All Chapters of Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar : Chapter 51 - Chapter 60
105 Chapters
Bab 51
Laki-laki itu memandangku dengan tatapan hangat, lalu dua sudut bibirnya terangkat ke atas. Tersirat sebuah rasa bahagia saat dua manik hitamnya itu mendapatiku ada di depannya.Ah laki-laki ini. Sebegitu kerasnya mengejarku hingga lagi-lagi tanpa pertanda tiba-tiba ada di depanku. Bahkan ia tak risih menimang bayi yang bukan siapa-siapanya.Hatiku gerimis seketika. Hatiku yang bak tanah gersang, bahkan hampir longsor, tiba-tiba bertemu dengan dia layaknya hujan di musim kemarau.Mendapatkan perhatian yang tanpa diminta, wajita mana yang tak tersentuh hatinya?Tidak. Aku tidak boleh lemah. Harus kubangun benteng yang kokoh agar aku tak lagi menajdi budak cinta, seperti yang aku rasakan terhadap Mas Rasyid. Yang ujung-ujungnya memberiku kecewa tak terlupakan."Kok sama Mas-nya ini? Tadi kata ibu pergi sama Dik Rosi?" tanya laki-laki itu sopan. Ia berjalan beberapa langkah mendekatiku yang masih tertegun karena mendapatinya berada di sini."Iya, Rosi harus jaga toko sebentar. Saya takut
Read more
Bab 52
Tatapan tajam itu perlahan berubah menjadi air mata. Ia tak kuasa membohongi dirinya sendiri yang sedang berada dalam pusara kesedihan yang mendalam. Naila tertunda pilu sambil bahunya berguncang."Bagi ibu, kebahagiaan Naila adalah kebahagiaan ibu juga. Kalau Naila tidak menghendaki adanya orang lain dalam rumah ini, Ibu tidak akan memaksa."Aku memberanikan diri mengusap lengan Naila agar ia tahu bagaimana pun ibunya ini masih memikirkan kebahagiaannya. Pernikahan itu bukan segalanya bagiku, toh aku tidak pernah mengiyakan permintaan Pak Hamid secara langsung.Naila menyandarkan kepalanya di atas bahuku. Air matanya kian jatuh, bahkan turut membasahi punggung tanganku yang bahunya menjadi sandaran kepala gadis kecilku ini."Bukan tidak boleh, hanya saja Naila belum merasa ingin ada orang lain yang masuk dalam kehidupan Naila. Lebih-lebih Naila khawatir kalau laki-laki itu akan menyakiti ibu seperti ayah menyakiti ibu," ujar Naila terbata.Entah apa yang ada dalam pikiran Naila sampa
Read more
Bab 53
"Saya mau menyerahkan surat ini," ucapku sambil mengulurkan amplop cokelat ke tangan Pak Tono, si security."Oh iya. Saya terima ya? Nanti saya sampaikan sama Mbak Miftah." Security itu berujar sambil menoleh ke arah kantor. Seseorang memanggilnya dari kejauhan.Telapak tangan Pak Tono itu terulur mengarah ke seseorang yang memanggil itu, sebagai isyarat kalau ia harus menunggu sebentar."Makasih ya, Pak?" ucapku setelah amplop itu berpindah tangan."Iya, Mbak sama-sama." Pak Tono mulai melangkah.Aku terdiam sesaat, lalu terbersit sebuah pertanyaan dalam kepalaku."Pak, siapa yang meninggal?" tanyaku yang seketika membuat Pak Tono menoleh. Ia menghentikan langkahnya setelah jarak kami sudah lumayan jauh.Pak Tono hanya menjawab dengan gerakan bibir tanpa suara. Silau sinar matahari membuatku susah payah untuk bisa melihat gerak bibir laki-laki berseragam itu dari kejauhan.Ah, Pak Tono. Mbok ya teriak saja.Aku pun kembali ke rumah dengan pikiran bertanya-tanya, siapa yang meninggal?
Read more
Bab 54
Tanganku mengusap kepala Naila yang kali ini tanpa memakai kain penutup. Ia melepasnya ketika di dalam rumah dan kembali memakainya saat hendak keluar rumah. Rambut Naila lurus dan hitam legam. Panjang dan wangi beraroma melon. Ia puas merawat diri ketika di rumah. Anak gadisku itu juga menghabiskan waktunya di kamar mandi dengan puas sebab jika di pondok semuanya serba terbatas. Meskipun begitu, Naila tidak malas untuk membantuku membersihkan rumah."Mengapa menangis, Nak?" tanyaku heran. Mengapa ia menyambut kabar yang kubawa dengan tangisan padahal ia tidak salah apapun."Maafkan Naila karena Naila membuat ibu susah seperti ini. Jika saja Naila tidak melarang ibu menikah, Naila tidak akan melihat ibu kesusahan bawa mesin jahit itu ke tukang servis, sampai ibu dijambret begini." Naila berujar setelah kembali duduk menghadapku. Tangannya mengusap sisa air yang membasahi wajah ayunya.Aku menatapnya dengan tatapan teduh. Betapa gadis kecilku ini anak yang perasa dan peka akan keadaan
Read more
Bab 55
"Maksudnya?" Kurasa satu kata itu cukup untuk mewakili banyak kalimat tanya di pikiranku."Anak-anak pulang pagi hari ini, sementara guru-guru pada takziah ke rumah kepala sekolah. Lusa mertua Pak Hamid meninggal lalu malam tadi istrinya menyusul. Jadi Mas kabur ke rumah ibu, ngga ikut takziah bareng sama guru-guru. Biar Aisyah nyangkanya saya masih ngajar."Aku tercengang dengan kabar yang baru saja disampaikan Mas Rasyid.Ibu dan istri Pak Hamid meninggal dengan dalam waktu yang hampir bersamaan? Tak bisa kubayangkan bagaimana hancurnya perasan Pak Hamid saat ini. Sayangnya untuk mengucapkan bela sungkawa pun aku tidak punya nomor ponselnya. Untuk membeli ponsel baru juga rasanya belum butuh."Ouwh. Sampaikan pada beliau kalau saya turut berbelasungkawa. Bagaimana pun saya berterima kasih pada kepala sekolah di tempat Mas mengajar karena sudah membantu saya kemarin."Mas Rasyid terkekeh. Ia menoleh ke arahku sejenak, lalu kembali fokus menghadap jalanan. "Iya, kamu berterima kasih,
Read more
Bab 56
Kutekan perasaan yang mulai tak sopan merasuki hati. Sebisa mungkin aku harus menjaga diri dari hal yang akan merendahkan martabatku sebagai seorang wanita, terlebih aku sudah menjadi janda. Biarlah semesta yang mengaturnya, siapapun laki-laki yang Allah takdirkan untukku, aku yakin pasti baik menurut Allah. Bahkan jika itu Pak Hamid sekalipun."Mau ngapain nyari aku?" Dahiku mengerut. Ada sedikit debaran dalam dadaku, tapi aku tidak boleh gegabah. Harus kutepis sekuat tenaga agar tidak membuatku lupa diri."Ish Mbak ini ngga peka apa gimana sih? Di ruangan sewing tuh pada heboh bicarain Mbak. Mereka nyangkanya Mbak resign emang beneran mau di nikahin sama pak bos.""Astaghfirullah. Ngga ada seperti itu! Mana ada nikah! Mbak ngga lagi dekat dengan siapapun." Aku mencoba menyangkal, sebab kenyataannya memang tidak seperti itu."Lah pak bos itu? Apa namanya kalau ngga dekat?" "Beberapa waktu lalu memang beliau sempat menyatakan niatnya, tapi Mbak tolak."Nisa membelalakkan matanya tak
Read more
Bab 57
PoV Hamid Karzai"Sayang, ikhlas ya? Ridho ya? Ibu sudah lebih dulu menghadap Allah," ucapku sambil memegang tangan istriku yang tidak lagi selentik dulu. Kutatap wajahnya yang sayu, yang kerap kali menitikkan air mata saat kubacakan ayat Al Qur'an di sampingnya.Namun kali ini, bukan bacaan Al Qur'an yang membuat air matanya kembali mengalir tapi kabar kepergian ibunya. Wanita yang kerap kali datang untuk mengusap dan memijat kakinya.Aku tak kuasa melihat air mata istriku jatuh tiada henti itu. Bukan tak ikhlas, hanya saja ibunyalah yang menjadi sumber kekuatan selain aku, suaminya. Kabar ini pasti sangat menyesakkan hatinya.Seandainya istriku bisa bicara, dia pasti akan menangis tersedu-sedu karena rasa terpukulnya. Sayangnya saat ini hanya bisa menangis tanpa mampu berkata-kata.Kutinggalkan istriku untuk bertemu sanak keluarga jauh yang sedang takziah di rumah ibu. Sungkan kalau ada saudara jauh yang jarang datang, tapi aku tidak menemui mereka, sebab rumah kami bersebelahan."P
Read more
Bab 58
"Bulik, tolong jangan begitu." Mas Rasyid menyela ucapan bulik."Jangan begitu gimana! Kamu itu, sudah bikin anak saya sakit hati, masih aja nyusahin! Kasih racun sekalian aja itu perempuan biar cepet pergi dari dunia ini, ngga nyusahin orang-orang lagi!""Astaghfirullah." Aku berujar sedikit keras menyela ucapan bulik. Sudah ngawur itu.Aku lantas berdiri, memegang bahu bulik agar tak lagi mengomel yang bisa saja membuat kesehatannya terganggu. "Bulik sudah, jangan berteriak. Lagian Anita juga keberatan kalau ibu tinggal disini. Bagaimana pun Aisyah itu sudah jadi menantunya yang sekarang. Tidak pantas kalau ibu ada di sini sementara menantunya yang sedang sakit sedang ada di rumahnya sendirian.""Tapi ibu tidak mau kuajak pulang, Dik.""Permisi, saya menyela. Lebih baik bawa ibunya pulang saja. Tidak enak dilihat orang kalau mantan mertua ada di rumah mantan menantu disaat ada menantunya yang sedang sakit datang membutuhkan uluran tangannya. Lebih baik Pak Rasyid ajak ibunya pulang
Read more
Bab 59
Pak Hamid terkekeh. "Dik Nita ini. Mengapa bisa berpikiran seperti itu? Itu saya sendiri yang buat perjanjiannya, masak ada karyawan yang tidak mendapatkan haknya saya diam saja?""Ya bisa saja itu alasan bapak, kan?" sergahku tak mau kalah."Ya enggak. Buat apa saya cari-cari alasan?! Saya hubungi Miftah nanti, biar dia kirim di sini."Aku membuang napas kasar. Rasanya menolak ucapan laki-laki di depanku ini tak lagi berguna. Sebab dia akan memberikan banyak lagi alasan lainnya untuk mendukung perbuatannya agar demi bisa mengambil hatiku.Bayangan susahnya kehidupan setelah menjanda kembali terbayang dalam kepalaku. Ucapan tetangga, dan beberapa kejadian yang membuatku merasa betapa beratnya hidup sebagai tulang punggung keluarga cukup menggelitik hatiku yang semula kupasang mode kokoh. Nyatanya, aku hanyalah wanita lemah yang ternyata tak sanggup dipaksa untuk bertahan menyandang dua tanggung jawab sekaligus.Bukan tak mau berjuang, hanya saja jika ada yang mengharapkanku menjadi p
Read more
Bab 60
"Bukankah semua yang ada di dunia ini adalah ujian, Pak?" sambung Pak Hamid lagi.Mas Rasyid langsung menunduk mendengar ucapan atasannya ini. Bahunya naik turun beraturan, seiring dengan dadanya yang kembang kempis."Assalamualaikum," sapa sebuah suara yang paling sangat ingin aku hindari. Tangannya memutar roda yang ada di sisi kanan dan kiri kursi yang didudukinya.Mas Rasyid langsung berdiri setelah mendengar suara istrinya. Ia membantu membenarkan posisi kursi rodanya tepat di samping kursi yang tadi ia duduki."Waalaikum salam, Bu." Laki-laki di sampingku berdiri untuk menghampiri mantan bawahannya itu."Gimana keadaannya, Bu?" Pak Hamid mengulurkan tangannya pada perempuan yang duduk di kursi putar itu, setelahnya ia duduk kembali di tempatnya semula."Alhamdulillah. Beginilah, Pak. Makin hari rasanya makin lemah saja. Kalau saja ngga ada Mas Rasyid yang sabar dan telaten pasti saya sudah ngga bisa apa-apa.""Bukan karena Pak Rasyid yang sabar tapi karena rasa bahagia ibu ketik
Read more
PREV
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status