All Chapters of Menjadi Istri Dadakan Presdir Tampan: Chapter 111 - Chapter 120
170 Chapters
Bab 111 - Perasaan Embun
“Jika mereka tidak mau ganti rugi, silakan telepon polisi dengan laporan mengganggu ketenangan.”Kalimat Embun tersebut memberikan dampak langsung pada para remaja pembuat onar. Mereka terdiam, kemudian saling berbisik antara satu sama lain.“Ka-kami hanya memecahkan piring! Kenapa harus lapor polisi?”“Bahkan jika hanya satu piring yang pecah, itu sudah merupakan kerugian di pihak kami,” ucap Embun. “Apalagi kalian sudah menimbulkan kerusakan di sini. Sekaligus keributan, mengganggu pelanggan yang lain.”“Cih! Padahal tidak ada pelanggan lain.”Embun mendengar kalimat itu terucap dengan volume rendah dari salah satu remaja, dan dia mengakuinya. Beberapa hari belakangan ini, pengunjung kafenya hanyalah mereka yang penasaran dengan skandalnya bersama Aletta. Pengunjung yang benar-benar ingin makan di sini bisa dihitung jari saja.Dan saat ini, tidak ada pelanggan lain selain gerombolan remaja ini.Namuun, bukan berarti Embun ingin mengakuinya.“Saya tidak mau berdebat lagi. Apabila mem
Read more
Bab 112 - Embun yang Jarang Menangis
Suara tangis Embun makin membuat Rindang tidak dapat bicara selama beberapa waktu, setelah ia membombardir Embun dengan pertanyaan-pertanyaannya begitu ia bertemu dengan sang adik tadi.“H-hei, Embun. Kenapa–”Kakak Embun tersebut tidak tahu bahwa Embun sudah berada di batas kewarasan dan kesabarannya beberapa hari belakangan ini. Satu dorongan lagi, benar-benar satu dorongan kecil dari kemunculan Rindang berhasil meruntuhkan pertahanan istri Kaisar Rahardja tersebut.“Kakak sama saja dengan mereka,” ucap Embun, mencengkeram tepi kemejanya. “Kenapa aku viral, kenapa aku tersandung kasus, kenapa ini kenapa itu. Menurut Kakak kenapa? Apa Kak Rindang pikir aku sengaja ingin viral dengan kasus begitu? Aku juga tidak tahu bagaimana bisa–”Suara Embun kembali pecah di akhir kalimat, membuatnya berhenti bicara. Sementara pipinya sudah basah oleh air mata.Ah, dia benci menangis seperti ini. Wanita itu mencengkeram bagian depan bajunya, merasakan sesak akibat isak tangis yang ia tahan.Ia ti
Read more
Bab 113 - Sang Kakak Datang Menyelamatkan
“Apa kata Kaisar mengenai kasus ini?” Embun tidak menjawab, tapi pelukannya pada sang kakak mengerat saat mendengar nama suaminya tersebut. Kali itu, Rindang tahu bahwa ia tidak bisa menekan Embun lebih jauh dengan pertanyaan ini pula. Oleh karena itu, Rindang memutuskan untuk menunggu. Sang kakak diam sembari tetap mengelus punggung Embun, menenangkan adiknya selama beberapa saat. Kemudian setelah isakan Embun mereda, Rindang bersuara, “Minum, Embun.” Wanita itu menyodorkan air putih yang tadi dibawakan Embun untuknya pada sang adik. Perlahan, Embun kemudian melepaskan pelukan dan merentang jarak dari Rindang untuk minum air putih. Tatapan Embun terfokus pada lututnya, tidak berani melihat ke arah Rindang setelah ia meledak tadi. Akan tetapi, Rindang tetap tersenyum dan menepuk puncak kepala Embun dengan lembut. “Aku tidak marah kok,” ucap Rindang. Ia kemudian meraih tisu dari kotak di atas meja dan memberikannya pada Embun. Si adik menerimanya dan bergumam, “Maaf, Kak.” Ri
Read more
Bab 114 - Teguran Kakak Ipar
“Bisa-bisanya kamu membiarkan adikku sendirian di saat seperti ini.” Kaisar cukup terkejut dengan kalimat sapaan tersebut, tapi tidak ia tunjukkan. Apalagi dalam suaranya yang menyahut Rindang dengan tenang, “Selamat sore, Kak.” Di seberang saluran telepon, Rindang mendengkus. “Tidak ada penyangkalan?” balas Rindang. “Jujur, Kaisar. Kamu tahu berita-berita yang sedang menyerang Embun di luaran saja, kan?” Mendengar pertanyaan itu, Kaisar mengernyit. Sudut-sudut bibirnya tertarik ke bawah, cemberut lebih dalam. Selama beberapa hari ini, sejak berita pertama keluar, Kaisar sudah memerintahkan para bawahannya untuk mengatasi pemberitaan yang beredar. Hanya saja, karena sudah menyebar dan viral, serta bercabang ke mana-mana, pemberitaan mengenai Embun tidak bisa “dimatikan” begitu saja. Perlu ada rencana yang dipikirkan dengan matang. Akan tetapi, bukan berarti Kaisar abai dengan berita-berita tersebut. Ialah yang justru kemungkinan paling tahu mengenai apa yang mereka katakan meng
Read more
Bab 115 - Satu Orang di Pihak Embun
“Embun. Selamat malam.” Embun tertegun. Langkahnya terhenti beberapa meter dari pria itu. Rasanya, sudah lama sekali ia tidak mendapati pria itu berdiri di sana, untuk menjemputnya seperti apa yang sering ia lakukan. “Malam, Kaisar,” balas Embun kemudian. Ia berdeham, tiba-tiba merasakan perasaan aneh di dasar perutnya. “Ada apa?” Suasana di antara mereka terasa canggung, setelah Embun pergi begitu saja dari kamar Kaisar pagi itu. “Menjemputmu,” ucap Kaisar. Perlahan, pria itu berjalan mendekati Embun dan dengan lembut mengambil tas yang sejak tadi dijinjing oleh sang istri, berisi baju-baju kotor Embun. Kaisar juga mengambil alih tas slempang Embun dari bahu wanita itu dan menyampirkannya di bahunya sendiri. Meskipun begitu, sepasang mata Kaisar tidak mengalihkan fokusnya dari wajah Embun. “Kamu tampak lelah.” Pria itu berkomentar pelan. Embun berdeham sekali lagi, kemudian menunduk. Kaisar melakukan semua itu seakan-akan ia sering melakukannya–atau biasa melakukannya, hing
Read more
Bab 116 - Obrolan Tengah Malam
“Embun, semua ini bukan salahmu.”Wanita itu menatap sang suami dalam diam selama beberapa saat, hingga kemudian Kaisar melanjutkan.“Apa yang sedang terjadi saat ini, memang sangat disayangkan, dan perlu penanganan cepat,” kata pria itu. “Tapi tidak satu pun hal itu yang disebabkan karena kamu melakukan sesuatu yang salah.” Hening sejenak, sebelum kemudian Kaisar menambahkan, “Jadi jangan makin membebani pikiranmu dengan memikirkan hal-hal buruk.”Embun kembali menunduk, menatap makanan di hadapannya. “Bagaimana tidak?” gumam Embun pelan. “Bisnis kafe ini terancam dan goyah, setelah sempat melejit beberapa bulan. Para karyawanku tampak gelisah, baik yang baru maupun yang lama. Hal yang sama terjadi dengan restoran di Asthana Hotel. Baru saja disahkan, tapi sudah terlibat kasus saja. Apalagi itu adalah bentuk kerja samaku dengan pihak hotel.”Wanita itu menghela napas panjang.“Belum lagi … Kak Rindang.” Embun memejamkan matanya sesaat. “Pasti kesulitan karena aku.”Ia mengingat gosi
Read more
Bab 117 - Kabar Terbaru dari Restoran
“Jika kamu tidak keberatan, apakah kamu mengizinkanku untuk membantumu sekali lagi?”Membantu?Ucapan Kaisar membuat Embun tertegun. Tentunya ia sangat familier dengan kata itu karena di banyak kesempatan, suaminya tersebut memang membantu Embun.Mulai dari–ah, awal pernikahan? Berkat Kaisar, Embun bisa keluar dari rumah mertua Rindang. Pria itu kemudian juga membantunya mengembangkan bisnis, membuka jalan hingga Embun berani melangkah lebih jauh dengan kafenya.Sekali waktu Embun mendapatkan masalah di luar kota, Kaisar bahkan menjemputnya.Lalu insiden minuman waktu itu–Pria itu sudah berbuat banyak.Dan itu cukup bagi Embun.Karenanya, Embun tersenyum pada suami yang dijodohkan padanya tersebut. “Terima kasih, Kaisar,” ucapnya. “Tapi sepertinya aku harus menolak.”Sedetik yang lalu, Kaisar hampir yakin bahwa Embun akan menerima bantuannya. Karenanya, pria itu terkejut saat sang istri menolak bantuannya.“Apakah ada masalah, Embun?” tanya Kaisar. Suaranya yang dalam terdengar hati-
Read more
Bab 118 - Pengunjung Kurang Ajar
“Apa bagusnya restoran ini? Ini hasil main belakang antara petinggi hotel dan wanita kalangan bawah, bukan?”Friska terkejut mendengar ucapan dari pasangan kencan butanya kali ini. Kemarahan memenuhi dadanya. Ia bahkan samoai tidak tahu mana yang lebih menyinggungnya, pertanyaan si pria asing tentang apa yang menarik dari restoran Embun ini, tuduhan pria itu, atau bagaimana ia menyebut Embun sebagai wanita kalangan bawah.“Pelayan!” Sebelum Friska sempat bereaksi, pasangan kencannya mengangkat tangan dan memanggil pelayan dengan suara keras. “Rekomendasikan aku minuman di sini. Yang paling mahal.”Dengan terburu-buru, salah seorang pramusaji mendatangi meja mereka untuk mengonfirmasi pesanan. Namun, teman kencan Friska mengusirnya dengan tidak sabar.“Yang, Paling. Mahal.”Baru juga tiga menit, Friska sudah mengetahui bahwa pria ini sombong, menyebalkan, dan tidak tahu sopan santun.Gadis itu heran. Mengapa makin lama, pasangan kencan butanya makin tidak punya akhlak begini? Kualitasn
Read more
Bab 119 - Pasangan Kencan Buta
“Konyol.”Setelah kata itu terucap, Friska seperti baru menyadari bahwa ia sudah melanggar batas. Namun, ia tidak menyesalinya karena apa yang ia ucapkan itu jujur, sekalipun hal itu membuat pria di hadapannya langsung bangkit berdiri dengan marah.Ah, tapi mungkin itu karena es kopi yang Friska siram ke kepala pasangan kencannya.“Wanita kurang ajar!” sergah pria itu. Kursi yang tadi ia duduki terjungkal ke belakang lantaran pria ini berdiri terlalu kasar dan tiba-tiba.Awalnya, Friska hanya mendongak sembari tetap duduk di kursinya. Namun, tiba-tiba saja pergelangan tangannya dicengkeram begitu kuat dan ditarik hingga ia berdiri. Gadis itu mengaduh pelan, berusaha menarik tangannya kembali.“Anda–”“Jangan sok mengajariku, dasar kampungan! Perempuan bodoh!” Teman kencan Friska mendorong gadis itu, di saat yang bersamaan dengan ia melepaskan cengkeramannya di tangan Friska, membuat gadis itu terhuyung ke belakang.Tangan Friska kelabakan mencari tempat untuk bertumpu, saat kakinya
Read more
Bab 120 - Satu Lagi Kegilaan Friska
Friska mengernyit sekali lagi, merasa heran. Kenapa Nicholas harus berterima kasih? “Bagaimana?” Nicholas bertanya lagi ketika tidak mendapatkan respons apa pun dari Friska. Ia mengira bahwa gadis itu keberatan bergabung dengan orang yang tidak ia kenal. Pria itu hampir menyinggung tentang identitasnya saat Friska tiba-tiba saja mengangguk. “Baiklah.” Friska melihat sekeliling. “Di mana mejamu?” Nicholas tersenyum. “Mari, Nona,” ucapnya, membawa Friska ke mejanya. Ia bahkan menarik kursi untuk gadis itu duduki. “Mau pesan apa?” “Hm?” Friska mendongak. “Yah.” Nicholas mengangkat bahu. “Es kopimu kan sudah tidak bersisa. Mau kupesankan menu andalan di sini?” Ia tersenyum lebih lebar. “Tenang. Bukan yang paling mahal kok.” Wajah Friska memerah, teringat ucapan pasangan kencannya tadi. “Hei. Jangan menggodaku begitu,” balasnya. Nicholas terkekeh pelan. “Maaf,” katanya. “Jadi?” “Es kopi lagi saja. Terima kasih.” Pria di hadapannya mengangguk dan memesan minuman untuk Friska. Sem
Read more
PREV
1
...
1011121314
...
17
DMCA.com Protection Status