"Kamu pikir aku menyukaimu?" Tanya Innara ketus."Mbak jawab aja pertanyaan Mbak sendiri." Cibir Halil seraya mengangkat tangannya dan mulai mengiris rambut Innara, mulai dari bagian bawahnya. Innara jelas terkejut dengan apa yang dilakukan Halil, namun ia tidak menjauh dan membiarkan Halil menyentuh rambutnya dan menyisirnya. "Lihat, kalau Mbak gak suka sama aku, mana mau Mbak aku sisirin begini. Ya minimal kalo Mbak gak suka sama aku, Mbak percaya sama aku. Bukan begitu?" Tanya Halil yang Innara jawab dengan kebisuan. "Tapi Mbak, aku ini laki-laki. Sepercayanya Mbak sama aku, Mbak tetap harus mawas diri.""Maksudnya?" Tanya Innara tanpa menoleh. Ia suka merasakan tangan Halil yang menyentuh rambutnya dan mengusapnya pelan, entah kenapa."Ya, walau bagaimanapun aku ini laki-laki. Aku bisa aja gelap mata terus ngelakuin sesuatu sama Mbak." Ucap Halil memperingatkan. Pria itu mulai bergerak ke bagian atas rambut Innara, Innara bisa merasakan ujung sisir yang lembut menyentuh kulit kepa
Bagaimana bisa aku bermimpi seperti itu? Tanya Innara pada dirinya sendiri. Ini pertama kalinya sepanjang umurnya Innara mimpi bercinta. Bahkan saat masih bersama Rayka dulu, Innara tidak pernah bermimpi sevulgar ini. Mungkin pernah bermimpi berciuman, tapi tidak sampai seperti ini.Apa ini karena faktor usia? Tanya Innara lagi dalam hati. Atau karena semakin tua usianya maka kebutuhan biologisnya semakin meningkat? Tapi kalaupun iya, kenapa harus dengan Halil? Kenapa tidak dengan pria lain atau kenapa tidak dengan pria tanpa wajah?Innara masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Semalam, setelah mandi dan mengeringkan rambut Innara melupakan niatannya untuk memasak dan memilih untuk tidur. Mungkin saat itulah sayup-sayup ia mendengar suara Halil yang menawarinya makan malam yang ia lewatkan. Namun daripada bangkit dari baringannya dan memakan apapun yang ditawarkan Halil, Innara lebih memilih untuk melanjutkan tidurnya sehingga akhirnya semua itu masuk dalam mimpinya.Tapi ken
"M-Rayka?" Panggil Innara gugup. "Apa yang kamu lakuin disini?" Tanyanya heran.Apa ini, kenapa ini seperti dejavu? Bedanya, Rayka yang berdiri nyata di depannya saat ini terlihat sehat dan segar jika dibandingkan dengan Rayka yang hadir dalam mimpinya tempo lalu."Bekerja, tentu saja." Ucap pria itu dengan nada santainya."Be-bekerja?" Innara memandang pria itu tak percaya. Rayka menganggukkan kepalanya dan melangkah mendekati Innara yang membuat Innara malah terjatuh kembali ke kursi karena gugup."Bagaimana kabar kamu?" Tanya pria itu dengan nada ramahnya. "Kamu sehat? Kamu kelihatan makin cantik." Ucap pria itu seraya melangkah mendekat."Berhenti disana Ka." Perintah Innara yang membuat pria itu mengernyit seketika. "Kamu belum jelasin apa-apa. Apa maksud kamu dengan bekerja?" Tanya Innara dengan tatapan waspada.Innara tahu ini siang bolong dan Innara tidak bisa menyamakan mimpi—dimana Rayka memaksanya—dengan kenyataan. Rayka yang ada didepannya jelas terlihat sangat rasional, t
"Gak, dia gak ganggu aku.""Siapa dia? Apa kalian saling kenal?" Halil kembali menatap Innara dengan tatapan menyelidik."D-dia...""Mantan pacar?" Tanya Halil dengan nada mengejek. Innara memandang Halil sejenak sebelum kemudian mengalihkan pandangannya karena gugup. Tatapan Halil terlalu intens menurutnya hingga membuatnya salah tingkah."Begitulah." Jawab Innara jujur dan lirih."Belum move-on rupanya." Jawab Halil yang tanpa meminta ijin langsung melewati Innara dan berjalan menuju dapur. "Mbak sendiri sudah move-on?" Tanya Halil sesaat setelah meletakkan paper bag di atas meja makan. Ia menatap Innara dengan sebelah alis terangkat. Tak juga mendapat jawaban, Halil memiringkan kepalanya. "Mbak?" Ia mengulang pertanyaannya."Udah move-on atau belumnya, jelas gak ada urusannya sama kamu kan?" Ucap Innara ketus seraya melangkah mendekat dan mengintip apa yang Halil bawa."Jelas ada urusannya dong.” Ucapnya yang membuat Innara menoleh ke arahnya. “Biar aku bisa nentuin langkah aku ked
Ruangan itu tampak megah dengan dekorasi bunga mati yang tampak begitu hidup. Foto-foto kebersamaannya dan sang kekasih yang mereka ambil sejak mereka mencetuskan hubungan resmi sampai foto yang mereka ambil beberapa minggu sebelum pernikahan muncul di layar yang besar secara silih berganti.Innara tesenyum. Binar di wajahnya semakin cerah seiring setiap langkahnya menuju pelaminan. Bagaimana tidak, Innara adalah wanita paling bahagia saat ini. Dan dia merasa menjadi wanita paling cantik dan paling memukau saat ini, wanita beruntung yang bersiap untuk mendatangi pangeran tampannya.Dengan perasaan gembira, Innara kembali melangkah menuju masa depannya. Namun tiba-tiba Innara merasa kakinya berubah kaku dan langkahya terhenti tanpa dia ingini. Ruangan menjadi begitu sunyi. Layar yang tadinya menyala berubah mati begitu juga dengan lagu pengiring berlirik cinta yang tadi terdengar mengisi seluruh ruangan. Innara memandang sisi kiri dan kanan jalannya dan melihat orang-orang kini memfok
Nyatanya, harapan Halil tidak bisa menjadi kenyataan karena tubuh Innara semakin sore semakin terasa tidak baik. Entah kenapa, Innara merasa begitu letih dan lesu dan suhu panas tubuhnya sepertinya tak juga menurun malah sepertinya semakin meninggi. Innara sudah meminum obat sakit kepala yang lain—bukan yang sebelumnya diberikan oleh Lusi—tapi keadaannya tidak menjadi lebih baik, dan malah menjadi lebih buruk.Setelah keluar dari ruang istirahat, Innara berpapasan dengan Rayka, mantan calon suami yang kini sudah resmi menjadi atasannya. Pria itu menunjukkan ekspresi khawatir pada Innara namun sebelum Rayka mendekat dan mengajukan banyak pertanyaan padanya, Innara sudah memutar badannya dan mengabaikannya.Ya, Innara benar-benar mengabaikan Rayka dan menganggap kalau pria itu tidak ada. Bahkan saat perkenalan resmi dilakukan pada pagi hari, Innara menyalami pria itu seolah mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Senyum yang ia tampilkan pun hanyalah
Halil tahu ada yang salah dengan Innara sejak saat ia menemui gadis itu di ruang istirahat. Namun ia tidak bisa terus menerus memantaunya karena entah mengapa pekerjaannya hari itu seolah tiada akhir. Bahkan, pekerjaan yang bukan menjadi tanggung jawabnya pun harus ia lakukan karena tuntutan atasan.Ingin memberontak, Halil sadar diri akan posisinya saat ini. Namun ia pun tidak akan mendendam karena ia tahu kalau mereka menyuruh Halil melakukan ini karena ada perintah dari orang yang lebih tinggi.Alhasil yang bisa dia lakukan adalah menyelesaikan pekerjaannya secepat yang dia bisa dan pergi ke ruang ganti setelah memindai jarinya di mesin absen tepat setelah jam kerjanya usai dengan harapan Innara belum pulang.Halil membersihkan diri dengan cepat dan mengganti seragam kerjanya yang kotor dengan kaus yang ia kenakan tadi pagi dan juga celana jeans sebatas lututnya. Sepatu sport berharga murah yang terpaksa ia kenakan karena tidak mau mem
Suara ketukan di pintu membuat Innara turut membuka mata. Jam berapa ini? Tanyanya pada dirinya sendiri seraya melirik jendela yang sudah memunculkan sinar matahari pagi.“Bukankah saya yang seharusnya bertanya pada Anda apa yang Anda lakukan disini?” Innara mengernyit kala mendengar nada suara Halil yang dingin.“Bersikaplah yang sopan. Aku ini atasanmu.” Teguran itu, Innara mengenal suaranya. Itu milik Rayka.“Anda atasan saya jika di resort. Disini Anda hanya sekedar pengunjung.” Halil mengingatkan.Ya Tuhan, kumohon jangan sampai ada perkelahian. Doa Innara dalam hati. Lagipula apa yang pria itu lakukan disini? Tanyanya pada diri sendiri dan Innara mendapatkan jawabannya saat ia melihat sosok Rayka yang berjalan menerobos masuk dengan buka rose berwarna merah muda di tangannya.“Aku mendapat kabar kalau kau sakit. Kau baik-baik saja?” Tanya pria itu dengan langkah cepat mendekati tempat tidur Inna