All Chapters of Terjerat Pesona Putri Gelap Tuan Konglomerat: Chapter 61 - Chapter 70
145 Chapters
Malam Penghargaan
Nasihat serius Mira jadi penutup episode hidup Putri sore itu. Malamnya, dia bersama rombongan dari Arda Pictures bergerak menuju venue acara yang merupakan gedung pertemuan milik keluarga Angkasa, Premiere Hall. Acara malam ini merupakan surganya insan perfilman. Sejak di pintu masuk, sudah banyak wartawan mengabadikan momen bersejarah para aktris maupun aktor yang wajahnya kerap menghiasi layar kaca. "Harap tampil dengan anggun dan berkelas. Kalau tidak jago berpose, setidaknya buatlah pose standar red carpet untuk sesi pemotretan sebelum masuk." Mira mewanti-wanti pada artis muda asuhannya. Pose standar yang dimaksud tentu saja gaya berfoto para aktris. Berkacak pinggang dengan satu tangan sementara tangan yang lain memegang clutch bag atau diletakkan dengan anggun di bagian depan paha.Jika Putri dan rekan seangkatannya mendapat arahan, artis senior macam Dewi Amor sudah melenggang masuk lebih dulu. Hamparan red carpet yang memben
Read more
Selebritis Terpanas
Putri mengerling ke arah Davinka. Ketika rekan satu agensinya ini sedang dalam mode 'malaikat' dia jadi agak risih. "Iya, Kakak benar. Beliau memang luar biasa," sahut Putri demi ikut antusiasme rekannya. Setelah kemeriahan akibat kemenangan Dewi berakhir, mereka kembali mengikuti rangkaian acara hingga tiba saatnya nominasi untuk web series. "Pemeran utama wanita terbaik untuk kategori web series adalah... ."Kedua pemandu acara saling tatap dengan gaya dramatis, seolah hasil kemenangan punya hubungan dengan hidup-mati mereka. Sementara itu, layar raksasa tadi kembali menampilkan sederet nama beserta web series yang mereka bintangi. Hati Putri melonjak ketika Marion tampil sebagai salah satu nomine. Pada kategori film layar lebar, nama Marion juga masuk dalam daftar namun berhasil disingkirkan Dewi Amor. Sebab itu, kategori terakhir ini jadi penentu bagi pihak manajemen. Pasalnya, mereka bakal malu berat bila tak berhasil m
Read more
Hampa
Putri langsung menoleh pada gadis di sisinya, bersiap memberi dukungan jika perlu.Di luar dugaan, Davinka malah menatapnya balik dengan raut bahagia memenuhi wajah. Tangannya bahkan sampai menutupi mulut, seolah nominasi yang didapatnya barusan adalah suatu pencapaian. Putri kehabisan kata-kata, terlebih saat melihat Davinka melangkah penuh percaya diri menuju panggung megah di depan sana. Rupanya, dunia ini dipenuhi bermacam-macam jenis manusia. "Terima kasih atas penghargaannya, saya harap ini bisa jadi motivasi yang baik buat kita semua untuk menegakkan kebenaran."Sontak gelak tawa memenuhi aula. Sebagian selebritis yang lebih berani sampai bersuit.Entah ini hanya gimmick atau mekanisme perlindungan diri, yang jelas Davinka sudah berhasil menorehkan cerita baru. Besok, pasti kata-katanya bakal jadi kutipan atau bahkan viral jadi meme. "Kamu tak perlu sedih, Putri. Besok-besok mungkin giliranmu yang dapat award,
Read more
Penyakit
"Putri gimana? Pulang sendiri atau diantar saja?"Mira, yang entah sejak kapan sudah berdiri di sisinya, berhasil menarik Putri dari angan semu. Sementara itu, Davinka yang sekejap tadi masih duduk di sisinya, sudah merangsek maju, mendekati Dirga. "Eh, kalau bisa diantar aja Kak. Saya belum punya kendaraan soalnya," Putri menyahu dengan senyum malu-malu. Mendapat tanggapan serupa itu, Mira segera meminta salah satu asistennya untuk mengantar selebritis asuhannnya. Niat Putri untuk berganti wardrobe sebelum pulang jadi urung lantaran banyaknya manusia yang antri di ruang ganti. Selain itu, selebritis yang mendapat prioritas tentu saja mereka yang populer dan senior."Kita pulang saja Kak," ujar Putri pada asisten Mira yang nampak tak sabar menunggu. Perjalanan ke rumah mereka lalui dalam diam. Selain karena sang asisten bukan tipe manusia yang suka bicara, Putri juga sedang tidak mood bercerita. Hatinya masih sibuk
Read more
Canggung
Usai perbincangan dengan Heru malam itu, Putri makin sering berkomunikasi dengan sang komting, bahkan di sela kesibukan pagi ini, dia menyempatkan diri menjenguk ibunda Heru di rumah sakit. Wanita tua itu nampak tegar meski berbagai peralatan medis menempel di tubuhnya. Bahkan rambut yang kata Heru dulunya tebal hitam, kini tak lagi bersisa. "Kamu temannya Heru, Nak? Dia sering cerita soal kamu sama Ibu," wanita tua itu berucap lemah waktu hanya mereka berdua yang tinggal dalam kamar. "Iya, Bu. Dia koordinator tingkat di kelas kami."Putri menjelaskan singkat sebab takut terjadi salah paham. Tak mau ibunda Heru mengira dirinya punya hubungan khusus dengan sang anak. Bagaimanapun, dia merasa belum siap bersanding dengan laki-laki mapan saat ini. "Begitukah? Kalau dari cerita Heru, kalian sepertinya sangat dekat. Dia sungguh kagum ... sama kamu."Seolah belum cukup mengagetkan, ibunda Heru memegang telapak tangan Putri dan meng
Read more
Training
Putri mengerjap sesaat sebelum menatap Heru. "Maksudnya Kak? Hmm... kami hanya ngobrol sebentar itu pun soal ringan-ringan saja.""Oh, kukira.... ."Usai memberi respon mengambang, Heru lanjut menatap jalanan di depan sedangkan Putri pun tak berani menelisik lebih jauh. Takut terjerat dalam perangkap yang dia buat sendiri. "Kak, kayaknya itu gedungnya," tunjuk Putri pada sebuah bangunan yang nampak megah diapit patung kuda dan air mancur di kiri- kanan. "Apa kamu yakin?" Heru memastikan. "Ya Kak, ciri-cirinya persis kayak yang dibilang temanku."Mendapat kepastian, Heru membuka pintu mobil dan langsung tancap gas usai berpamitan. Kepergian sang koordinator dengan sikap yang agak dingin menimbulkan berbagai tanya di benak Putri. Sangkaan yang paling kuat tentu saja menyangkut pembicaraannya dengan ibunda Heru tadi. Putri mendesah lelah sebab tak bisa memenuhi keinginan wanita baik itu. Bagaimanapun, di usia
Read more
Panggilan
Begitu pertemuan sudah ditutup, Putri buru-buru kabur bersama Claudia sebelum sempat mendengar ocehan Connie dan Windy. Pasalnya, sejak tadi kedua gadis itu memberi tatapan bermusuhan, terlebih waktu coach berkali-kali menegur kesalahan mereka. "Tumben kamu telat? Biasanya, si paling suka belajar," cetus Claudia waktu mereka sudah di luar"Ada urusan mendadak tadi, Kak. Kalau tidak mana mungkin aku berani telat."Claudia mencibir kecil lalu keduanya melanjutkan pembicaraan sambil menuruni tangga hingga tiba di lantai satu. Beriringan dengan kehadiran mereka, sebuah ruangan pun terbuka dan tampak beberapa bocah yang sepertinya masih duduk di bangku sekolah dasar keluar dari sana. "Eh, mereka buka les etika juga untuk anak-anak?" tanya Putri heran. "Tentu saja. Anak-anak kelas atas dididik sejak kecil hingga etika jadi tertanam dalam darah mereka. Makanya, bisa kamu lihat, kan? Tingkah para bocil itu udah mirip bangsa
Read more
Realita
"Akhirnya kamu datang? Kenapa lama sekali?" Merupakan sambutan yang terucap dari bibir David seketika Putri membuka pintu ruang kerjanya. "Maaf Pak, tadi saya lagi ikut pelatihan.""Benarkah? Silakan duduk, saya mau bicara sebentar."Meski agak gamang, Putri mengikuti perintah atasannya. David yang sekejap tadi menatapnya, kini malah fokus melihat selembar kertas yang tak dia ketahui apa isinya. Pada saat inilah, Putri bisa mengamati raut muka direkturnya dengan seksama. Entah apa sebabnya, dia kerap merasa David yang ini jauh berbeda dengan sosok yang pernah mampir ke kontrakannya. Pria muda yang dulu datang menawarkan lowongan kerja itu tampak ramah meski wajahnya kharismatik. Sedangkan yang duduk di depannya sekarang terlihat dingin dan menjaga jarak. 'Mungkin karena beliau atasanmu saat ini' batin Putri menghibur diri. Ada beberapa menit lamanya mereka berdua diliputi keheningan hingga David tiba-tiba
Read more
Hand Cream
Sesuai kesepakatan, besoknya sekira pukul sepuluh, Putri sudah sampai di kantor MJ Pictures. Tak seperti yang lalu, kali ini dia hadir bersama Mira. Maka dari itu, dia mendapat sambutan yang agak hangat. Tak cuma disajikan kudapan, sutradara yang terlibat pun turut ambil bagian dalam bincang-bincang singkat sambil menunggu syuting dimulai. Setelah berbicara sejenak dengan sutradara dan asistennya -- walau sebenarnya Mira  yang lebih banyak terlibat -- sebab Putri fokus membaca skenario, akhirnya salah satu kru berbisik ke telinga sutradara. Pria paruh baya itu nampak mengangguk sekilas sebelum akhirnya berkata, "baiklah, kita langsung ke studio satu saja. Semuanya sudah siap di sana."Dengan patuh Putri berjalan bersisian dengan Mira. Asisten berwajah dingin itu bertingkah agak aneh, menepuk bahu Mira seraya mengucapkan kata "semangat!" tanpa suara. Selang beberapa menit, mereka akhirnya tiba di studio satu dan baru sekaranglah Putri sadar kena
Read more
Pengendara Misterius
"Aku yakin, penulis script pasti lagi nggak waras makanya buat iklan dengan konsep nggak jelas gini," lirih Putri saat mereka break syuting."Ssttt, kudengar Putri Marion yang menulis," balas Mira seraya sibuk menatap kiri-kanan. Takut kalau-kalau ada telinga yang mendengar percakapan mereka. "Hand cream ini produk terbaru dari lini kosmetik Mahendra dan kebetulan dia kepala divisi pemasarannya."Refleks Putri terperangah. Sebagai aktris, bisa saja Marion berbakat namun sebagai penulis naskah dan pebisnis, jelas dia kurang berkualifikasi. Demi ambisi pribadi -- mempermalukan lawan --, dia tega bikin iklan jelek dan tidak menarik. Mengedepankan emosi di atas profit, jelas tindakan bodoh bagi seorang pebisnis. Bahkan walaupun punya harta yang cukup untuk tujuh turunan, temperamen semacam ini bakal membuatnya habis tak bersisa suatu saat kelak. "Putri, maaf ya. Anakku sedang demam tinggi. Kamu bisa pulang sendiri, kan?" Mira yang memang sejak tadi
Read more
PREV
1
...
56789
...
15
DMCA.com Protection Status