Semua Bab Terpaksa Jadi Istri Ketiga Juragan Empang: Bab 31 - Bab 40
108 Bab
Bab 31
Setelah selesai membereskan bekas makan malam itu, Gendis lalu masuk ke dalam kamarnya.Gendis kemudian meraih ponsel genggam miliknya yang dibelikan oleh Indah waktu itu.Tanpa berlama-lama lagi, Gendis langsung menggulir layar ponselnya untuk mencari nama Indah.Gendis pun kemudian menghubungi Indah. Tak lama terdengar suara nada sambung telpon yang masih belum dijawab."Ayo dong mbak Indah, angkat telepon ku," ucap Gendis merasa sedikit gelisah karena Indh tak kunjung menjawab panggilannya.Gendis tak kehabisan akal. Dia mencoba menghubungi Indah sampai berkali-kali tapi tetap saja Indah tak menjawab panggilan telepon darinya."Ya Allah, mbak Indah pasti marah banget sama aku sampai-sampai dia tidak menjawab telepon ku. Aku benar-benar bodoh, kenapa aku sampai membiarkan hal ini terjadi. Ini semua gara-gara aku," ucap Gendis merutuki dirinya sendiri.Gendis kehabisan akal setelah ia mencoba menghubungi Indh namun tidak dijawab dan mengirimkannya pesan singkat tapi tak dibalas juga.
Baca selengkapnya
Bab 32
Sehari telah berlalu tapi Indah belum juga kembali ke rumah. Bahkan setiap kali Karta menghubunginya, ia tak menjawab teleponnya."Si Indah ini gimana sih! Bisa-bisanya dia nggak angkat telepon ku dari kemarin. Apa dia mau jadi pembangkang juga!" Wajahnya Karta merengut menatao layar ponsel yang terus mengeluarkan nada panggilan yang tak terjawab.Anjarwati, Gendis dan Ayu yang saat itu juga tengah duduk di meja makan bersama Karta hanya bisa menatao kepadanya."Apa Mbak Indah masih belum mau menjawab telepon mu, Mas?" tanya Ayu."Iya. Dia masih belum menjawab telepon ku padahal aku hanya ingin tanya kapan dia mau pulang. Apa dia merasa sudah tidak punya suami sampai-sampai dia pergi dan tak memberi kabar aku." Wajah Karta masih tamoak cemberut. Ia pun meletakkan telepon genggamnya dengan cukup keras ke atas meja makan."Tidak biasanya mbak Indah seperti ini ya, Mas. Sepertinya dia benar-benar sangat marah. Tapi kenapa dia bisa semarah ini, ya." Ayu memutar bola matanya dan berlagak t
Baca selengkapnya
Bab 33
"Kamu nggak lagi bohong kan, Ndis? Jangan jadikan anak di dalam kandungan mu ini sebagai alasan! Kita harus punya harga diri. Jangan sampai kedatangan mu ke sana membuat Indah dan keluarganya berpikir yang tidak-tidak." Anjarwati melangkahkan n kakinya mendekati Karta dan Gendis yang masih berada di dalam kamar."Kenapa ibu berpikir begitu, Bu? Bukannya kalau aku datang menemui mbak Indah, mereka akan senang. Itu artinya kan kita tidak mengabaikan mereka," ucap Gendis."Heh Ndis! Aku paling nggak suka disalahkan, ya! Bagaimanapun juga biarkan Indah kembali dengan sendirinya. Dia tidak mungkin menyia-nyiakan pria kaya seperti Karta, kan." Anjarwati menyelesaikan kalimatnya dengan nada sombong."Ya Tuhan, apa ini? Rupanya Ibu dan mas Karta adalah orang yang tidak mau mengakui kesalahan mereka padahal jelas-jelas mbak Indah marah karena mas Karta yang ingkar janji, tapi mereka malah bersikap seolah mereka itu yang benar dan mbak Indah yang salah," batin Gendis terdiam."Kata ibu itu ben
Baca selengkapnya
Bab 34
Gendis menatap lekat Indah yang duduk tepat di depannya. Namun, Indah hanya tertunduk membuang muka dari tatapan Gendis saat itu."Langsung saja ke intinya! Nggak usah basa-basi," ucap Indah tanpa menatap Gendis.Gendis menarik dalam napasnya dan mengatur setiap kata yang akan ia ucapkan pada Indah saat itu.Perlahan Gendis mencoba meraih tangan Indah dan menggenggamnya erat."Mbak, aku tahu mbak Indah marah padaku. Memang aku akui ini semua salahku tapi aku sungguh-sungguh tidak tahu kalau saat itu mas Karta sudah punya janji sama mbak Indah."Tanpa sepatah katapun, Indah hanya mendengus mendengar penjelasan dari Gendis."Aku tahu mungkin sulit untuk mbak Indah percaya padaku tapi aku mohon mbak, tolong maafkan aku. Aku sudah mencoba membujuk mas Karta saat itu tapi aku tidak bisa mengubah keputusannya. Aku benar-benar minta maaf karena sudah membuat mbak Indah merasa marah," ucap Gendis.Tiba-tiba Indah mengangkat kepalanya dan langsung menoleh ke arah Gendis. Matanya yang merah men
Baca selengkapnya
Bab 35
Hari demi hari terus berlalu dan Karta semakin disibukkan dengan pekerjaannya.Beberapa kali ia harus menginap di luar kota bersama Anjarwati dan meninggalkan ketiga istrinya.Karta sampai tak punya waktu untuk menemani Gendis USG di rumah sakit.Pagi ini, Gendis di temani Indah pergi ke rumah sakit untuk USG.Keduanya tampak akrab dan juga dekat. Beberapa kali Indah mengusap lembut perut Gendis yang sudah mulai membesar.Keduanya menemui dokter kandungan yang dulu pernah mereka temui saat pertama kali memeriksa kehamilan Gendis."Bagaimana, dok? Apa jenis kelamin anak yang sedang dikandung Gendis?" tanya Indah dengan begitu antusias.Sang dokter masih tampak mengusap perut Gendis dengan alat USG. Tak lama ia menunjuk ke sebuah alat yang ada di samping Gendis."Nah itu dia ke*amin anak bu Gendis. Bisa dilihat di situ bahwa ke*aminnya sudah terlihat sangat jelas dan itu adalah perempuan," ucap sang dokter dengan senyum ramah.Seketika senyum di bibir Gendis perlahan memudar. Rasanya be
Baca selengkapnya
Bab 36
Beberapa bulan kemudian.Gendis berjalan sedikit cepat untuk menghampiri ponselnya yang berdering di atas meja.Perutnya yang sudah semakin membesar terasa sedikit berat hingga membuatnya merasa lelah jika harus berjalan dengan cepat."Assalamu'alaikum Mas ...."Baru saja Gendis mengucapkan salam untuk sang penelepon yang tak lain adalah Karta, Karta sudah lebih dulu menyela."Kapan kamu akan melahirkan?" tanya Karta yang masih berada dj luar kota. Suaranya menggema dari ponsel genggam yang Gendis tempelkan di telinga kanannya."Oh emmmm, iya kemarin dokter memperkirakan sekitar 5 hari lagi, Mas. Kamu jadi pulang besok, kan?" tanya Gendis."Pekerjaan ku di sini masih banyak dan masih belum bisa selesai hari ini jadi aku belum bisa pulang besok.""Lalu kamu akan pulang kapan?" tanya Gendis yang sudah merasa sedikit risau. Ia takut jika Karta tak dapat menemaninya saat lahiran nanti."Mungkin akan diundur sampai seminggu jadi aku akan pulang minggu depan," jawab Karta."Berarti kamu ngg
Baca selengkapnya
Bab 37
"Kamu tenang saja, Nduk. Bapak dan adikmu ini pasti akan selalu ada untukmu dan kamu jangan khawatir. Jika mereka tidak menerima anakmu nanti, ada kami yang akan selalu menyayangimu dan anakmu ini."Mendengar ucapan Hartono, tanpa terasa membuat air mata Gendis meleleh. Dengan cepat ia menyaoy air matanya dan memeluk erat Hartono yang masih beraroma keringat.***Beberapa hari kemudian."Akh, Mbak Indah, tolong aku Mbak!" Dengan suara seadanya Gendis mencoba berteriak memanggil Indah yang saat itu ada di kamarnya.Gendis memegangi perutnya yang tiba-tiba saja terasa sangat melilit dan juga nyeri. Tampak cairan putih yang telah meleleh mengalir dari pangkal pahanya."Mbak t-tolong," teriak Gendis lagi.Tak lama Indah pun datang menghampiri Gendis sembari berlari kecil. Tampak Gendis yang sudah terduduk di pinggiran kasur.Tampak Gendis yang mencoba mengatur napasnya untuk meredakan rasa sakitnya.*ya ampun, Ndis. Kamu kenapa?" tanya Indah yang tampak panik."M-mbak, t-tolong aku," rint
Baca selengkapnya
Bab 38
Indah terus memandangi wajah bayi yang tengah digendong olehnya. Sementara Gendis masih terbaring lemas di atas ranjang."Wah bayimu ini cantik sekali, Ndis. Mirip seperti kamu yang juga cantik," puji Indah ssmbati tersenyum pada bayi di pelukannya. Ia masih tak henti-hentinya terkesima dengan kecantikan bayi yang dilahirkan oleh Gendis.Bayi dengan kulit putih bersih, pipi bulat dan bibir kecil juga tipis yang terlihat sangat imut. Belum lagi mata sipit yang membuatnya terlihat semakin cantik."Boleh aku melihatnya, Mbak?" tanya Gendis dengan suara pelan."Boleh dong, Ndis. Ini kan anak kamu, masa nggak boleh," jawab Indah yang kemudian memberikan bayi di pelukannya pada Gendis.Dengan sangat hati-hati Gendis menggendong bayi yang baru saja ia lahirkan. Rasa bahagia menyelimuti hati Gendis saat melihat bayi di hadapannya.Tanpa terasa air matanya jatuh melihat berapa cantiknya putri yang telah ia lahirkan dengan begitu sempurna. Namun, tiba-tiba saja Gendis terdiam sejenak. Matanya m
Baca selengkapnya
Bab 39
Setelah membaik akhirnya Gendis memberanikan diri untuk pulang ke rumah Hartono.Gendis terpaksa membawa bayinya pulang seorang diri karena Karta dan yang lainnya tak ada yang datang menemuinya. Jangankan menemuinya di rumah sakit, menelepon saja tidak."Apa bu Gendis yakin bisa pulang sendiri? Kenapa bu Gendis tidak menghubungi keluarga bu Gendis saja untuk menjemput bu Gendis," ucap sang bidan yang telah membantu persalinannya."Emmm nggak apa-apa kok, bu bidan. Saya bisa pulang sendiri dan insyaallah saya kuat," jawab Gendis dengan senyuman di bibirnya.Tangannya meraih dia tas yang sudah ia tata di atas ranjang. Sementara bayi mungil yang ia lahiran sudah berada dalam gendongannya."Ya sudah kalau begitu, bu Gendis hati-hati ya di jalan. Atau mau saya carikan taksi?" tanya sang bidan lagi.Mendengar tawaran dari sang bidan, Gendis buru-buru menolak karena uang pegangannya sudah semakin menipis."Oh nggak perlu, Bu. Nanti saya cari angkot saja di depan. Kebetulan rumah saya nggak b
Baca selengkapnya
Bab 40
Matahari yang semula terik memancar tiba-tiba reduo dan berganti dengan awan mendung yang seketika memadati angkasa.Gendis yang awalnya menolak tawaran Rehan, akhirnya tak kuasa untuk menolaknya lagi."Baiklah, Mas. Saya Mau," ucap Gendis akhirnya.Dengan senyum yang manis, Rehan pun mulai menjalankan mobilnya perlahan.Sementara hujan terus turun dengan begitu derasnya, Gendis hanya bisa memeluk lebih erat bayi di pelukannya."Emmm mas, itu rumahku. Nanti berhenti di situ saja," ucap Gendis sembari menunjuk ke arah depan."Oh iya baiklah," jawab Rehan.Perlahan mobil pun mulai berhenti dan dengan sigap Rehan mengambil payung di bagasi untuk diberikan pada Gendis.Rehan keluar dari mobilnya dan menerjanv guyuran air hujan saat itu."Ayo Mbak, biar saya antar sampai ke depan rumah," ucap Rehan yang kembali dengan membawa payung di tangannya.Sayangnya payung milik Rehan hanya ada satu sehingga membuat keduanya harus berbagi."Ayo Mbak, biar saya antar. Mbak nggak mungkin bisa bawa pay
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status