All Chapters of Kembalinya sang Dewa Perang: Chapter 1551 - Chapter 1560

“Aula Sibolga?” Hemin menyipit. “Kekuatan leluhur kalian dulu bukan seperti ini.”Rugal mengakui pelan, “Saat pembantaian itu, hampir semua kultivator hitam mati. Kami… sisa-sisa yang terakhir. Apa yang Anda lihat sekarang adalah yang terkuat yang tersisa.”Hemin hanya bisa menghela napas. “Mulai sekarang, kalian tunduk pada Tuan Nathan. Itu perintahku!”Rugal langsung menyentuh lantai dengan keningnya. “Siap! Kami akan mengikuti.”Bagi mereka, kata-kata leluhur jauh lebih berat daripada lencana apa pun.Hemin menoleh ke Nathan, seperti sedang mencoba membujuk. “Jika Tuan bertemu klan lain di masa depan, biarkan saya yang berbicara dengan mereka.”Nathan mengangguk. “Bagus, dan satu hal lagi. Berapa banyak reruntuhan kuno yang kau tahu? Mirip Aula Awan Dalam ini?”Hemin menggeleng. “Saya tahu banyak reruntuhan, tapi yang ini sudah berusia ribuan tahun. Saya benar-benar tidak tahu apa yang ada di dalamnya.”“Kalau begitu kembali saja dulu,” Nathan menutup Cincin Ruang. “Kalau kesempata

Aura menakutkan kembali meledak dari dalam Aula, berlari seperti badai liar. Namun sekarang Nathan sudah siap. Begitu energi itu keluar, dia mengangkat tinjunya.Pukulan Vajra Naga Emas meledak, cahaya keemasan menyambut hantaman itu.BAAM!Ledakan itu membuat seluruh ruang berguncang. Nathan merasa dadanya sesak, tubuhnya terdorong mundur beberapa langkah.“Nathan, pergi! Jangan gegabah.” Bonang menarik kerah Nathan dan langsung membawa dia mundur dari reruntuhan kuno.“Tidak kusangka, di reruntuhan berusia ribuan tahun masih ada seseorang hidup seperti itu.” Nathan tercengang, suara masih bergetar.“Itu bukan manusia,” ujar Bonang lirih. “Itu sosok yang ditinggalkan ribuan tahun lalu menggunakan Teknik Sigil Rune. Mereka tahu akan ada orang datang merebut warisan Aula Awan Dalam.”Ada kepanikan di mata Bonang yang terlihat jelas. Nathan menatapnya, mulai paham betapa berat tekanan itu.“Kita perlu rencana. Kalau masuk begitu saja tidak akan berhasil.” Nathan menghela napas panjang.

Itu sebabnya Bonang mengumpat, ia menatap Jusman sambil menarik lengan Nathan. “Sebaiknya kamu saja, cucu ini tidak bermoral.”Jusman mendesis, baginya ini bukan pertunjukan. Pertarungan satu pukulan bisa menentukan hidup dan mati.Nathan tersenyum pelan lalu melangkah maju, berdiri santai di depan Jusman.Jusman berada di ujung tanduk dan tidak bisa mundur lagi.“Nak… MATILAH!”Serangannya datang seperti badai. Telapak tangannya menghantam dada Nathan berkali-kali.Bugh! Bugh! Bugh!Nathan tidak bergerak. Sebaliknya, Jusman terpental. Tubuhnya menabrak meja besar sampai hancur berkeping-keping. Para tamu menjerit dan langsung menjauh. Darah mengalir dari mulut Jusman. Aura Ingras-nya runtuh begitu saja.Melihat itu, sebagian tamu justru bertepuk tangan spontan, lega, takut, dan heran bercampur jadi satu.Bonang memandangi Nathan dengan wajah kesal. “Sialan, dia berlagak hebat lagi.”Kenyataan yang pahit: Bonang ingin pamer di depan ratusan orang, tapi kesempatan emas diambil Nathan b

Nathan berada di Moniyan, menunggu Nalan pulang. Ada satu nama yang mengganggu pikirannya sejak lama/Klan Movi.Hari ini, Chelsea menelepon.Saat melihat nama itu di layar, napas Nathan naik turun. Kalau Chelsea menghubunginya, artinya Nalan sudah kembali.Benar saja, Chelsea menyuruh Nathan ke rumah Keluarga Island.Nathan langsung berangkat.Nalan sudah menunggu di ruang tamu. Begitu Nathan masuk, pria itu bangkit berdiri. “Tuan Nathan, silakan duduk.”“Kepala Keluarga Island, panggil aku Nathan saja.” Nathan berkata pelan. Sekarang dia butuh bantuan orang ini, dan tidak mau mencolok.Nalan terkekeh. “Dalam beberapa hari aku pergi, Kota Moniyan berubah. Kau layak dipanggil Tuan sekarang. Tapi lupakan itu dulu, Chelsea bilang kau mencariku. Ada urusan apa?”“Aku ingin bertanya tentang Klan Movi. Kau tahu di mana lokasinya?”Nalan menghela pelan. “Untuk apa kau menanyainya? Sekalipun kuceritakan, kau tidak bisa masuk.”“Kenapa?”“Karena Klan Movi berada di dalam sebuah dimensi lain.”

Chelsea menatapnya lama, seolah mencari kebohongan di wajahnya.“Aku bersumpah,” Nathan berkata, kali ini suaranya mantap. “Aku tidak pernah melakukan apa pun sama mereka. Hal seperti itu cuma ingin kulakukan setelah menikah.”Chelsea menatapnya beberapa detik lagi, lalu bibirnya terangkat. Tawa kecil lolos dari tenggorokannya, masih berlumur sisa emosi. “Wow! Tidak pernah terpikirkan kalau pria sehebat kamu masih polos begitu.”Dia menyandarkan tangan di pinggang, matanya berbinar nakal. “Kalau begitu aku lega. Setidaknya kita start dari garis yang sama. Aku jadi tidak merasa kalah.” Napasnya menghangat. “Dan aku yakin pada akhirnya kamu bakal jatuh cinta padaku.”Dia mengucapkannya ringan, tetapi kepercayaan dirinya menusuk.Nathan hanya bisa memijat pelipis. Gadis ini barusan menangis, sekarang sudah senyum penuh kemenangan. Perubahan suasananya membuat kepala pusing.Teknik Jiwa jelas penyelamat. Tanpa itu, siapapun pria waras pasti sudah kelabakan.“Sudah malam, kamu tidur. Aku k