All Chapters of Mbak, I Love You : Chapter 11 - Chapter 20
60 Chapters
Part 10 (1)
"Dasar gila." Ucap Innara ketus seraya melangkah cepat meninggalkan Halil. "Saya gak gila Mbak, kalo saya gila saya gak akan ada disini sekarang. Tapi bakal ada di rumah sakit jiwa." Ucap Halil tanpa sedikit pun merasa tersinggung dengan ucapan Innara. "Kamu kenapa terus ngikutin saya? Tugas kamu udah selesai, kamu bisa balik ke tempat kamu semula." Usir Innara ketus. "Iya saya tahu, tapi saya mau nganterin Mbak dulu ke tempat Mbak dengan selamat. Saya gak mau terjadi apa-apa sama Mbak di perjalanan." Innara memutar bola matanya. "Memangnya apa yang bakal terjadi sama saya di perjalanan menuju kantor FO? Disini gak ada begal. Gak ada juga bencana alam." Ucapnya masih dengan nada ketusnya. "Ya kali Mbak, ini resort bukan jalanan sepi yang rawan perampokan. Mana ada begal disini." Ucap Halil ketus. "Eh, ada sih, begal hati. Itu juga Mbak tersangkanya karena udah membegal hati aku yang cuma satu ini." Ucap Halil yang membuat Innara membuat suara seolah ia hendak muntah. Halil tersen
Read more
Part 10 (2)
Innara menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Apa yang harus dia lakukan? Apapun cara, taktik atau kalimat penolakan yang ia berikan pada Halil tampaknya hanya jadi angin lalu bagi pria itu. Tak pernah dianggap serius.Baiklah, jika Halil bersikukuh untuk mendekatinya, maka Innara pun harus bersikukuh untuk menolaknya. Kita lihat siapa yang lebih kuat disini. Dirinya atau Halil."Jangan menyesal kalau aku menghabiskan gajimu hanya untuk makan." Ucap Innara dengan nada mengancam. Halil hanya mengedikkan bahu dan mencebik seolah ia tidak takut dengan ancaman yang diberikan Innara padanya.Innara kembali memutar tubuhnya dan melangkah menjauh dari bangunan mesnya. Ia melangkah lebih dulu dan memberikan Halil tatapan mengancam untuk tidak berjalan di sampingnya apalagi kalau coba-coba merangkulkan lengannya di bahu Innara. Halil kembali mengedikkan bahunya, dan untuk membuat Innara percaya padanya ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jeansnya."Mbak mau makan apa?
Read more
Part 11
Innara berjalan masuk menuju gerbang mes sendirian. Ia tidak tahu kemana Halil pergi setelahnya dan ia pun enggan bertanya. Yang pasti untuk saat ini Innara merasa bebas dari Halil.Innara mengabaikan ancaman Halil tentang akan mengetuk pintunya beberapa saat kedepan. Ia sudah berencana untuk mandi air hangat, memasak makan malam dan setelah itu menghabiskan waktunya dengan membaca atau mungkin menonton sesuatu di televisi atau di ponselnya.Jalanan menuju mes begitu sepi, begitu juga dengan suasana sekitar mes. Beberapa penghuni tampaknya sudah bersembunyi dan beristirahat atau mungkin sedang memiliki shift malam. Tidak banyak sebenarnya penghuni mes resort. Meskipun diberikan fasilitas yang baik dan diberikan harga sewa yang terjangkau, sebagian besar karyawan resort tetap memilih untuk tinggal diluar. Entah itu lajang ataupun sudah berkeluarga. Alasannya sederhana, selain ingin bebas, mereka tentu menghindari ada masalah sesama rekan kerja. Tahu sendirilah, terkadang terlalu dekat
Read more
Part 12
"Mbak harus inget kalo hari ini kita jadian. Tandai di kalender Mbak supaya nanti kita bisa ngerayain hari-harinya tiap tahun." Ucap Halil seraya meletakkan kantong belanjaannya di atas meja makan kecil yang menjadi pembatas antara dapur dan ruang tamu.Innara jelas memandangnya shock. Pernyataan menjadi pacar pria itu jelas ia ucapkan tanpa rencana karena kondisinya yang sedang terdesak. Bagaimana bisa Halil justru beranggapan kalau mereka akan menjadi kekasih dalam kurun waktu yang lama?"Kamu tahu kalau aku tidak serius mengatakan itu." Ucap Innara berusaha membela diri."Maaf, tapi aku menganggap ucapan Mbak tadi sangat serius.""Aku terdesak keadaan dan kebetulan kamu ada disana. Jadi aku menggunakanmu sebagai tameng." Ucap Innara lagi berusaha mengubah pikiran HalilHalil menggelengkan kepala. "Aku tidak yakin kalau Mbak akan melakukan hal seperti itu jika yang datang bukan aku." Ucapnya dengan santai."Aku akan melakukan itu sekalipun yang datang orang lain." Ucap Innara tegas.
Read more
Part 13
"Kamu pikir aku menyukaimu?" Tanya Innara ketus."Mbak jawab aja pertanyaan Mbak sendiri." Cibir Halil seraya mengangkat tangannya dan mulai mengiris rambut Innara, mulai dari bagian bawahnya. Innara jelas terkejut dengan apa yang dilakukan Halil, namun ia tidak menjauh dan membiarkan Halil menyentuh rambutnya dan menyisirnya. "Lihat, kalau Mbak gak suka sama aku, mana mau Mbak aku sisirin begini. Ya minimal kalo Mbak gak suka sama aku, Mbak percaya sama aku. Bukan begitu?" Tanya Halil yang Innara jawab dengan kebisuan. "Tapi Mbak, aku ini laki-laki. Sepercayanya Mbak sama aku, Mbak tetap harus mawas diri.""Maksudnya?" Tanya Innara tanpa menoleh. Ia suka merasakan tangan Halil yang menyentuh rambutnya dan mengusapnya pelan, entah kenapa."Ya, walau bagaimanapun aku ini laki-laki. Aku bisa aja gelap mata terus ngelakuin sesuatu sama Mbak." Ucap Halil memperingatkan. Pria itu mulai bergerak ke bagian atas rambut Innara, Innara bisa merasakan ujung sisir yang lembut menyentuh kulit kepa
Read more
Part 14
Bagaimana bisa aku bermimpi seperti itu? Tanya Innara pada dirinya sendiri. Ini pertama kalinya sepanjang umurnya Innara mimpi bercinta. Bahkan saat masih bersama Rayka dulu, Innara tidak pernah bermimpi sevulgar ini. Mungkin pernah bermimpi berciuman, tapi tidak sampai seperti ini.Apa ini karena faktor usia? Tanya Innara lagi dalam hati. Atau karena semakin tua usianya maka kebutuhan biologisnya semakin meningkat? Tapi kalaupun iya, kenapa harus dengan Halil? Kenapa tidak dengan pria lain atau kenapa tidak dengan pria tanpa wajah?Innara masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Semalam, setelah mandi dan mengeringkan rambut Innara melupakan niatannya untuk memasak dan memilih untuk tidur. Mungkin saat itulah sayup-sayup ia mendengar suara Halil yang menawarinya makan malam yang ia lewatkan. Namun daripada bangkit dari baringannya dan memakan apapun yang ditawarkan Halil, Innara lebih memilih untuk melanjutkan tidurnya sehingga akhirnya semua itu masuk dalam mimpinya.Tapi ken
Read more
Part 15
"M-Rayka?" Panggil Innara gugup. "Apa yang kamu lakuin disini?" Tanyanya heran.Apa ini, kenapa ini seperti dejavu? Bedanya, Rayka yang berdiri nyata di depannya saat ini terlihat sehat dan segar jika dibandingkan dengan Rayka yang hadir dalam mimpinya tempo lalu."Bekerja, tentu saja." Ucap pria itu dengan nada santainya."Be-bekerja?" Innara memandang pria itu tak percaya. Rayka menganggukkan kepalanya dan melangkah mendekati Innara yang membuat Innara malah terjatuh kembali ke kursi karena gugup."Bagaimana kabar kamu?" Tanya pria itu dengan nada ramahnya. "Kamu sehat? Kamu kelihatan makin cantik." Ucap pria itu seraya melangkah mendekat."Berhenti disana Ka." Perintah Innara yang membuat pria itu mengernyit seketika. "Kamu belum jelasin apa-apa. Apa maksud kamu dengan bekerja?" Tanya Innara dengan tatapan waspada.Innara tahu ini siang bolong dan Innara tidak bisa menyamakan mimpi—dimana Rayka memaksanya—dengan kenyataan. Rayka yang ada didepannya jelas terlihat sangat rasional, t
Read more
Part 16
"Gak, dia gak ganggu aku.""Siapa dia? Apa kalian saling kenal?" Halil kembali menatap Innara dengan tatapan menyelidik."D-dia...""Mantan pacar?" Tanya Halil dengan nada mengejek. Innara memandang Halil sejenak sebelum kemudian mengalihkan pandangannya karena gugup. Tatapan Halil terlalu intens menurutnya hingga membuatnya salah tingkah."Begitulah." Jawab Innara jujur dan lirih."Belum move-on rupanya." Jawab Halil yang tanpa meminta ijin langsung melewati Innara dan berjalan menuju dapur. "Mbak sendiri sudah move-on?" Tanya Halil sesaat setelah meletakkan paper bag di atas meja makan. Ia menatap Innara dengan sebelah alis terangkat. Tak juga mendapat jawaban, Halil memiringkan kepalanya. "Mbak?" Ia mengulang pertanyaannya."Udah move-on atau belumnya, jelas gak ada urusannya sama kamu kan?" Ucap Innara ketus seraya melangkah mendekat dan mengintip apa yang Halil bawa."Jelas ada urusannya dong.” Ucapnya yang membuat Innara menoleh ke arahnya. “Biar aku bisa nentuin langkah aku ked
Read more
Part 17
Ruangan itu tampak megah dengan dekorasi bunga mati yang tampak begitu hidup. Foto-foto kebersamaannya dan sang kekasih yang mereka ambil sejak mereka mencetuskan hubungan resmi sampai foto yang mereka ambil beberapa minggu sebelum pernikahan muncul di layar yang besar secara silih berganti.Innara tesenyum. Binar di wajahnya semakin cerah seiring setiap langkahnya menuju pelaminan. Bagaimana tidak, Innara adalah wanita paling bahagia saat ini. Dan dia merasa menjadi wanita paling cantik dan paling memukau saat ini, wanita beruntung yang bersiap untuk mendatangi pangeran tampannya.Dengan perasaan gembira, Innara kembali melangkah menuju masa depannya. Namun tiba-tiba Innara merasa kakinya berubah kaku dan langkahya terhenti tanpa dia ingini. Ruangan menjadi begitu sunyi. Layar yang tadinya menyala berubah mati begitu juga dengan lagu pengiring berlirik cinta yang tadi terdengar mengisi seluruh ruangan. Innara memandang sisi kiri dan kanan jalannya dan melihat orang-orang kini memfok
Read more
Part 18
Nyatanya, harapan Halil tidak bisa menjadi kenyataan karena tubuh Innara semakin sore semakin terasa tidak baik. Entah kenapa, Innara merasa begitu letih dan lesu dan suhu panas tubuhnya sepertinya tak juga menurun malah sepertinya semakin meninggi. Innara sudah meminum obat sakit kepala yang lain—bukan yang sebelumnya diberikan oleh Lusi—tapi keadaannya tidak menjadi lebih baik, dan malah menjadi lebih buruk.Setelah keluar dari ruang istirahat, Innara berpapasan dengan Rayka, mantan calon suami yang kini sudah resmi menjadi atasannya. Pria itu menunjukkan ekspresi khawatir pada Innara namun sebelum Rayka mendekat dan mengajukan banyak pertanyaan padanya, Innara sudah memutar badannya dan mengabaikannya.Ya, Innara benar-benar mengabaikan Rayka dan menganggap kalau pria itu tidak ada. Bahkan saat perkenalan resmi dilakukan pada pagi hari, Innara menyalami pria itu seolah mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Senyum yang ia tampilkan pun hanyalah
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status