All Chapters of Wanita yang Mencuri Hati Suamiku: Chapter 21 - Chapter 30
35 Chapters
Bab 21
"Assalamualaikum."Gibran memasuki rumah dan langsung disambut oleh sang Ibu yang sedang duduk di ruang tamu. Melihat putranya baru pulang dan terlihat lelah, Nurul memberi usapan lembut pada bahu sang putra setelah Gibran mencium punggung tangannya."Abi mana, Umi?" tanya Gibran setelah duduk di samping ibunya."Abi kamu sudah tidur dari tadi. Kok kamu pulangnya malam sekali?""Iya, tadi ada operasi CITO dan Gibran menggantikan Dokter Ridwan yang tidak masuk. Umi kenapa belum tidur?""Nunggu kamu pulang." Nurul tersenyum lembut. "Coba kalau kamu sudah menikah, bukan Umi lagi yang akan menunggu dan menyambutmu pulang, tapi istri kamu.""Umi." Gibran mendesah. Ia rebahkan kepalanya di pangkuan sang ibu yang langsung mengusap rambutnya penuh sayang."Umur kamu sudah 30 tahun, Gi. Kamu sudah sangat pantas untuk menikah. Tapi sampai sekarang belum ada satu orang pun wanita yang kamu kenalkan sama Umi. Bagaimana kalau Umi saja yang carikan calon buat kamu?" ucap Nurul yang langsung mendapa
Read more
Bab 22
"Hati-hati, Pa."Nada membantu Hendra duduk di kursi roda. Hari ini jadwal chek up papanya dan beruntung ia mempunyai waktu senggang dan bisa mengantar. Bersama Meisya, ia membawa sang Papa ke rumah sakit sedangakan Miranti tidak bisa ikut dengan alasan ada janji temu dengan temannya. Ya, memang sudah biasa seperti itu dan Nada masih mencoba memaklumi. Miranti memang terkesan ogah-ogahan jika Nada meminta menemani papanya ke rumah sakit. Akan tetapi, wanita itu cukup telaten dalam mengurus dan mempersiapkan segala keperluan Hendra jika di rumah. Hal itu lah yang membuat Nada tidak pernah merasa keberatan memberikan sejumlah uang jika sang ibu tiri meminta."Mbak, jadwalnya masih setengah jam lagi, kita datangnya terlalu awal. Mau nunggu di sini saja?""Iya, Mei. Kasihan Papa kalau kita nunggu terlalu jauh dari ruangan."Meisya mengangguk mengerti. Mereka duduk di ruang tunggu sambil memainkan ponsel masing-masing.Ketika membuka aplikasi instagram, Nada sempat tertegun saat mendapati
Read more
Bab 23
"Aku minta maaf atas sikap Papa barusan."Nada merasa tidak enak pada Attar atas sikap papanya. Ia meminta Meisya untuk membawa Hendra ke mobil lebih dulu sebelum sang adik pun mengeluarkan kata-kata kasar. Attar sendiri memaklumi sikap Hendra. Ia paham akan perasaan mantan mertuanya yang pasti ikut merasakan sakit karena putrinya telah dikhianati."Gak papa, Nad. Aku paham dan ngerti banget," ucap Attar dengan senyum yang sangat kentara dipaksakan. Kehadiran Gibran di samping Nada membuat dadanya bergemuruh tak karuan. Perasaan cemburu tak dapat ia tampik saat menyaksikan Gibran pun sepertinya sudah dekat dengan Hendra. Lalu, apa kabar dengan Nada sewaktu melihatnya berciuman dengan Naura? Attar bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan sang mantan istri saat itu. Namun, menyesal pun tiada guna. Kini ia harus menuai akibat dari pengkhianatan yang ia lakukan. Berpisah dengan istri yang masih dicintainya dan harus terjebak bersama Naura hanya karena rasa bersalah."Maaf, Nak Attar. B
Read more
Bab 24
Naura melempar barang apa saja yang berada di kamarnya. Sudah tiga hari setelah Attar mengantarnya ke rumah sakit, pria itu tidak pernah menunjukkan batang hidungnya. Naura kalap. Ia ingin pria itu berada di sisinya. Ia ingin Attar mendampinginya setiap saat. Naura ingin Attar. Ya, hanya menginginkan pria itu.Wandi merasa sedih sekaligus kalut melihat tingkah polah sang putri. Pria paruh baya itu mencoba menghubungi Attar, tetapi sayang pria itu tidak pernah menjawab panggilan darinya. Wandi kelimpungan, tidak tahu bagaimana caranya menenangkan Naura. Putrinya mengamuk dengan mulut yang tak henti meneriakan nama Attar."Pak Wandi, bagaimana kalau kita bawa saja putrinya ke rumah sakit jiwa? Takutnya nanti malah membahayakan Pak Wandi dan bisa jadi merambat ke warga sekitar," saran salah satu tetangga yang sengaja datang karena mendengar teriakan Naura. "Putri saya tidak gila, Bu. Kenapa harus dibawa ke rumah sakit jiwa?""Lho, si Naura teriak-teriak sama ngamuk gitu kok Pak Wandi ma
Read more
Bab 25
"Kamu marah sama Papa?" tanya Hendra ketika sudah berada di kamar sang putri. Ia paham Nada pasti kecewa karena ia telah melarangnya berbicara dengan Attar."Kenapa Papa bertanya seperti itu? Kenapa juga Nada harus marah?""Karena Papa melarangmu berbicara dengan Attar. Papa tahu sebenarnya kamu masih mencintainya kan?" Hendra menatap lekat wajah sang putri ingin melihat seperti apa reaksi Nada ketika ia bertanya seperti itu. Nada pun tidak bisa menyembunyikan perasaan dia yang sebenarnya pada sang Ayah. Tidak mudah bagi Nada untuk melupakan Attar begitu saja. "Nada masih butuh waktu untuk melupakan Mas Attar," katanya lirih.Hendra mengerti. Ia tidak ingin memaksakan kehendaknya kepada sang putri. Nada memang butuh waktu cukup lama untuk melupakan Attar. Hendra paham bahwa tidak mudah melupakan orang yang pernah memberi kita cinta sekaligus luka secara bersamaan. "Maafkan Papa kalau terlalu keras padamu. Papa hanya tidak ingin kamu terlalu lama larut dalam luka. Apa kamu pernah men
Read more
Bab 26
"Masya Allah, putri Papa cantik sekali."Nada terkejut ketika melihat Hendra sudah berada di ambang pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Nada berniat melepas jilbab yang ia kenakan, tetapi Hendra mencegahnya."Jangan dibuka, Nak. Biarkan seperti itu. Papa sangat senang melihat kamu memakai pakaian ini. Putri Papa yang memang sudah dasarnya cantik, kini makin terlihat anggun," puji Hendra dengan tulus. Nada tersipu. Papanya yang ia pikir akan menertawakan dirinya, kini malah memuji dan menyukai penampilannya."Apa Nada pantas berpakaian seperti ini?" tanyanya lirih pada sang Ayah. "Sangat. Sangat pantas," ucap Hendra dengan yakin. "Boleh Papa bertanya?" lanjutnya kemudian."Papa mau nanya apa? Tanyakan saja, tidak usah sungkan seperti itu."Hendra tersenyum dan mengangguk. "Kenapa tiba-tiba saja kamu berpakaian seperti ini? Apakah ada sesuatu atau seseorang yang menjadi alasan kamu melakukan ini?" Nada bergeming. Ia merasa bingung apakah harus jujur pada papanya atau tidak tentang pe
Read more
Bab 27
"Bisa kita bicara?"Nada masih terpaku. Kedatangan Attar ke rumahnya yang tidak ia duga, membuatnya ketakutan. Takut sang Papa akan marah dan berakhir mengusir mantan suaminya ini. Meski rasa kecewa pada Attar sampai saat ini belum hilang, tetapi Nada tidak tega jika harus melihat Attar mendapatkan amarah dari papanya."Nad--""Mau bicara apa?" Nada akhirnya menjawab. "Tentang kita. Please, aku janji gak akan lama."Nada menghela napas. Anggukan ia berikan sebelum akhirnya berbicara. "Baiklah, tapi jangan di sini. Papa pasti marah kalau melihat Mas Attar. Tunggu aku di cafe biasa, nanti aku menyusul.""Kenapa gak sama-sama saja?" Attar kecewa."Gak bisa. Kalau Mas Attar mau, silahkan ke sana duluan. Kalau tidak, ya sudah kita tidak perlu bicara." "Oke, aku ke sana duluan."Attar akhirnya mengalah. Ia memasuki mobil dan pergi ke cafe terlebih dahulu. Sedangkan Nada meminta izin kepada Hendra untuk keluar menemui teman. Sebenarnya Nada merasa berdosa karena telah membohongi sang ayah.
Read more
Bab 28
"Anda tidak apa-apa, Pak?"Nada begitu khawatir melihat Wandi yang hampir saja limbung. Ia memapah tubuh Wandi untuk didudukkan di kursi tunggu. Nada sempat terpaku ketika melihat wajah Wandi. Ia seperti pernah melihat pria ini, tetapi Nada lupa di mana. Wandi mengucapkan terima kasih dengan lirih. Tubuhnya terasa makin lemah, mungkin karena efek kelelahan dan banyaknya beban pikiran yang ditanggungnya akhir-akhir ini karena kondisi sang putri."Terima kasih sudah membantu saya, Nak. Maaf merepotkan.""Tidak merepotkan sama sekali. Saya malah senang bisa membantu Bapak. Oh ya, kalau boleh tahu Bapak mau ke mana? Keadaan Bapak sepertinya masih lemah. Biar saya antar, takutnya Bapak tidak kuat berjalan," tutur Nada dengan masih memperhatikan wajah Wandi. Mencoba mengingat di mana ia pernah melihat pria paruh baya ini. "Saya ... mau ke ruangan putri saya," jawab Wandi dengan lemah. "Tapi Anda tidak perlu mengantar. Takutnya malah merepotkan. Setelah saya beristirahat sebentar, nanti ju
Read more
Bab 29
"Bagaimana, Nak? Apakah kamu bersedia?"Abdullah mengulang pertanyaan setelah cukup lama Nada diam saja. Ia paham jika Nada masih kaget karena pertanyaannya yang mendadak. Akan tetapi, Abdullah tidak ingin menunggu lebih lama karena ia pun tahu jika sang putra sudah jatuh hati pada wanita ini. Ia tidak ingin Gibran terperosok ke dalam zina jika dibiarkan terlalu sering menemui Nada dan menghayalkan wanita ini.Nada melirik ke arah Gibran. Bisa ia lihat sorot mata penuh harap dari pria itu. Jika sudah begini, Nada tidak bisa jika harus mengecewakan Gibran dan keluarganya. Pun dengan papanya yang juga menaruh harapan besar padanya.Setelah memantapkan hati, akhirnya Nada mengangguk sambil menjawab, "iya, saya bersedia."Ucapan hamdalah dari semua orang yang berada di ruangan itu mengiringi jawaban dari Nada. Gibran tersenyum lega seraya menatap Nada dengan lekat, seakan ingin memberitahu bahwa ia sangat berterima kasih karena Nada mau menerimanya."Gib, jangan dipandangi terus. Belum ha
Read more
Bab 30
Nada menghela napas panjang sebelum masuk ke gedung kantor milik mantan suaminya. Niatnya untuk membantu Naura sudah bulat. Ia berharap Attar mau bekerjasama dengannya untuk membuat Naura sembuh seperti sedia kala. Jika memang seperti apa yang pria itu katakan bahwa ia sudah tidak mempunyai perasaan apa pun lagi kepada mantan sekretarisnya, setidaknya Attar mau berbaik hati sebagai bentuk rasa simpati kepada wanita itu.Setelah memantapkan hati, Nada memasuki kantor diiringi tatapan dari para karyawan yang tentu saja mengenalnya. Bahkan sebagian dari mereka menyapa Nada dan dibalas dengan senyuman ramah."Pak Attar ada di tempat?" tanya Nada pada seorang wanita yang duduk di meja yang dulu ditempati Naura. Nada yakin wanita ini adalah pengganti Naura sebagai sekretaris Attar."Ada, Bu. Maaf, apa ibu sudah membuat janji?""Belum. Tolong sampaikan saja padanya Nada ingin bertemu.""Baik, Bu. Tunggu sebentar."Wanita itu menghubungi Attar dan memberitahu apa bahwa Nada ingin bertemu. Set
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status