All Chapters of Dinikahi Berondong Bucin: Chapter 51 - Chapter 60
100 Chapters
51
"Kenapa Bunda masih ada di sini? Aku, kan, sudah bilang, aku tidak mau ketemu Bunda." Sasi membuang muka, enggan menatap perempuan yang sedang duduk bersama neneknya.Hari ini benar-benar hari terburuk dalam hidup Sasi. Sekolah menjadi tempat yang menyeramkan. Tahu Reta sudah tidak melindungi Sasi lagi, beberapa anak cewek yang tidak menyukainya mulai berani mengganggu Sasi. Saat pulang gadis itu harus menanggung malu karena tanpa dia sadari, ada yang jail menempelkan kertas bertuliskan 'AKU ANAK SEORANG PELAKOR' di punggungnya."Kamu harus bicara baik-baik dengan bundamu," kata Bentala yang setiap hari selalu menyempatkan diri mengantar jemput Sasi.Sasi mendengkus. "Apa lagi yang harus dibicarakan, Ayah? Semuanya sudah jelas.""Nak, itu masa lalu bundamu. Sekarang bundamu sudah menyesalinya. Kita semua pasti pernah melakukan kesalahan." Bentala mendorong punggung Sasi agar anak itu mau masuk ke rumah.Akan tetapi, Sasi tetap tindak ingin melangkahkan kakinya. Dia sampai berpegangan
Read more
52
"Aku menyangka Vanya itu kamu, Sunshine. Makanya ...." Ranggi menggeleng. Dia tidak mau melanjutkan kalimatnya.Sebenarnya Ranggi tidak ingin memberi tahu Mentari soal kejadian yang dia harap tidak pernah terjadi itu. Namun, Ranggi sendiri yang meminta agar mereka tidak menyembunyikan apa pun lagi. Keduanya harus saling terbuka kepada satu sama lain."Hidupku tidak akan tenang kalau aku pura-pura melupakan apa yang sudah terjadi. Aku benar-benar minta maaf, Sunshine. Jangan tinggalkan aku." Ranggi menggenggam erat tangan Mentari, khawatir perempuan itu akan pergi."Penyesalan itu datangnya selalu terlambat, ya, Ranggi?" Mentari menghela napas berat."Sunshine, jangan pergi." Ranggi semakin mengeratkan genggamannya. Dia merengek seperti anak kecil. Matanya bahkan sudah berlinang.Karena kedua tangan Mentari masih diperangkap oleh pria itu, Mentari akhirnya mencondongkan tubuhnya, lalu mengecup sudut mata Ranggi. Hal itu membuat Ranggi sedikit terlonjak."Aku juga memiliki kesalahan yan
Read more
53
"Jadi apartemen yang akan kamu tempati itu statusnya menyewa, bukan milik suamimu, apalagi atas nama kamu?" tanya ibunya Vanya yang hari ini datang lagi ke rumah Ranggi untuk memastikan nasib putrinya.Vanya mengangguk. "Iya, Bu. Tidak apa-apa, kok. Yang penting, kan, Ranggi sudah memberikanku tempat tinggal.""Tapi ini tidak adil! Istri pertamanya diberi rumah bahkan sebelum menikah. Sedangkan kamu tinggal di apartemen. Menyewa, pula!" ucap ibunya Vanya menggebu-gebu.Beliau lantas beralih pada Ranggi dengan tatapan marah. "Tidak bisa seperti ini. Kamu harus adil kepada Vanya!" sambung beliau, kentara sekali sangat kesal.Ranggi sontak menghela napas panjang. "Kalau saya punya uang yang banyak sekali sampai kebingungan bagaimana cara menghabiskannya, tentu saya akan membelikan Vanya rumah, bahkan istana saja sekalian. Tapi, Bu. Semua itu membutuhkan proses. Mohon bersabar, yang terpenting saya tidak membuat Vanya kepanasan dan kehujanan. Apartemen yang akan Vanya tinggali juga aman d
Read more
54
Dalam sekejap Sasi langsung menjadi pusat perhatian gara-gara seruan lantangnya. Ibunya Vanya sontak berdiri dengan tatapan nyalang ke arah anak itu."Kamu! Kamu yang mengacau di pernikahan Vanya! Anaknya pelakor itu, kan?" tanya beliau seraya menunjuk-nunjuk Sasi."Iya," jawab Sasi tanpa rasa takut. Dia mengangkat kepalanya, membalas tatapan ibunya Vanya."Anak tidak tahu sopan santun!" kata ibunya Vanya, "Selama ini ibumu mengajari apa, sih? Tips merebut suami orang?"Sasi sontak menggertakkan gigi. "Bunda mengajariku untuk tidak menghakimi masa lalu seseorang yang sudah berubah," sahut anak itu.Sasi kemudian merasa tertampar, karena dia sendiri sempat menghakimi Mentari. Dia tidak ingin mendengar penjelasan bundanya sedikit pun. Matanya gelap oleh fakta itu, yang membuat Sasi melupakan kebaikan apa saja yang sudah dilakukan Mentari.Sekarang dia benar-benar malu, apalagi setelah tahu Mentari bisa tergelincir dalam hal itu tidak lain demi dirinya. Penderitaan Mentari juga berawal d
Read more
55
Mentari menatap kalender yang menggantung di dinding dapur. Hari ini dia genap berusia 35 tahun menurut penanggalan masehi. Tidak ada kejutan apalagi perayaan dari Ranggi maupun Sasi. Mentari memang memintanya secara langsung kepada Ranggi sejak jauh-jauh hari, sedangkan Sasi sudah mengetahui kebiasaan Mentari.Alasannya karena Mentari memiliki kenangan buruk pada hari kelahirannya itu. Pertama waktu daddy-nya harus pergi ke Kanada karena ada urusan penting. Mentari sendiri lupa perkara apa yang membuat sang ayah pulang kampung mendadak. Namun, beliau berjanji akan kembali di hari ulang tahun Mentari. Dia sangat menunggu kepulangan ayahnya yang ternyata tidak kunjung datang sampai detik ini.Alasan kedua karena pada hari ulang tahunnya jugalah Mentari kehilangan ibunya. Kepergian sang ayah membuat ibunya harus menjadi tulang punggung. Beliau menjadi korban perampokan hingga meninggal dunia saat pulang bekerja, tiga tahun sejak perpisahannya dengan sang suami.Mentari sangat tidak meny
Read more
56
Sepertinya kelab itu memang milik ayah temannya Talitha karena saat mereka melewati pintu, penjaganya hanya menatap dengan sorot menyelidik. Mereka kemudian mengangguk dan mempersilakan Sasi dan Talitha masuk.Temanya Talitha itu sengaja memilih kelab karena ingin menyambut usia dewasa. Rupanya yang ulang tahun itu kakak kelas Talitha dulu. Sasi pikir masih satu angkatan dengan mereka."Ke sana!" seru Talitha.Sasi menurut saja saat dia ditarik ke salah satu meja yang sudah diisi dua orang lelaki. Jika Sasi perhatikan, mereka memang masih remaja. Pengunjung yang lain juga dominan anak muda. Namun, jelas lebih tua darinya. Hal itu tidak membuat Sasi sedikit pun merasa lega."Kenapa hanya ada dua cowok, Tha?" tanya Sasi berbisik.Talitha tidak menjawab."Cantik juga, nih. Kenalin, gue Niko." Orang yang mengaku Niko itu mengulurkan tangan pada Sasi.Sasi menelan ludah. Dia sempat gelagapan. Sebelum membalas uluran tangan Ni
Read more
57
Sasi tidak bisa menahan tangisannya. Dia terus memanggil Talitha, Niko, bahkan Ari sambil menerobos masuk orang-orang yang tidak berhenti bergoyang. Akan tetapi, tidak satu pun dari ketiga orang itu yang Sasi temukan. Kaki Sasi mulai lemas karena cemas yang berlebihan."Tolong," ucapnya lirih. Dia sekarang berada di tengah kerumunan. Kanan, kiri, depan, belakang, penuh orang-orang asing."Hai, Cantik." Seseorang tiba-tiba merangkul pundaknya, membuat Sasi menjengit luar biasa.Dia berusaha melepaskan tangan orang itu. Berhasil. Namun, rangkulannya justru beralih ke pinggang. Sasi semakin gemetar. Dia tidak ingin mengakui hal ini. Akan tetapi, Sasi mulai buang air kecil di celana."Tolong lepaskan saya," pinta Sasi dengan air mata yang semakin membanjiri pipinya."Hah? Apa?" Pria yang merangkul Sasi berteriak sambil bergoyang. Sedikit sempoyongan karena mabuk."Lepas. Saya mohon." Sasi memelas.Sasi sangat ingin melarikan
Read more
58
"Bulanku, kamu kenapa?"Mentari langsung menempelkan telapak tangannya di kening Sasi begitu melihat putrinya itu meringkuk di ranjang orang. Kemarin Sasi izin mengantar Talitha ke pesta ulang tahun temannya yang lain. Dia bilang, kemungkinan akan menginap di rumah Talitha karena pasti pulang malam.Semalaman Mentari tidak bisa tenang karena Sasi tidak membalas pesan-pesannya. Perempuan itu sudah hendak menyusul. Akan tetapi, Ranggi meminta Mentari untuk percaya pada Sasi. Sasi mungkin akan malu jika dia dijemput seperti itu.Paginya Sasi tetap tidak membalas, membuat Mentari semakin kalang kabut. Baru agak siang ada balasan jika Sasi akan kembali menginap. Namun, satu jam berselang, Mentari justru menerima kabar jika putrinya itu sakit. Dia lantas bergegas ke rumah Talitha."Semalam kalian pulang jam berapa?" tanya Mentari seraya menoleh Talitha."Jam 10 malam, Tante," jawab anak itu tanpa benar-benar menatap Mentari. "Terus begadang nonton drakor."Mentari menghela napas. Dia lantas
Read more
59
"Aku tidak akan tinggal diam." Bentala mengepalkan tangannya kuat-kuat.Pria itu memang sudah memiliki banyak praduga soal kejadian yang menimpa putrinya. Namun, dia berharap apa yang ada di pikirannya salah. Mendengar langsung penjelasan dari Ranggi meskipun tidak 100% lengkap, Bentala tetap tidak bisa menahan emosi. Jika tidak ingat sedang berada di rumah sakit, niscaya Bentala akan mengamuk.Keadaan Mentari tidak jauh lebih baik. Keterangan dari Ranggi memang hanya sampai Talitha berpisah dari Sasi, lalu bertemu lagi esok paginya. Akan tetapi, Mentari langsung bisa menebak hal mengerikan apa yang membuat Sasi begitu trauma.Mentari pernah ada di kondisi serupa. Mengetahui putrinya juga mengalami hal itu, Mentari sampai tidak bisa menjelaskan perasaannya. Mungkin lebih dari kehancuran. Air matanya sempat mengering saat Sasi sadarkan diri. Setelah mendengar apa yang menimpa anak itu, Mentari kembali menangis. Dia bahkan histeris hingga harus dibawa ke luar ruangan."Sebelumnya, aku s
Read more
60
"Kenapa kamu tega melakukan itu ke aku, Litha? Aku punya salah apa?" Sasi berdiri. Matanya memanas. Dia kecewa karena ternyata Talitha mengkhianatinya. Oh, bukan. Sejak awal Talitha memang tidak pernah tulus berteman dengannya."Aku pengin masuk ke geng Kak Reta. Aku juga sebenarnya takut sama dia. Maaf, Sasi." Talitha menunduk."Kamu meminta maaf karena merasa bersalah, atau karena takut disalahkan saja?" Sasi memandang sinis.Talitha menggeleng dengan kepala tertunduk. "Aku benar-benar merasa bersalah saat tahu kamu masuk rumah sakit," jawabnya pelan.Talitha melanjutkan, "Makanya aku bilang semuanya ke ayah tiri kamu. Tapi, aku tidak tahu kenapa Om Ranggi tidak menjelaskannya secara lengkap ke kalian."Mentari seketika mengernyit ketika nama suaminya disebut. "Ranggi?"Talitha mengangguk. "Saat di kantor polisi pun, Om Ranggi secara tidak langsung menyuruh aku memberikan keterangan versi tidak ada keterlibatan Kak Reta di dalam kejadian malam itu."Mentari membelalak. Dadanya menda
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status