Semua Bab Kontrak Benih Sang Kupu-kupu Malam: Bab 11 - Bab 20
71 Bab
Bab 11 Banyak Cerita
"Paketnya, Bu!" Dia menyodorkan sebuah kotak sedang yang bobotnya ringan kehadapanku."Terimakasih, Bu." Katanya berlalu pergi.Untuk siapa paket ini ditujukkan dia berlalu begitu saja.Meskipun sempat kebingungan, akhirnya aku mengedikkan bahu dan kembali menutup pintu. Terlihat nama penerima yang tertera adalah Amelia, sementara pengirimannya tak menyebutkan nama dan hanya menulis nomor ponsel. "Nil!" "Ya, Mbak?" Tampak terlihat Nila berlari tergopoh-gopoh dari arah kamar mandi."Maaf, habis buang hajat tadi." Ucapnya dengan napas tersengal-sengal."Oh, beol. PNesan nggak nyaut dari tadi ke" aku memutar bola mata. Lalu menyodorkan pada Nila paket yang kuterima tadi. "Ini ada yang kirim paket buat Amelia, dari Singapura kayanya, ngomong-ngomong siapa Amelia?"Hadeuh. Tuh, tukang paket kayaknya salah kirim lagi. Seminggu lalu juga nyasar ke sini."Punya tetangga sebelah, nanti biar saya yang anterin." Lanjutnya."Oh, ya udah. saya mau keatas lagi kalau begitu." Ucapku dengan melan
Baca selengkapnya
Bab 12 Paket Misterius
"Bu Amelia?" Tanyaku hati-hati.Dia menatapku lama, sebelum tersenyum dan mengangguk mengiyakan."Ada paket nyasar tadi." Aku menyodorkan kotak paket yang di bawa."Oh, iya. Makasih banyak." Dia tersenyum sumringah sembari mengambil alih paketnya."Sama-sama. Sekalian kenalin, saya Alara. Baru pindah sebulan lalu." Kuulurkan tangan setelahnya.Dia menyambut uluran tanganku setelah meletakkan paketnya di bawah. Tampak sopan dan ramah sekali.Kami bejabat tangan. Menatap langsung kedalaman masing-masing."Saya Amelia. Lain kali mampir, ya. kebetulan kami cuma tinggal berdu sama suami. Itupun beliau pulan tiap enam bulan sekali." Ucapnya lembut."Loh, emang suaminya kerja apa, Bu? Maaf kalau saya lancang." Tanyaku."Suami saya pelaut, Mbak. Nahkoda kapal." Jawabnya dengan senyum kecilnya."Wah, pantesan. Siap-siap. Saya nanti sering mampir. Kalau begitu saya pamit dulu, yah." Pamitku padanya."Iya, iya, Mbak. Sekali lagi terimakasih, ya. Aneh memang, paket saya sering banget nyasar." Kat
Baca selengkapnya
Bab 13 Jalan Bareng
"Sebenarnya saya lebih suka main tarik-menarikan Lingerie." "Uhuk, ohok, huek!" Batuk Arga semakin parah saja, dia bahkan lari sampai ke wastafel terdekat."Lah, batuk, pak haji?" Cibirku."Diam, Alara," sentak Arga.Aku terkekeh geli saat saat mendengar Arga saat meneriakiku.***Tak terasa hari yang di nanti Nila akhirnya tiba juga. Dimna hari yang selama ini di nantikan yaitu pulang kampung. Dan cuti untuk sementara waktu. Membawa oleh-oleh yang sejak sipersiapkan jauh-jauh hari."Ingat pesan-pesan saya, ya, Mbak. Untuk menjadi istri yang berbakti h- hmmpt." Kujepit mulut Nila dengan jari."Iya, iya, sana pergi. Nila menenepis tanganku dengan bibir mengerucut lima senti."Jadi, ngusir? Ya udah, deh. Pamit, ya, Pak, Mbak. Ucap Nila sembari menyalami tangan Alara dan Arga."Ya, hati-hati," sahut Arga sembari membantu memasukkan tas Nila kedalam taksi.Lambaian tangan kami mengiringi kepergian Nila. Setelahnya kutatap Arga senyum dengan penuh arti."Berhenti menatap saya dengan eks
Baca selengkapnya
Bab 14 Sebuah Rahasia
Kemudian aku masih di tempat, di ruangan kerja Arga, sementara Arga yang yang berada di kamar sebelah entah apakah yang dia cari. Aku menyusulnya untuk mengetahui apa yang dia lakukan tiba-tiba suara barang terjatuh di belakang, menginterupsiku. Terlihat Arga membawa sebuah kotak yang kuketahui sebagai laci lemari berisi banyak berkas warna-warna. Kuhampiri lelaki itu, lalu membantunya membereskan berkas-berkas Naya yang tercecer di lantai. Perhatianku teralihkan, saat melihat sebuah kertas data dari panti asuhan Tali Asih. Nama Alara Andaresta tersenat di sana. Lahir di jakarta, dia puluh lima tahun silam. Dari Ibu muda bernama pendek Luna.Terdapat pula hasil tes DNA dari sepuluh tahun lalu atas namaku. Tes tersebut menunjukkan kecocokkan DNA yang hampir seratus persen sama dari ibu dan ayah..."Jangan ganggu privasi Naya!"Belum sempat membaca seluruhnya, Arga sudah lebih dulu merebut berkas itu.***Seperti yang dilakukan tempo hari. Diam adalah cara paling efektif untuk mengui
Baca selengkapnya
Bab 15 Berasa Dimanjakan
Lekas aku membuka pintu."Ada yang bisa dibantu, Bu?" Bu Melani menggeleng pelan, lalu tersenyum kecil."Nggak, kok, Mbak. Saya cuma mau anterin ini. Kebetulan saya membuat soto betawi." Dia menyodorkan mangkuk dengan dua pegangan itu ke hadapanku."Aduh, saya jadi gak enak, Bu. Makasih banyak, ya. "Iya, sama-sama. Semoga suka, ya." "Eh, ngomong-ngomong Ibu udah makan?" Tanyaku."Udah, barua aja saya selesai makan." Jawabnya pelan."Sendiri?" Perempuan itu mengangguk."Suami saya baru pulang nanti sebulan lagi, Mbak."ujarnya."Ya, ampun kalau ngerasa kesepian gabung ke sini aja, Bu. Saya juga cuma berdua dengan suami. Asisten rumah tangga saya lagi pulang kampung." Ajakku dengan senyuman."Makasih banyak tawarannya, MbK Alara. Boleh, deh nanti sesekali saya mampir." Ucapnya mengiyakan."Siap, Bu. Pokonya ditunggu."Selesai berbincang-bincang singkat dengan Bu Amelia tadi, aku bergegas kembali untuk menawari Arga soto betawi. Namun, tepat saat aku meletakkan mangkuk tersebut di h
Baca selengkapnya
Bab 16 Tidak Tergoyahkan
Aku tertegun melihat wajah Nana memenuhi layar."Gue anterin yang lu kirim kemarin, sekalian main. Kebetulan Bu Nita lagi nggak ada di rumah. " Roy menjelaskan. Kepalanya menyembul sedikit dari ponsel yang kuyakin dipegang Nana."Mama, Nana kangen. KapN pulang?" Pandanganku memburam menatap bibirnya yang mengerucut lucu. "Nana udah ditinggal papa, jangan Mama juga. Nenek bilang, Mama nggak akan balik, Nenek bilang Mama bukan Mama Nana Lagi." Kubekap mulut saat merasakan sesak di dada kian terasa menekan."Mama udah nggak sayang Nana lagi, yah?" Aku menggeleng kuat."Ng-gak, sayang. Bukan gitu." Terbata suaraku saat berusaha menjelaskan. "Terus kenap Mama ninggalin Nana? Nana nakal, ya? Nana suka ngerepotin Mama?" Kupalingkan pandangan dari layar ponsel. Tak sanggup menatap wajah yang telah menciptakan begitu banyak memori indah maupun menyakitkan selama lima tahun kebersamaan."Nana....""Nenek suruh Nana lupain Mama, Nenek bilang Mama pergi karena udah nggak sayang kita lagi. Nenek
Baca selengkapnya
Bab 17 Kabar Mengejutkan
"Jadi masak apa kita hari ini?" Arga sudah bersiap di depan pantry, sementara aku duduk memerhatikannya di salah satu kursi."Sayur lodeh kayaknya enak, tuh." Usulanku.Arga tampak berpikir."Hmmm, santan, ya? Terlalu berlemak sepertinya."Ada yang lain?" Sudah kuduga, dia memang sering repot kalau urusan makanan."Terserah. Soalnya kalau saranin yang lain salah lagi." "Ng, ya sudah. Kita masak opor kalau gitu." Arga beranjak menuju freezer, sementara aku menggaruk rambut yang tak gatal. "Apa bedanya opor sama, Supri? Kan, dua-duanya pake santan?" Aku mendumel sendiri, tampak Arga tak peduli.Baru saja dia mengeluarkan daging ayam boiler dari freezer, suara nyaring ponselnya menginterupsi. "Bisa minta tolong periksa?" Tanyanya saat melihat lokasiku lebih dekat dengan benda pipih itu. Bunda.Nama yang tertera di layar.Ternyata Ibu Naya."Mertuamu! Cetusku sembari menyodorkan ponsel."Angkat saja, tangan saya koyor." Suruhnya."Males, ah." Aku menyodorkan ponselnya lagi."Ya, udah
Baca selengkapnya
Bab 18 Rahasia Yang Terpendam
"Dua puluh tahun lalu simbok yang bantu persalinan Ibumu, di gudang belakang rumah. Bu Riska ada di sana pada saat itu. Dia, dia....""Mbok Marni!" Kami terlonjak bersamaan, saat melihat Bu Riska sudah berdiri di hadapan. Tatapannya begitu tajam. Menusuk langsung ke ulu. "Kalau bukan karena Naya yang meminta, sudah lama saya memecat anda! Selain biang masalah, anda juga tak bisa menjaga rahasia." Ancamnya wanita separuh baya itu.Mbok Marni menunduk dalam, sejenak dia menggenggam tanganku sebelum berlalu."Kita doakan, Nin Naya segera sadar, karena dia tahu yang lebih banyak yang saya tahu." Bisik Mbok Warni pada telingaku."Mbok Marni!" Suara Bu Riska meninggi. Dibentak seperti itu Mbok Mirna pun pergi benar-benar pergi.Sepeninggal Mbok Marni aku yang menjadi sasaran."Bisa kita bicara? Tapi, tidak si sini!" Ajaknya ketus.Bu Riska membawaku jauh menyusuri koridor sepi di rumah besar ini. Cengkeram yang kurasakan di lingkar lengan sudah cukup membuktikan kalau dia punya dendam te
Baca selengkapnya
Bab 19 Masalalu Yang Kelam
Demi tuhan wajahnya sangat menyebalkan sekali, tiap melihatku dia sering kali menunjukan tatapan yang sama tak menyenangkannya. Seperti ada semacam dendam terpendam, atau kebencian tak berdasar, entahkah aku pun tak mengerti.Bu Riska pergi begitu saja. Sepeninggalnya, ku tatap baso yang rasanya masih layak meski sudah sedikit tercpur sabun. Ku cuci perlahan, lalu melahapnya tanp sungkan."Lumayanlah buat ganjel."Selesai mencuci piring, kulanjutkan mencuci pakaian anak-anak yang belum bisa mengurus diri sendiri. Dari kamar ke kamar kupunguti pakaian mereka yang kadang hanya dibiarkan teronggok dilantai."Butuh bantuan?" Seringai dan wajah memuakkan itu membuatku sontak mundur beberapa langkah."Nggak usah, Pak. Saya bisa sendiri?" Kuusap tengkuk lalau menghela napas panjang untuk kesekian kali, serangan panik itu tiba-tiba menyerang tiap kaki berhadapan dengan lelaki tua ini.Dia adalah Pak joko, salah satu pengelola panti, lebih tepatnya adik Bu Herlina. Aku tak suka bila dia dekat-
Baca selengkapnya
Bab 20 Sedikit Emosi
Namun, beruntung dokter mengatakan bahwa dia baik-baik saja dan dalam keadaan sehat. Asupan nutrisi juga terpenuhi.Bu Sarah dan Pak Alif sempat datang untuk memastikan keadaan, begitu pula dengan Pak Hermawan dan Bu Riska. Tak ada sorot bersalah yang digambarkan Ibu kandung Naya itu bahkan setelah apa yang dia lakukan selama ini. Sementara sang suami, Pak Hermawan, besar kemungkinan sampai detik ini lelaki paruh baya itu masih belum tahu setatusku setelah dua puluh lima tahun berlalu. Kalaupun tahu kuyakin semua tak ajan berakhir seperti ini."Sudah, baring saja! Kamu masih sakit!" Kurasakan tangan besar menahanku bangkit dari posisi berbaring. Sejak kejadian itu, dia memang menjadi lebih perhatian dan siap siaga menemani. Pagi malam mengurusi. Terlepas dari itu kewajibannya kurasa dia memang benar-benar bersalah karena sempat mengumpankanku ke kandang macan. "Pengen pipis." Ucapku."Oh, eh.... Mau dituntun" tanyanya kikuk."Boleh." Untuk beberapa saat aku memperhatikannya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
8
DMCA.com Protection Status