All Chapters of Ibu Mertuaku Penuh Drama : Chapter 61 - Chapter 70
90 Chapters
Part 61
Pov SutinahTinggal beberapa menit lagi acara arisan akan berlangsung, sejak tadi aku sudah kayak setrikaan bolak balik menunggu Didik yang katanya akan membawa uang arisan yang akan kubayar sore ini, namun semakin ditunggu tak jua ada tanda-tanda anak sulungku itu datang. Aku meminta Iwan agar menghubungi kakaknya yang mungkin saja masih berada di kantor, akan tetapi aku harus kecewa ternyata Didik sudah lama meninggalkan kantor dan informasi dari teman kantornya bahwa ia akan mampir menjenguk anaknya. Siapa lagi kalau bukan Arthur, anaknya dari Mayang. Perempuan miskin dan hanya lulusan SMP yang sangat ku benci itu. Begitu mengetahui ia mampir ke sana, aku langsung menelponnya dan memintanya untuk pulang segera karena acara arisan akan segera dimulai, dan yang membuatku semakin jengkel karena ia tak menampik jika dirinya memang berada di sana. Pikirku, sekali-kali haru ada shock terapi lagi buat Mayang, biar dia nggak seenaknya membujuk dan menggoda Didik agar mau kembali lagi pad
Read more
Part 62
Part 62 Pov SutinahAku sengaja mengancam anakku, Didik agar menjauhi mantan istrinya karena kami sangat khawatir jika ia akan rujuk, meski proses cerainya sendiri belum juga dimulai. Namun aku yakin jika proses mediasi tidak akan lama lagi terjadi sebab Didik sudah melayangkan gugatan ke pengadilan agama, hanya tinggal menunggu waktunya tiba.Mungkin aku akan dikatakan sebagai Ibu yang egois hanya mementingkan kesenanganku dan adik-adiknya Didik saja, aku tak peduli karena sudah seharusnya Didik sebagai anak sulung melindungi adik-adiknya, apalagi dia sekarang sudah bekerja dan memiliki gaji yang besar hingga mampu memenuhi semua kebutuhan kami sekeluarga. Untuk itulah aku tak ingin lagi Didik kembali pada Mayang, hal itu akan semakin menyenangkan Mayang saja. Salah satu buktinya Didik menguntungkan yakni saat aku membutuhkannya membayar uang arisan yang jelas-jelas dipakai oleh adiknya pun dia mau. Bersyukur sekali melihat Didik meski ada saja keluhan, omelannya namun dia tetap me
Read more
Part 63
Part 63Kata-kata Bu Ida benar-benar membuatku terpojok, apalagi kulihat beberapa ibu-ibu terlihat ikut menertawakanku, hal inilah sebagian kecil yang semakin membenci mantan menantuku itu, Dulu Bu Trisno dan Bu Ida adalah teman baikku, hanya karena Mayanglah semuanya menjadi renggang dan aku lebih banyak menerima perlakuan kedua teman baikku itu dengan meremehkan apa saja ucapan yang ke luar dari mulutku, mereka sudah tak pernah percaya lagi padaku. “Shin, kamu bayarkan dulu uang arisan Farah ya? kalau nggak, kita nggak bisa memulai arisan. Kayaknya kamu masih banyak uang buat menalangi, nggak banyak hanya dua ratus lima puluh ribu aja. Nanti kalau Ibu dapat pasti Ibu ganti.” Janjiku, kulihat sorot mata Shinta mau menolak, tapi aku terus membujuknya dan akhirnya ia pun menurut.“Oke … semuanya sudah lengkap membayar, sekarang giliran kita goncang arisannya, tinggal Bu Ida sama Bu Sutinah yang kebetulan belum dapat.” Tak membutuhkan waktu lama, namaku yang ke luar arisan kali ini.
Read more
Part 64
Part 64 “Kok Ibu malah pura-pura bertanya? Ibu kan yang memaksa Farah supaya tetap bekerja memenuhi kebutuhan semua orang di rumah ini? padahal Ibu tahu kalau Farah tengah hamil muda. Tega betul, Ibu. Mentang-mentang kami nggak punya uang, Ibu seenaknya saja bilang ke Farah kalau nggak kerja, jangan coba makan di rumah ini. Apa begitu cara Ibu memperlakukan menantu yang sudah tidak bisa lagi memberi Ibu uang?” Ya, Tuhan… sandiwara apa yang dimainkan oleh Farah, menantu kesayanganku dulu ini.“Kapan Ibu pernah ngomong begitu, Nak? Ibu hanya bilang ke Farah kalau nggak punya uang, nggak ada kerjaan, nggak usah terlalu banyak keinginan supaya tidak menyusahkan orang di rumah ini terutama Mas Didikmu, kok Farah sampai ngomong begitu.” Tanyaku tak mengerti.“Sudahlah, Ibu nggak usah beralasan lagi. Kalau memang kami menyusahkan Ibu sebaiknya Ibu jangan ngomong begitu, memang Ibu terlalu tega. Nggak heran kalau tidak ada satupun menantu yang cocok sama Ibu.” Aku kaget mendengar Purwanto
Read more
Part 65
Part 65 Apa benar Iwan dan Shinta yang mencuri uangku? Rasanya itu tidak mungkin, sebab selama ini saat Iwan maupun Shinta butuh uang, mereka lebih banyak meminta ke pada Bu Yuli, mamanya Shinta daripada meminta denganku. “Kamu jangan menuduh adekmu sembarangan, nggak mungkinlah adikmu maling. Lagipula Iwan maupun Shinta selalu ada saja uang mereka, selain Iwan masih bekerja, Mamanya Shinta juga rutin mengirimkan uang buat mereka berdua, nggak akan mungkin.” Kataku menjelaskan, aku sendiri ragu jika anak bungsuku itu berani mengambil uang dari tasku.“Kalau Ibu nggak percaya, ya sudahlah nggak apa-apa, sekarang coba Ibu ingat-ingat saja siapa yang sering pinjam baju dan masuk ke kamar orang sembarangan, kecuali Iwan. Hanya Iwan yang punya kebiasaan begitu, sekarang saja sebelum ketahuan, dia langsung menghilang begitu aja. Pikir, Bu. Sebelum Ibu marah-marah karena anak Ibu katanya bukan maling, tapi buktinya belum apa-apa sudah menghilang.” Purwanto meyakinkan. Aku diam dan merasa
Read more
Part 66
Part 66Aku seketika lemas mendengarnya. Apa ini berarti Iwan dan Shinta yang memang mengambil uangku, uang arisan empat juta yang bakal ku belanjakan untuk membeli kebutuhan bulanan di rumah?“Berarti kalian memang pelakunya, kalian yang telah mengambil uang Ibu dari dalam tasnya, ngaku aja kalian.” Purwanto dengan lantang berbicara kali ini.Iwan dan Shinta malah bingung dengan apa yang diteriakan oleh Purwanto. Dengan kepayahan membawa barang belanjaan dan diletakkan persis di depan teras. Akhirnya Iwan membuka mulutnya.“Maksudnya apa? maksud kamu bilang kalau kami ini mencuri uang Ibu di dalam tas, uang apa? kalau ngomong yang jelas kamu.” Iwan nampak kesal terlihat dari mimik wajahnya yang berubah. Begitu juga dengan Shinta.Tak dia pedulikan peluh yang membasahi sebagian dahinya, Shinta memandang Purwanto dengan pandangan tak senang. Siapa juga yang senang jika mendapatkan tuduhan mencuri seperti itu. Iwan dan Shinta yang bereaksi membuatku yakin jika mereka bukan pelakunya.
Read more
Part 67
Part 67 Pov Farah Kehamilan membuatku membenci Ibu Mertuaku mati-matian, karena dia lah yang membuat aku hamil. Berulang kali ia memintaku supaya memberikannya cucu lagi bersamaan setelah Iwan dan Shinta menikah. Lucunya, setelah aku hamil dia terlihat pelit dan ogah-ogahan menuruti mauku. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Shinta. Hal ini membuatku iri. Padahal dulu ia begitu royal padaku.Apalagi sejak tahu ia mendapatkan arisan senilai empat juta, hanya memintanya uang sedikit saja untuk membeli martabak karena keinginan jabang bayi, dia pun tak sudi. “Coba lihat, Pur. Ibumu itu makin hari makin akrab sama Shinta, bahkan sekarang Shinta kalau punya makanan selalu dia bagikan ke Ibu, perhatianmu ke Ibu sudah tidak adalagi semenjak ada Shinta, Ibu kalau ada masakan sekarang lebih banyak mengetuk pintu Shinta ketimbang pintu kamar kita. Hal ini nggak bisa dibiarkan.” Sebut Ku kala itu. Purwanto hanya diam saja menyimak.“Tapi, aku lihat Ibu biasa aja. mungkin itu hanya
Read more
Part 68
Part 68“Kak ada tamu.” Farida melihatku dengan pandangan yang sulit ku artikan. Siapa tamu yang dia maksud? Aku melangkah ke depan, kulihat Shinta berdiri di sana. Ada apa gerangan mantan iras ku ini mendatangiku. Begitu aku sampai di depannya, ia mengukir senyum. Aku membalasnya lalu mempersilahkan duduk di kursi tamu yang baru saja ku beli beberapa hari yang lalu. Ku bersyukur pelan-pelan sudah bisa membeli barang dari hasil usahaku. “Kedatanganku ke sini ingin memesan bolu dalam jumlah banyak terus makanan prasmanan karena mamaku mau buat syukuran buat aku dan Iwan yang sudah tinggal di rumah kembali.” Aku mengerutkan alis. Ia tersenyum.“Mbak nggak usah khawatir, karena aku memang benar-benar ingin pesan untuk acara syukuran, waktu acara nikahan ku waktu itu semua yang Mbak Mayang buat disuka sama tamu, makanya aku mempercayakan semuanya ke Mbak. Kebetulan tadi mama menyuruhku untuk mampir ke sini dan memesan langsung sama Mbak Mayang. Oya ... jadi acara syukuran ini akan dila
Read more
Part 69
Part 69 “Kakak yakin mau terima orderan dari salah satu orang yang memfitnah kita?” Aku sontak menoleh. Farida berdiri di sana dengan pandangan tak senang, aku membalasnya dengan tersenyum lalu menghampirinya. “Ingat ya, Da. Apapun yang kita alami sudah kita ikhlaskan aja demi kebahagiaan kita sendiri. Kita juga tka perlu lagi memupuk prasangka buruk sama orang yang benar-benar ingin berubah, coba lihat Mbak Kiki sudah sekali memfitnah Kakak sampai Kakak waktu itu tidak laku berjualan pertama kali, dia meneruskan bahasa Ibunya Mas Didik waktu itu, tapi kita maafkan karena dia berniat tak mau lagi mendengar omongan mantan Ibu Mertua Kakak itu, itu sekali lalu terulang kembali saat ia hampir saja memasukkan cicak mati dan kecoa, syukur saja kita datang lalu keinginannya tidak sempat ia laksanakan, dua kali dia berusaha mencelakakan Kakak, tapi apa yang Kakak lakukan. Sekarang ini dia malah bekerja dengan kita, membantu kita dan kita membantunya mengatasi masalahnya mencari nafkah buat
Read more
Part 70
Part 70 “Berarti aku ngomong ke pacarku ya kalau belum bisa menikah dulu, itulah yang sebenarnya aku takutkan kalau aku belum bisa menikah dulu sebab Kak Mayang sama Kak Farida juga musti dapat pasangan dulu.” Ujarnya dengan wajah sendu. Aku masih menahan tawaku. “Ya, lagipula Kakak baru akan menjalani proses sidang perceraian jadi tidak mungkin secepat itu akan menikah lagi. Semuanya butuh waktu, kamu kasih tahu aja pacarmu untuk menunggu atau kamu bawa saja pacar kamu ke sini, Kakak mau kenalan seperti apa orangnya sebab Kakak tidak mau kamu salah pilih seperti yang sudah pernah Kakak lakukan.” Emi terlihat menghela napas berkali-kali.“Percuma juga sih, Kak dibawa ke sini toh belum bisa juga dia melamar. Ya sudahlah, Kak aku mau kembali lagi tidur.” Emi langsung berbaring dan membalikkan tubuhnya membelakangi posisiku. Aku tersenyum.Aku melangkah ke luar kamar dan menghampiri Farida yang masih begitu asik dengan beberapa catatan di tangannya. Adikku yang satu ini memang terbilan
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status