All Chapters of Tuan Konglomerat, Kali ini Aku akan jadi istrimu: Chapter 71 - Chapter 80
204 Chapters
BAB 71. Jangan Potong Videonya Dulu.
“Papa, tadi menelpon mereka dan meminta mereka menyiapkan ini semua. Agar setelahnya kita dapat memperoleh bukti kematian Susantio dan segera menyerahkannya kepada pihak kepolisian.” Abizar memberitahu sebelum Ratih sempat bertanya.“Terima kasih, Pa. Leo, tolong buka terlebih dahulu memori ke lima belas in.” Ratih lalu memberikan memori tersebut.Leo mengambilnya dan memasukkannya ke sebuah alat yang tersambung dengan kabel USB untuk dicolok ke laptop. Ia harus mengunggah dulu semua video yang terekam dari dalam memori, barulah video tersebut diputar.Ratih lantas melihat Parlin yang masih tidak dalam keadaan baik, ia segera menghampirinya. “Bang Parlin, gantilah pakaian di dalam dan obati dulu lukamu,” titah Ratih.“Baik, Nyonya.” Parlin lalu masuk ke dalam kamar para bodyguard.Untunglah di dalam kamar tersebut, ada beberapa pakaian miliknya yang memang sengaja ditinggal untuk posisi urgent seperti saat ini. Parlin lantas duduk untuk sekedar beristirahat sebentar dan memejamkan mat
Read more
BAB 72. Dimana Anak Pertamamu?
“Bukankah, lokasi kejadian ditemukannya mayat Susantio juga di danau yang sama?” tanya Deva dengan tujuan memberikan petunjuk pada siapa saja yang masih belum paham di ruangan tersebut.Ratih segera membelalakan matanya dan menutup mulutnya. “Benar sekali! Itu artinya, kita dapat melihat siapa tersangka sebenarnya!” pekik Ratih baru sadar maksud Parlin dan suaminya.Setelah mendapatkan kemungkinan untuk mendapatkan bukti yang lengkap, akhirnya Ratih meminta kepada Leo untuk memutar kembali video yang tersimpan dalam memori CCTV tersebut. Mereka dengan tatapan tegang menanti petunjuk baru dalam video yang sedang berjalan tersebut.Hingga akhirnya tampak aktivitas baru yang tertangkap kamera, dari atas ada seorang wanita muda dikawal oleh dua orang pria yang tidak diketahui wajahnya. Keduanya berperawakan besar dan tinggi, mereka masuk ke dalam hutan beberapa saat setelahnya mereka keluar kembali.“Siapa mereka? Kenapa tingkah laku mereka tampak sangat mencurigakan.” Abizar berkomentar
Read more
BAB 73. Tim Foreksik Jakarta
Pecah sudah tangisan Fitri hingga terdengar seperti hampir histeris ia tidak kuat untuk menahan rahasia ini lebih lama lagi."Tuan, anak pertama saya diculik, Tuan! Saya sudah kehilangan suami saya, saya tidak mau kehilangan anak saya lagi. Tolong, selamatkan anak saya, Tuan Besar Rahardjo. Saya mohon selamatkanlah anak saya." Akhirnya rahasia yang menyesakkan dada, yang selama ini ditahannya bisa terungkap juga.Fitri sudah tidak tahan lagi. Momen kedatangan Abizar menemui Fitri memang pas. Fitri, sudah serba ketakutan dan kebungingan sejak tadi.Abizar kini tahu alasan, mengapa Fitri terlihat sangat resah dan Abizar yakin, jika Fitri tadi sempat membohongi Deva. Mungkin, dia tidak percaya kepada Deva atau dia takut ada yang membocorkan percakapan mereka, atau bisa jadi dia juga takut ada yang mendengar percakapan mereka saat berada di gudang milik besannya."Baiklah kalau begitu, sekarang ikutlah aku ke depan. Kita akan bertemu dengan Ratih dan yang lainnya." Abisar lalu mengangkat
Read more
BAB 74. Tamu Tengah Malam.
Malam itu tepat pukul satu malam, seorang sipir yang baru saja pindah dari Nusakambangan datang menghampiri kamar tahanan Rangga. Ia membukakan sel tersebut dan membangunkan Rangga juga Si Tuli yang tertidur di lantai."Woi, bangun! Ada tamu di luar menunggumu.” Suara sipir itu langsung mengganggu jam istirahatnya Rangga.“Hem, ada apa?” tanya Rangga masih dalam posisi setengah sadar.“Bangun dan pergilah lewat pintu belakang, lalu temui tamu kamu di masjid. Jangan sampai ada yang tahu. Ingat! lewat pintu belakang, supaya CCTV tidak bisa melihat kau keluar dari sini," titah sipir baru tersebut yang bernama Danang.Rangga berusaha duduk, kepalanya masih terasa berat, untuk mengusir rasa kantuk ia mengucek kedua matanya. Badan yang selalu pegal setiap bangun dari kasur matras ini, membuat Rangga sering sekali ngulet.Makhlum sudah hampir tiga tahun, Rangga tidur di atas springbed mahal yang dibelikan oleh Ratih, khusus untuk memanjakan dirinya. Sipir tersebut menatap Rangga yang kembali
Read more
BAB 75. Joki Untuk Menggantikanmu.
“Jadi, bawa koper ini dan simpan di kamarmu sesuai dengan instruksiku! Apa kau paham?!” titah Tejo dengan tegas.“Kamu ingat kembali, apa nasehatku saat kamu cerita kalau tiba-tiba saja Ratih memutuskanmu di hari ulang tahunnya?” Tejo sengaja mengingatkan kembali kejadian itu agar Rangga bisa instropeksi diri.Rangga terdiam dan membatin. Memang sedari awal Tejo sudah mengatakan kepadanya untuk dapat menahan diri. Walau pun kali ini dia tampak kalah dengan Deva. Tapi, mereka pasti memiliki celah dan ada kesempatan untuk merebut Ratih kembali.Hanya saja Rangga tidak pernah nurut dengan Tejo. Akhirnya keadaan jadi seperti ini. “Iya, aku sadar aku tidak mengindahkan semua ucapanmu. Tapi, aku terlalu sakit hati. Sementara aku sedang emosi, mendadak aku secara kebetulan aku melihat Ratih datang ke kebun itu. aku kira dia mau mencariku.” Rangga masih berusaha untuk membela diri di hadapan kakaknya.“Sudah cukup, Rangga! Dengarkan kakakmu! Lagi pula ngapain juga kamu sakit hati dengan Ratih
Read more
BAB 76. Koper Yang Tersimpan Di Atas Platfom
"Diamlah, bodoh! Jangan buat aku tambah pusing. Mayat Susantio memang sudah ditemukan, makanya aku sampai menghampirimu sekarang! Agar, apapun yang terjadi, uang ini tetap aman! Kalau saja kacung bodoh ini mengikat pemberat di kakinya dengan benar, maka hal ini tidak akan terjadi!" Tejo lantas meluapkan emosinya sambil memukul kepala salah satu anak buahnya. "Maafkan kecerobohan saya, Tuan," sesal anak buah yang biasa dipanggil Lukman. "Yah, memang kau sangat ceroboh! Untung saja kau masih hidup sampai sekarang, kalau saja aku tidak memikirkan rencana kita kedepannya, ku pastikan isi kepalamu pasti sudah terburai saat ini!" Ancaman Tejo, tidak dianggap sebagai ancaman biasa oleh Lukman. Setelah melayani Tejo sekian lama, baru kali ini dia mengatupkan bibir dan bergidik ngeri. Bagaimana tidak, Lukman adalah salah saksi mata, yang melihat bagaimana Tejo menyiksa dan membunuh Susantio dengan keji. Bukan hanya itu, Tejo bahkan tega menculik anak kecil dan mengurungnya tanpa belas kasi
Read more
BAB 77. Berapa Lama Lagi Sidang Berlangsung?
Kebetulan siang itu adalah jadwal sidangnya Rangga, ia selalu menghitung kira-kira masih berapa lama lagi dirinya harus menunggu persidangan ini selesai. Rangga juga berpikir lebih baik mengaku saja dari pada membela diri, agar proses persidangan segera selesai. "Rangga! Pengacaramu datang. Keluarlah, ini jam kunjungan," panggil salah satu sipir kepada Rangga dan mengampiri Rajimin. "Woi! Kau, Si Tuli! Kau juga mendapat kunjungan, pergilah ada seorang wanita yang membawa tumpukan rantang untukmu." Sopir itu berteriak di samping telinga Rajimin. "Siap, Komandan!" sahu Jimin seperti biasa selalu mengangkat tangan dan memberikan hormat. Rangga mendengus kesal melihat tingkah para sipir tersebut, tapi ia memilih untuk mengunci mulutnya. Keduanya lantas keluar bersama-sama menuju ke sebuah ruangan yang disediakan bagi para narapidana untuk bertemu dengan keluarga dan kerabat saat jadwal kunjungan. Terlihat para pengunjung sudah duduk di kursi dan meja yang memiliki nomor sesuai dengan
Read more
BAB 78. Secarik Kertas Dari Rajimin.
Sipir muda itu langsung naik pitam, ia menggebrak meja dan membuat semua pengunjung terjingkat serta menoleh kebelakang. "Apa yang kalian sembunyikan, hah?! Kertas apa ini! Cepat, buka genggamanmu dan keluarkan!" bentak sipir tersebut. Mendadak tidak ada lagi suara gremengan para pengunjung dan narapidana yang berada di ruangan tersebut. Semua justru memilih diam dan fokus dengan amukan sipir muda tersebut. Karena suara sipir muda tersebut, Jimin bisa mendengar suara dan permintaan sipir itu kepada istrinya. “Komandan, Anda tidak perlu membentak istri saya, cukup minta saya untuk berbicara dengannya,” sahut Jimin dengan mata sudah menggantu kristal bening di pelupuk matanya. Sipir tersebut tidak terima karena Jimin berani menjawabnya. Ia langsung dengan kasar menarik kerah bajunya Jimin. “Kau nantang aku, Setan!” teriak sipir muda tersebut. Sundari langsung panik dan datang menengahi Jimin dan Sipir tersebut. “Tidak Pak, suami saya tidak nantang Pak. Bapak salah paham,” Sundari s
Read more
BAB 79. Berkas Penting Untuk Tuan.
Jimin menanggapainya dengan menggaruk kepala yang tidak gatal dan cengengesan, lalu menunduk hormat kepada Rangga yang masuh berbincang dengan pengacaranya. Saat berada di luar lapas tersebut, ponsel Sundari berbunyi dengan sebuah pesan. “Apa paket sudah diterima?” baca Sundari dalam hati. “Iya,” balasnya. Sundari lantas keluar dan pergi menggunakan angkutan umum seperti biasanya. Ia menuju ke rumah sangat sederhana, tempatnya tinggal dengan Jimin sebelumnya, matanya awas ke sana ke mari, melihat kalau-kalau ada yang mengikutinya. Untunglah sampai di rumahnya tidak ada satu pun orang yang ada di belakangnya. “Aku akan meluncur sekarang.” Ketik Sundari lalu mengirim pesan tersebut. Ia mengganti pakaiannya dengan gamis serba hitam dan jilbab panjang serta memakai cadar. Sundari lalu berjalan kaki melewati lorong rumahnya dan pergi ke terminal, sesampai di sana ia segera masuk ke dalam sebuah toilet dan kembali mengganti kostumnya. Gamis berwarna pink muda dengan jilbab yang juga cu
Read more
BAB 80. Kesepakatan Dengan Rahma.
“Apa Ikbal, bisa menggantikan Parlin saja?” tanya Ratih sambil memperhatikan Parlin yang mendadak berkeringat walau ruangan tersebut sudah ada pendinginnya. “Tidak bisa, Ratih. Hari ini Ikbal dan Sundari akan pergi ke acara sidangnya Rangga. minggu depan jadwal sidang kamu dan Parlin. Kalian bersiaplah, malam ini Jakse juga akan datang. Belum lagi nanti anak buahnya Jakse harus ke Jakarta dengan Papa membawa surat kuasa dari Kak Fitri.” Deva menjelaskan panjang lebar. Ratih mendesah kasihan kepada Parlin. Mungkin tidak sekarang, tetapi lain kali. “Baiklah, kalau begitu, kita ke kantor sekarang. Untuk berkas ini sepulang dari bertemu Rahma baru kita runtut bersama yah,” ucap Ratih. Sambil mengangguk dam menyimpan berkas tersebut, Deva lalu menepuk bahu Parlin. “Lain kali, aku akan mengatur waktu yang pas untukmu dan Sundari. Tenanglah, bukan hanya istriku yang menangkap basah gelagat tidak biasa darimu, Parlin,’ bisik Deva sambil terkekeh dan kemudian segera menuju ke mobil pribadiny
Read more
PREV
1
...
678910
...
21
DMCA.com Protection Status