All Chapters of Setelah Perselingkuhan Suamiku Terbongkar : Chapter 31 - Chapter 40
105 Chapters
Bab 31
Kehamilanku sudah menginjak angka delapan bulan. Kondisi fisik makin lemah dan aku terpaksa sering izin tidak masuk kerja karena tak kuasa untuk menopang berat tubuh. Admin konveksi sudah menganjurkan untukku agar segera cuti, tapi aku merasa masih mampu. Tak apalah, sedikit memaksa bekerja keras agar waktu bersama si kecil lebih lama setelah melahirkan.Terpaksa aku pun mengabari Bulik agar datang ke rumah untuk membantu dan menunggui ku di rumah hingga waktu lahiran tiba."Assalamualaikum," sapa suara di luar ketika aku sedang menikmati siaran televisi. Kebetulan hari ini adalah Minggu dan aku sedang bersantai di rumah karena tidak sedang mendapatkan jam berkunjung untuk Naila.Dengan kepayahan aku bangkit dari tempat duduk di ruang tengah untuk melihat siapa gerangan yang datang."Waalaikum salam," jawabku seraya memutar anakan kunci. Tinggal sendirian membuatku selalu mengunci pintu setelah bepergian, karena khawatir akan ketiduran atau hal tak terduga lainnya. Bagaimana pun seka
Read more
Bab 32
"Bulik, bisa ngga sih ditahan ucapannya kalau ada Ibu? Bagaimana pun hubungan Anita sama Mas Rasyid, ibu itu akan tetap menjadi nenek Naila, juga jadi ibu buat saya." Aku mencoba berbicara pada Bulik selepas kepergian Ibu."Ya ngga apa-apa. Biar dia juga paham kalau kamu ngga bisa begini terus. Kamu juga butuh menata masa depan, masak iya janda terus. Kalau sudah seumuran Bulik sih, ngga apa-apa. Tapi kalau masih seusia kamu ya harus nikah lagi." Bulik menjawab dengan semangatnya. Ia tak peduli pada permintaanku untuk menjaga ucapannya di depan ibu."Iya, tapi ngga semata-mata bilang begitu sama Ibu. Apalagi di depan Ibu secara langsung, Anita yang ngga enak sama beliau.""Wes toh, Nduk. Kamu itu jangan ngga enakan! Nanti kamu menderita sendiri." Lagi, Bulik menjawab sesuka hatinya.Aku yang terlanjur malu dan merasa tidak enak pada Ibu sebaiknya diam dan mencari waktu yang tepat untuk bicara pada Ibu. Akhirnya aku pun pergi ke kamar, sepertinya berbicara dengan Bulik akan membuatku l
Read more
Bab 33
Aku berjalan dengan langkah hati-hati sambil sesekali mengusap pinggang yang terasa kaku. Beruntung ruangan admin tak jauh dari ruangan tempatku menjahit sehingga tak harus jalan terlalu jauh.Dari balik ruangan kaca, Mbak Miftah mengangguk menyambutku hingga aku berada di depan mejanya."Mbak Miftah manggil saya?" tanyaku setelah mengucapkan salam. Aku berdiri menatapnya dengan hati penuh tanda tanya. Apakah ada kesalahan yang kulakukan atau aku akan diberhentikan dari kerja karena kehamilanku ini? Entahlah."Duduk dulu, Mbak," ucap Mbak Miftah ramah. Tak ada sedikitpun ucapan atau raut wajahnya yang membuatku makin mengerut, keramahannya melunturkan tanda tanya dan kekhawatiran yang sejak panggilannya sampai padaku sudah membuatku tak tenang.Aku menarik satu kursi besi yang beralaskan busa empuk. Nyaman sekali rasanya ketika badanku sudah mendarat sempurna di atas kursi ini. Jauh berbeda dengan kursi yang dipakai di ruangan menjahit.Aroma jeruk yang menguar dari sebuah parfum ruan
Read more
Bab 34
"Ibu pikir kamu sudah bertemu ajalmu," sindir Ibu. Wajah sinis melengkapi ucapannya yang menyakitkan itu. Tangannya bersidekap, enggan beranjak dari tempatnya berdiri."Maafkan Rasyid, Bu. Rasyid baru sempat datang mengunjungi Ibu, sebab keadaan Aisyah beberapa waktu lalu masih drop." Mas Rasyid berujar sambil sesekali melirik ke arahku yang ada di belakang Ibu. "Ibu pikir kamu tidak datang karena sudah lupa." Lagi, Ibu menjawab dengan nada sinis."Tidak, Bu. Maafkan Rasyid. Tidak bisa Rasyid lupa pada Ibu," balas Mas Rasyid sambil meraih tangan Ibu untuk diciumnya.Ibu pun membiarkan tangannya dicium oleh putra tunggalnya itu. Perlahan tapi pasti, api yang sedang membara di wajahnya surut karena perlakuan Mas Rasyid itu."Ibu sehat-sehat kah?"Ibu tidak menjawab. Bibirnya mengatup rapat sambil berusaha mengatur napasnya yang sedikit berubah lebih cepat karena perubahan perasaannya.Setelah beberapa saat terdiam, Ibu baru memberi jalan pada Mas Rasyid untuk mendorong kursi roda Aisya
Read more
Bab 35
"Kembalilah pada Mas, Dik. Mas masih sayang padamu. Apalagi anak kita setelah ini akan lahir," ucap Mas Rasyid yang seketika membuatku urung membuka pintu.Aku tersenyum sumbang. Mudah sekali dia berkata demikian setelah sekian lama menyembunyikan hubungan terlarangnya itu, ditambah dengan beberapa bulan ini dia abai pada tanggung jawab atas kedua anaknya."Sebenarnya itu bisa dipertimbangkan, sayangnya apa yang Mas lakukan beberapa bulan ini makin membuatku yakin bahwa keputusanku tidak salah.""Beberapa bulan ini aku tidak melakukan apapun padamu, Dik," sergah Mas Rasyid."Justru itu, kemana rasa bersalah Mas padaku dan anak-anak setelah proses cerai usai? Seharusnya, Mas sigap memberikan nafkah untuk anak-anak tanpa kuminta.""Maafkan Mas, Dik. Mas kesulitan ekonomi untuk biaya rumah sakit Aisyah. Uang sertifikasi yang rencananya akan Mas berikan padamu juga sudah terpakai untuk biaya berobat Aisyah. Mas sungguh minta maaf." Mas Rasyid berujar sambil menunduk. "Bukankah itu sudah
Read more
Bab 36
"Mbak Anita makin cantik saat hamil," ucap Aisyah membuka obrolan saat dalam perjalanan. Wajah yang tidak sesegar saat pertama kali datang itu sesekali melihat ke arahku sambil tersenyum."Makasih." Aku menjawab sekenanya, sebab aku sendiri masih kepayahan mengatur hatiku yang kadang masih panas dingin berada diantara mereka berdua.Kebersamaan kami selama bertahun-tahun ini mencipta banyak kenangan dan itu tidak akan mudah lenyap begitu saja, butuh waktu."Bawaan bayi mungkin. Seingatku waktu hamil Naila dulu juga begini, ya Dik ya? Kamu makin cantik." Mas Rasyid turut menyahuti. Ekor matanya membingkai wajahku yang terlihat dari kaca spion di depannya. Bibir itu mengulum senyum padaku, masih terlihat penuh cinta."Aku sudah lupa." Aku sengaja menjawab demikian agar Mas Rasyid tak lagi mengungkit kenangan yang sudah susah payah kukemasi.Seolah tidak kehabisan pembicaraan, Aisyah terus saja mencari bahan obrolan lainnya, padahal ia tahu aku tidak menanggapi pertanyaan dengan pertanya
Read more
Bab 37
Aku berjalan ke luar kafe meninggalkan Aisyah yang sedang duduk menunggu Mas Rasyid memesan makanan, mencari udara segar karena telah berhasil membuat Aisyah tak berdaya karena ucapanku.Seharusnya dari dulu saja aku seperti ini agar dia tahu diri, sayangnya semua sudah terlambat.Pemandangan di luar rest area ini sangat indah. Hamparan sawah yang mengelilingi bangunan besar di pinggir jalan tol ini cukup menyejukkan mata. Warna hijau dari tanaman padi ini membuatku tak henti menatap sekeliling dengan penuh rasa syukur.Mataku memejam, sambil menikmati semilir udara yang menerpa wajahku. Sesekali aku mengusap perutku agar bayi yang ada di dalam kandunganku merasa nyaman setelah aku berdebat dengan perempuan tidak tahu malu itu."Jadi anak soleh atau salehah ya, Nak. Sayangi Ibu dan kakakmu nanti," ucapku sambil mengusap-usap perut.Mataku mengitari sekitar, kulihat sepasang suami istri yang sedang berjalan bersama sambil bergandengan tangan. Perut dari perempuan yang digandeng oleh la
Read more
Bab 38
Tidak ada obrolan dalam perjalanan, pun Aisyah tidak lagi mengeluh minta istirahat di rest area. Akhirnya perjalanan terasa lebih cepat sampai dan aku bisa kembali lagi berjumpa dengan kasur karena punggungku rasanya sudah tak karuan.Saat mobil sudah berhenti di depan rumahku, Mas Rasyid turun lebih dulu untuk membantuku melangkah keluar.Mas Rasyid berdiri di depan pintu yang terbuka, ia hanya berjaga-jaga di depan pintu untuk mengawasiku yang sedang berusaha turun sendiri. Perut yang sudah buncit ini membuat siapapun yang melihat pasti merasa iba karena kepayahan, kecuali Aisyah. Ucapannya itu terdengar tidak ada rasa iba sedikitpun."Sudah besar, seharusnya bisa turun sendiri," sindir Aisyah saat Mas Rasyid membantuku turun dari mobil. "Jangan khawatir, Mas Rasyid hanya membantuku. Tidak ada sedikitpun dalam hatiku untuk mengambil apa yang sudah kamu rebut." Aku menyindir Aisyah sebelum mengangkat badanku keluar mobil.Tak menyahuti, Aisyah hanya mencebik.Aku tak lagi peduli de
Read more
Bab 39
Seorang bayi baru saja keluar dari rahimku. Pipinya gembil, dagunya lancip serta bibirnya yang kemerahan membuat wajah itu bak pinang dibelah dua dengan ayahnya.Tangisnya yang keras itu membuatku tak henti mengucap syukur. Suara nyaring itu bukti bahwa ia lahir dengan sempurna, tanpa kurang satu apapun. Semoga saja."Alhamdulillah, Dik. Anak kedua kita laki-laki," ujar Mas Rasyid dengan air muka bahagia bercampur haru. Ia sedang duduk di sebelahku sambil menggendong bayi mungil yang sudah dibersihkan itu.Aku mengerjapkan mata, merasai sisa-sisa nyeri dari jahitan yang baru saja dilakukan oleh bidan. Akan tetapi, nyeri itu tak lagi terasa ketika mataku melihat bayi mungil dalam gendongan ayahnya sedang membuka mata sambil memainkam bibirnya. Sungguh menggemaskan.Sakitnya kontraksi dan proses jahit jalan lahir yang sobek, seketika hilang ketika aku melihat bayiku dalam kondisi sehat dan sempurna.Betapa Allah menjaga bayi ini sekalipun semasa hamil kondisiku tidak selalu baik. Bahkan
Read more
Bab 40
Aku duduk terdiam sambil menyusui bayiku dengan kepala yang tak henti berpikir. Bagaimana mungkin bos di tempatku kerja menaruh rasa padaku. Bahkan berpikir ke sana pun aku tidak pernah.Ingatanku kembali pada saat baru bekerja di konveksi milik Pak Hamid itu. Aku yang tidak tahu caranya mengoperasikan mesin jahit khusus konveksi tetap diterima meskipun Khadijah harus mengajariku lebih dulu.Kembali teringat olehku bagaimana raut dongkol Khadijah karena waktunya tersita untuk mengjariku, di ruangan khusus."Pelan-pelan injak pedal dinamonya!" teriak Khadijak saat aku terlalu bersemangat."Injak pelan sambil pegangi kain bagian ini.""Ini arahnya lewat sini, beda sama mesin jahit yang hitam itu." Khadijah jengkel ketika aku belum terlalu hafal bagaimana rute benang yang tak sengaja terputus.Suara teriakan Khadijah terdengar menyeramkan, tapi karena tekanan keadaan dan kebutuhan membuatku mampu bertahan.Gaji yang kudapat di bulan pertama juga tidak sesuai dengan kesepakatan ketika int
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status