Lahat ng Kabanata ng CINDERELLA MILIK CASANOVA: Kabanata 41 - Kabanata 50
95 Kabanata
GARA-GARA PERINTAH NYONYA BETRIS
Tepat di depan rumah, Devano ingin menghirup udara yang segar setelah punggungnya sakit akibat tertidur di sofa yang busanya sudah kempes. Devano mereanggakan ototnya namun, saat berkali melakukan aktivitas semua gadis, ibu-ibu memandangnya dengan terpesona. Sontak membuat Devano percaya diri. Memang dia tdiak memungkiri jika dirinya tampan. Devano tidak menggubris mereka yang memandangnya lagi. Lelaki itu berjalan ke jalan setapak yang tertutup kulit kerang. Devano mencium aroma masakan seolah sedang menyambutnya. Devano masuk ke dalam.Pintu itu menghadap ke selatan, mengarah langsung ke halaman yang membaut ruangan di dalamnya terlihat gelap. Terkadang Devano bingung dengan kondisi Raina yang betah selama tiga bulan tinggal di rumah tua. “Hai, tampan!” Devano menoleh ke samping nyonya Betris sedang menatapnya dengan genit. Berbekal payung berwarna putih yang ada di tangannya membuat dia semakin casual.“Iya, nyonya Betris ada yang bisa saya bantu?”“Kamu adalah pelayannya Suster
Magbasa pa
PERHATIAN SANG CASANOVA
Hawa dingin menusuk kalbu. Rintik hujan masih membasahi. Senja melukiskan keindahan di langit sore. Menyalakan api di tungku perapian yang nantinya aspanya di keluarkan melalui cerobong asap di atas. Penduduk di sekitar sini kebanyakan membaut perapian untuk menghangatkan ini adalah cara terbaik untuk menghangatkan badan. Berpuluh tahun baru kali ini Devano merasakan api di dalam tungku rumah. Sesekali dia mengusap tangannya karena dingin. Sweaternya bahkan tidak mampu menampung dinginnya tubuh. Devano melirik ke belakang. Dari tadi Raina membuatkan teh lemon hangat belum juga selesai padahal sudah lima belas menit dia di dapur. Tidak ada suara dari arah dapur. “Raina.” Panggil Devano dan menuju dapur. Betapa kagetnya tubuhnya tergeletak di dapur dengan kedua mata terpejam. Devano langsung lari menghampirinya. “Raina, bangun!” Devano menepuk pipinya berkali-kali tetapi tidak ada sahutan. “Raina, kamu kenapa?” tanyanya sekali lagi. Dengan sigap Devano menggendong tubuh Raina dan mem
Magbasa pa
ROLAND, COME BACK
Sebuah suara yang mampu membuyarkan lamunan mereka. Wajah Devano, yang baru semenit lalu di penuhi dengan kebahagiaaan tiba-tiba kehilangm senyumannya, begitupun dengan Raina merasa darah tersedot dari wajahnya dan mulutnya ingin membuka dan mengatakan sesuatu yang sebenarnya terjadi. Seorang pria bertubuh tinggi dan putih melangkah masuk ke dalam ambang pintu depan, pakaian lelaki itu cukup formal dengan mantel bagian ekor berbentuk persegi, dasi kupu-kupu berwarna putih dan celana panjang hitam rapi dan licin. Pria itu melihat Raina sedang berdiri seperti patung melihat kedatangannya.“Hai, Raina. Aku sudah pulang.” Hanya itu ucapan yang tersirat di bibir manisnya. Raina menelan saliva dengan susah payah. Terlihat wajah pria yang berdiri di ambang pintu tiba-tiba memucat. Tatapan Devano sekarang beralih kepada pria yang berdiri di ambang pintu. Devano sekarang dikuasai oleh perasaan yang mengerikan. Kengerian yang lebih kuat di banding dengan kejadian sebelumnya. Raina menggelengk
Magbasa pa
KEBIMBANGAN HATI
Lelaki itu mondar-mandir di heningan malam. Mengacak-acak rambutnya penuh frustasi memikirkan bagaimana gadis itu bersama satu pria di dalam rumah. Rasa cemburu sekarang membakar hatinya. Meja makan yang masih terlihat bekas makan soupnya pun belum di bereskan. Membiarkan pemiliknya datang. Keadaan sampat mencair namun Roland datang menghancurkannya.Beberapa hari ini dia sampai belum sempat melihat keadaan kantornya, pekerjaannya. Terakhir Morgan memberitahukan jika Raymond ingin mengembalikan peternakan Farm Heroise tetapi ini belum berakhir. Raina tidak boleh apa yang telah terjadi. Kembali ke pokok masalah. Devano memikirkan cara agar Raina pulang ke rumah.“Sial, istriku itu membuatku gelisah sepanjang malam. Jam sepuluh malam. Tidak mungkin dia menginap di rumah Roland. Aku harus cari cara.” Devano menghempaskan tubuhnya di kursi. Sialan, kursi Raina membuat pantatnya sakit. Busa di kursi itu bagai setipis salju. Sebuah senyuman mengembang di wajahnya. “Devano pintar.” Devano ba
Magbasa pa
RUMAH TERBENGKALAI PART 1
Pasar hari ini cukup ramai dengan banyaknya orang-orang yang ingin berbelanja. Berbekal tas kuning Raina hendak belanja kebutuhan dapur dan memasak. Sejak dia berada di desa ini Raina mandiri dan di tambah dokter Roland setiap hari makan ke rumahnya. Entah sengaja atau tidak dokter tersebut tidak mau mengambil pembantu. Ah, satu lagi ada Devano di rumahnya. Banyak penjual menawarkan dagangannya. Raina hari ini lebih memilih masakan yang tidak terlalu susah kondisinya sekarang tidak begitu sehat. Raina merasa ada yang mengikutinya dari belakang. Namun, anggapan itu di tepis mungkin tidak. Raina sedikit berjalan agak cepat tapi dia juga berjalan sama mengikuti ritme langkah Raina. Langsung saja dia berlari menuju gang kecil. Benar dari belakang orang itu mengikutinya. Jarak rumah dan pasar cukup jauh. Soalnya lagi Raina tidak membawa ponsel. “Siapa kamu?” Raina spontan berhenti mendadak dan berbalik badan. Berdiri seorang perempuan memakai topi hitam dan masker sehingga Raina sulit me
Magbasa pa
MEMUTUSKAN UNTUK PERGI
Seorang perempuan masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Devano terpaksa membawa Raina kemari karena kondisinya yang kritis. Morgan dan yang lainnya menghajar habis-habisan komplotan Natasya dan menjebloskan mereka ke tempat penjara. Kepala Devano sedikit pusing atas apa yang dia jalani saat ini mulai dari pekerjaan dan asmara. Devano berdiri di dekat jendela dan fokus melihat Raina yang masih terbaring lemah. Devano menyerahkan semua kepada Morgan. Natasya datang dengan Morgan sebelum di bawa ke penjara. Ini sudah kelewat batas Natasya melakukan hal yang keji dan kejam. Terdengar suara langkah kaki sedang menghampirinya. “Tuan Devano saya datang membawa nona Natasya.” Ucap Morgan sambil memborgol tangan Natasya. Devano ingin naik pitam .Urat nadinya terlihat jelas dan raut wajahnya sudah memerah. Kedua tangannya mengepal dengan sangat kuat. Melihat Devano muka seram seperti itu Natasya hanya bergidik ngeri. Perlahan Devano mengatur nafasnya. Secepat kilat dia membawa N
Magbasa pa
SURAT PERCERAIAN
19.00 at Hospital... Roland masih terjaga menunggu Raina sampai sadar dari tidur panjangnya. Untuk klinik dia serahkan sama temannya sesama dokter. Sementara ini Roland ingin fokus menjaga Raina terlebih ada kabar dari Chris jika Devano sudah kembali ke Paris. Otomatis Devano mendengarkan perkataannya. Ini semua untuk kebaikan mereka berdua terutama Raina. Mata indah dari dokter muda tak henti-hentinya menatap Raina yang masih tertidur teringat cerita putri salju. Sekelebat dia ingin melakukan hal yang sama dengan pangeran, dia menghela nafas panjang dan mulai bangkit dari duduknya. Perlahan dia mendekatkan wajahnya ke arah Raina. Kali ini dia memakai oksigen nasal. Roland mencondongkan wajahnya dan bibirnya mulai menyentuh bibir Raina. Dan...“Devano.” Ucapnya lirih. Seketika Roland langsung menghentikan aksinya dan menjauh dari Raina kembali duduk di samping ranjang. Kata yang terucap pertama kali membuat Roland tertegun. Seharusnya bukan nama itu melainkan namanya yang pertama k
Magbasa pa
GARA-GARA RUMAH
Duduk di kursi pesawat sambil melihat pemandangan di udara memang sangat menyenangkan. Birunya langit dan gumpalan awan terlihat indah dalam balutan lukisan langit biru. Cuaca hari ini cukup cerah tapi tidak secerah dengan hatiku. Disampingiku ada sang Casanova, dia tidak henti-hentinya menggenggam tanganku dengan erat. Aku melepaskan tanganku tapi dengan sigap tangannya membawaku lagi dalam genggamannya.Setelah Raina menandatangani surat cerai, entah kenapa Devano tidak bisa lepas dari Raina. Saat itulah dia kembali lagi ke desa tersebut dan menyatakan cinta kepada Raina. “Biarkan seperti ini, Sayang. Aku ingin selamanya tangan ini ada di genggamanku. Biarkan seperti ini.”Katanya sambil memejamkan matanya dan menggenggam erat tangan Raina. Kali ini Devano tidak mau jauh dari Raina. Dasar masih tidur saja pria ini bisa menggombal. Rain pasrah saja Devano melakukan hal ini. Bagaimana dengan nasibku kelak. Apakah dia akan terus menjaga? Sang Casanova ini memang membuat Raina dilanda
Magbasa pa
MULAI JATUH CINTA SATU SAMA LAIN
“Rumah siapa ini?” Devano bingung. Dari balik dalam jendela mobil Devano melihat Raina keluar dari taksinya, “Oke, kita pulang Morgan. Aku lega di mana dia berada.” Ucapnya dengan puas. Morgan melajukan mobilnya dan pergi. Raina langsung memencet bel. Semoga Jessy ada dirumah dan benar dia ada dirumah.“Raina.” Jessie langsung memeluk sahabatnya itu. “How are you, Raina? Aku benar-benar merindukanmu. Sudah lama kita tidak bertemu. Oh, Raina! Aku rindu denganmu.” Jessie memeluk Raina dengan erat sebagai rasa rindunya.“Jessie ...” Raina sedikit bingung mau mengatakan kepada sahabatnya karena Raina sungkan harus merepotkan sahabat terbaiknya ini.“What Raina. Duduklah ... sebentar!” Jessie mempersilahkan Raina duduk di teras rumahnya. Raina menghela nafas panjang.“Boleh aku menginap di rumahmu untuk sementara waktu ...?” Tanyaku sedikit takut. Jessie hanya terdiam. “Kalau memang tidak boleh, aku tidak apa-apa, Jessie. Aku pergi saja.” Raina mulai tidak enak dengan Jessie meskipun dia
Magbasa pa
HASRAT LIAR
Aku benar-benar tidak bisa menyangka, Devano membuatku merasa kenyamanan. Devano melepaskan ciumannya dan memandang kearahku sambil mengelus pipiku dengan lembut dan langsung memeluk ku dengan erat. Aku mulai nyaman dekat dengannya. Sepertinya aku sudah mulai membuka hatiku untuknya.“Raina, aku pulang saja. Maaf kalau aku menginap disini bakal ada sesuatu hal yang tidak di inginkan. Aku tahu aku egois, tidak mementingkan perasaanmu tapi kamu harus tahu, aku benar-benar mencintaimu.” Bisik Devano manja. Aku menggelinjang geli. Iya meskipun kita sudah menikah tapi rasanya kita masih kaku dalam sebuah pernikahan. Aku mendorongnya sampai dia terjatuh ke ranjang. Astaga, aku bingung dengan apa yang ada di posisiku saat ini.” Aku pulang, Raina.” Devano mencium keningku dan tiba-tiba saja petir berbunyi dengan keras. Aku langsung memeluk Devano dari belakang. Devano terdiam sejenak melihat tingkah lakuku.“Aku takut, Devano. Aku memang trauma dengan suara petir yang cukup keras.” Kataku ke
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status