan belum cukup lama, hingga ia masih sedikit tak mempercayainya. Aya ingin mengintip keluar berharap jika yang datang bukanlah mobil polisi. Aya menghembuskan napasnya kasar, “Kenapa aku terus-terusan merasa ketakutan seperti ini? Bukankah jika Elvan sudah memiliki niat buruk padaku dan melaporkanku, sudah sejak awal dia menghubungi polisi dan menyerahkanku?” “Bahkan semalam ia membantuku mengobati luka-luka di pu
Magbasa pa
23. Tanpa Shella, Aya Tak Mungkin Merasakan Jadi Seorang Ibu
“Berapa yang harus ku bayar untuk pemeriksaan dokter tadi?”“Tidak, kau tidak perlu untuk mengganti biaya dokter tadi,” jawab Elvan.Aya berjalan mendekat pada Elvan seraya mengangguk pelan, “Tidak, aku tidak ingin merepotkanmu, apalagi membebani biaya dokter untuk memeriksa dan mengobati lukaku,” seru Aya. Kemudian ia mengeluarkan 5 lembar uang berwarna merah dari dompetnya, dan menyerahkannya pada ELvan.Elvan hanya menatapnya dan enggan untuk menerimanya, bagaimanapun ia tulus membantu wanita ini. Dan uang bukan masalah baginya. Elvan mengangkat tangannya untuk menolak uang yang di sodorkan oleh Aya padanya.“Jika kau pikir aku tidak membawa uang sama sekali itu salah. Aku membawa semua uang tabunganku. Jadi aku mohon terima lah. Uang ini tidak ada artinya jika dibanding dengan kebaikanmu menampungku sementara di sini. Aku tidak mau semakin menyusahkanmu…” pinta Aya“Uangku cukup untuk kebutuhanku beberapa bulan ke depan, jadi kau tidak perlu khawatir…” lanjut Aya karena Elvan teta
Magbasa pa
24. Aku Mengerti Dengan Kekhawatiranmu
Seketika Elvan menolehkan wajahnya ke arah sampingnya. Dan menemukan Aya yang sudah berdiri di sisinya. “Maafkan aku karena mengagetkanmu, tapi pakailah, di luar dingin…” ujar Aya seraya menyodorkan jaket milik Elvan yang tergantung di gantungan dekat pintu. Elvan sedikit kaget dengan kedatangan Aya, karena sejak tadi ia hanya fokus menatap ke langit di mana ia merasa jika mendiang istri dan anaknya sedang menatapnya dari sana. Awalnya Elvan merasa terganggu dan hendak menegurnya, tapi melihat wajahnya yang tulus memberinya jaket untuk menghangatkan tubuhnya. Elvan meredam emosinya tersebut. Apalagi mengingat jika wanita ini masih belum pulih dari luka-lukanya. “Terima kasih,” ujar Elvan kemudian dan meraih jaket yang di sodorkan oleh wanita itu. Elvan menatap tangannya yang gemetar, hingga ia berpikir jika wanita itu juga merasa kedinginan meski su
Magbasa pa
25. Elvan Ravindra Dewangga, Apa Kau Pernah Mendengar Nama Itu?
Aya tersenyum senang mendengar jika bisnis keluarganya sudah membaik. Ia memang merasa sungkan kepada keluarga Sanjaya karena mereka telah menolong keluarganya di saat bisnis ayahnya sedikit terpuruk. Meski kedua orang tuanya tidak pernah mendengarkan keluh kesahnya saat menjalani rumah tangga dengan Andre, tapi bagaimanapun mereka adalah orang tuanya. Tanpa mereka ia tak ada di dunia ini. Meski menyakitkan, tapi Aya menghormati mereka. Dan ikut merasa sedih saat ibu mertuanya sempat menghina kedua orang tuanya dan mengatakan jika mereka melahirkan anak perempuan yang cacat. Karena tidak bisa memberikan keturunan. Bukan hanya itu, ibu mertuanya juga kerap menyindir dana yang mereka keluarkan untuk membantu bisnis keluarga. Betapa sakitnya Aya mendengar semua perkataan buruk mereka. Tapi Aya tetap mencoba bersabar, dan berharap sebuah keajaiban datang untuknya, membantunya bangkit dan menariknya dari
Magbasa pa
26. Apa Ini Takdir? Hingga Aku Harus Tahu Keadaanmu Sebelum Kau Meninggal?
Raut wajah Elvan seketika berubah. Emosinya mulai terlihat di wajahnya. Tapi ia berusaha menenangkan dirinya. Tidak ada alasan untuk marah pada Aya. Dan mungkin wanita yang di depannya ini lah yang menjadi teman berbincang istrinya untuk terakhir kalinya. Elvan berusaha tersenyum meski sulit, “Apa dia terlihat bahagia saat itu?” tanyanya dengan suara berat. Aya mengangguk pelan, “Dia mengatakan sudah tidak sabar menunggu bayinya lahir, agar kebahagiaan keluarga kecilnya semakin sempurna…” Elvan diam tak berkata apapun. “M-maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk mengingatkanmu, maafkan aku…” lirih Aya merasa tak enak. “Tidak, itu bukan salahmu. Kini aku tahu betapa senangnya dirinya sebelum kejadian itu menimpanya… setidaknya dia mendapatkan teman ngobrol yang menyenangkan di saat aku tidak bisa menemaninya,” liri
Magbasa pa
27. Kalau Lu Bukan Temen Gue, Udah Gue Lempar Ke Bawah Sana!
Setelah menempuh perjalanan hampir 4 jam lamanya dengan mengendarai mobinya sendiri, akhirnya Elvan sampai di Jakarta. Meski sudah 8 bulan lamanya ia meninggalkan kota ini tapi ia tidak lupa dengan jalan-jalan di sini. Dengan memacu mobilnya Elvan menuju kantor miliknya yang sudah lama tidak di injaknya. Andrew sudah mengaturkan jadwal pertemuannya dengan klien penting dari perusahaan asing tersebut. Jakarta tidak banyak berubah saat terakhir kali ia tinggalkan berbulan-bulan yang lalu. "Masih tetap sama, macet dimana-mana," gumam Elvan. Mungkin karena Elvan sudah lama tinggal di pegunungan dengan udara yang bersih dan sejuk, ia merasa sedikit tidak nyaman saat ini. Perbedaannya sungguh signifikan. Jika di vilanya hanya warna hijau membentang sejauh mata memandang dengan langit yang begitu luas. Di sini hanya ada gedung-gedung tinggi pencakar langit dan mobil yang berseliweran di mana-mana. Bahkan la
Magbasa pa
28. Dia Tidak Takut Kan Tinggal Sendirian Di Sana?
“Vann…” panggil Andrew. “Hmm…” sahut Elvan hanya dengan gumaman. Karena ia sedang duduk di bangku penumpang di belakang, dan fokus pada laptop miliknya bersama berkas-berkas yang sedang ia pelajari untuk menghadapi klien pentingnya sore ini. Sedangkan Andrew mengemudikan mobil milik Elvan di depan sendirian. Saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju tempat di mana mereka akan bertemu dengan klien mereka. “Kok gue jadi kayak sopir Lo aja ya!” dengus Andrew merasa tak terima karena Elvan menyuruhnya untuk mengendarai mobilnya sendiri tanpa sopir. “Emang! Gak suka?” desis Elvan. “Kan gue asisten Lo, Van. Bukan sopir Lo!” “Anggap aja ini hukuman Lo karena celap-celup di kantor!” seru Elvan tanpa menolehkan wajahnya pada Andrew yang sudah terlihat kesal. 
Magbasa pa
29. Nah Gitu Dong Pulang, Kamu Kaya Anak Ilang Aja
Soraya dan suaminya--Mahanta duduk di meja makan pagi ini seperti biasanya, tapi ia sedikit kaget karena ada tiga piring yang tersedia di meja makan. Sedangkan biasanya mereka hanya berdua saja. “Dad? Ada siapa?” tanya Soraya pada suaminya dengan tatapan penasaran. Suaminya yang sudah duduk di dekatnya menatap istrinya tersebut kemudian mengangkat kedua bahunya, “Mana Daddy tahu, bukannya dari tadi aku bersamamu?” Soraya tampak semakin bingung, kemudian mengingat-ingat kejadian semalam. Apakah dirinya menerima tamu atau ada yang datang, tapi seingatnya tidak ada sama sekali. “Apa Dad terima tamu tadi malam, waktu Mami udah tidur?” tanyanya lagi. “Lah Daddy lebih dulu tidur dari pada Mami,” jawab Mahanta cuek. “Oh iya bener, jadi ini piring untuk siapa?” Lagi-lagi Mahanta mengangkat kedua bahunya.
Magbasa pa
30. Bisa Masuk Penjara? Berapa Lama?
Sebelum jam makan siang, pertemuannya dengan klien dari perusahaan asing itu sudah selesai. Sebentar lagi jam makan siang, tapi Elvan malas untuk keluar dari ruangannya. Hingga ia hanya meminta Andrew untuk memesankan makanannya dan mengirimnya ke ruangan. Lagi pula, setelah makan siang Ryan akan segera datang ke kantornya. Dan beberapa menit yang lalu makanan yang di pesan oleh Andrew sudah datang, bahkan kini Andrew sudah ada di depannya. Mengajaknya makan bersama di ruangan Elvan. “Kenapa Lu gak makan di ruangan Lu aja! Ajak tuh sekretaris gue, makan atas bawah sekalian!” sindir Elvan. “Mengganggu pemandangan aja, muka Lu!” desisnya kemudian. “Dih sirik! Bilang aja kemarin ngiri, kan!” balas Andrew. “Gak ada ngiri-ngiri!” dengus Elvan kemudian membuka bungkusan makanannya. Ia memesan cumi asam manis untuk men
Magbasa pa
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status