Semua Bab Mas Duda itu Mantan Kekasihku : Bab 21 - Bab 30
34 Bab
Bab 21. Kesepakatan
Sesuai apa yang telah kami sepakati. Hari Jumat sore usai pulang kerja, aku angsung bertolak pulang ke Yogyakarta menggunakan kereta. Sempat ditawarkan bareng oleh Mas Ravi. Namun, aku jelas menolak mencegah fitnah yang timbul mengingat status kami belum sah. Perjalan dari Jakarta menuju Jogja menggunakan kereta api membutuhkan waktu sekitar 7 jam 30 menit. Pada pukul dua dinihari aku sudah tiba di stasiun Jogya. Prayi adiknya Mas Dani sudah menunggu di sana. Kebetulan ia juga tengah cuti kerjanya, karena istrinya sudah mau melahirkan. Prayi langsung membawaku ke rumah. Tampak ibu dan bapak mertuaku masih menunggu kedatanganku. Sementara Prayi langsung kembali ke rumahnya. Ibu dan Bapak memintaku langsung istirahat. Pagi harinya aku langsung meminta ijin untuk pergi ke makam Mas Dani. Dengan meminjam motor Prayi aku bertolak ke makam. Aku juga membersihkan makam ku.“Aku datang bersama putrimu, Mas. Dan kedatanganku ini juga ingin meminta ijin untuk menikah lagi. Maaf, bukan aku ta
Baca selengkapnya
Bab 22. Setelah Menikah Makan Mie Instan?
POV AuthorKarena tanggal pernikahan sudah di tentukan satu bulan dari sekarang. Semua harus disiapkan dengan matang. “Sebenarnya ya, Mas. Cukup akad nikah dan selamatan kecil-kecilan saja sudah cukup, Mas. Aku tidak perlu hajatan yang mewah-mewah. Toh kita juga sudah pernah melakukan pernikahan.”Ravi tersenyum kecut mendengarnya. “Aku tahu, Dek. Tapi, keadaanya berbeda dulu aku menikah karena perjodohan. Sedangkan kini aku menikah dengan orang yang aku cintai. Anggap saja ini wujud syukur karena akhirnya kita bisa bersama.”Kalau sudah seperti itu Lita hanya bisa diam. Kabar rencana pernikahannya juga sudah menyebar ke penjuru kantor Lita dan Ravi. Semua orang bersemangat menggodanya, kecuali Pak Yusuf. Lelaki itu yang lebih banyak diam dan uring-uringan. Pantas saja Lita selalu menjaga jarak dengan lawan jenis usai kematian suaminya. Ternyata ada yang ia tunggu, begitulah pikirannya. Karena Lita tidak membawa motor jadi pulang kerja barengan sama Ravi. Mereka pun mampir ke tempat
Baca selengkapnya
Bab 23. Finally — Sah
POV Thalita Aku menatap pantulan diriku dari cerminan rias kamarku. Dengan menggunakan gaun pengantin berwarna putih dipadukan dengan jilbab yang senada, rangkaian melati menjuntai indah dari kepalaku. Tanganku yang sudah dirias dengan hena terlihat berkeringat, aku merasa dingin, gemetar dan gugup menjadi satu. “Kau gugup?” Mba Atika yang sejak tadi menemaniku bertanya. “I—iya.”Mba Atika terkekeh geli. “Ini bukan pernikahanmu yang pertama tapi kamu masih gugup dan malu saja.”“Ini berbeda lain dari yang lain.” Aku mendengus mengingat lagi pernikahanku dengan Mas Dani kala itu. Tidak ada rasa getar atau gugup sekalipun, mungkinkah karena kami menikah karena dijodohkan, meski pada akhirnya cinta itu tumbuh di antara kami. Sedangkan kini kami saling mencintai.“Jelas beda. Karena ini sekarang kan mau menikah sama sang cinta pertama.” Mba Atika semakin gencar menggoda membuat aku mengerucutkan bibirku kedepan. Namun, karena candaannya pula aku melupakan rasa gugupku.“Baiklah. Sekar
Baca selengkapnya
Bab 24. Kamar Sebelah Kosong
POV ThalitaAku benar-benar tak habis pikir. Hira terang-terangan melarang Mas Ravi masuk ke dalam kamar. Berbagai cara sudah ku lakukan untuk memberinya pengertian. Bahkan ibu dan kakak ipar ku juga turut andil membujuknya. Namun semuanya sia-sia.“Hira, katanya kangen sama nenek. Ayo tidur sama nenek.”“Gak mau ah. Mau sama ibu saja.” Hira justru menelupsupkan kepalanya di ceruk leherku. “Tidur sama Budhe yuk?” bujuk Mba Siti juga.“Enggak mau, Budhe. Mau sama Ibu.”“Katanya kemarin kangen sama Budhe.”“Aku gak mau ninggalin Ibu. Nanti Ibu di ambil sama Paman,” katanya membuatku terperangah. Bahkan ibu dan Mba Siti melongo, pada akhirnya keduanya memilih menyerah dan keluar dari kamar.Aku menghela napas panjang terdengar suara Mas Ravi yang tengah mengobrol dengan saudaraku di luar. Ku putar otak untuk kembali memberinya pengertian. Kemarin saat belum halal putriku merengek minta Ayah baru, sekarang saat kami sudah halal putriku terang-terangan menolak Mas Ravi. Ya Allah... Naman
Baca selengkapnya
Bab 25. Aku Tak Tahan, Dek.
POV ThalitaAku menghirup udara sebanyak-banyaknya setelah kepergian Mas Ravi. Beranjak dari ranjang ekor mataku bergerak menuju album foto pernikahanku dengan Mas Dani yang ku letakkan di atas lemari. Haruskah sekarang? Pikirku dengan pikirannya yang mendadak gundah gulana. Tidak! Aku tidak boleh meragu. Bagaimanapun sekarang Mas Ravi itu suamiku. Dan cepat atau lambat aku harus tetap menyerahkan haknya. Aku melangkah menuju meja rias. Ku tatap penampilanku yang menggunakan piyama satin. Ku ambil parfum, ku semprotkan ke sekitar tubuhku. Tak lupa aku mengambil lotion untuk membalur tangan dan kakiku. Setelah menyakinkan diri bahwa semua ini memang sudah seharusnya terjadi. Aku berbalik mengambil bantal dan selimut, melangkah menuju pintu, perlahan aku mulai membuka handle pintu.Brughh! Aku meringis kala keningku justru menubruk sesuatu yang keras saat aku berniat melangkah keluar.“Maaf, Dek. Maaf.”Sambil meringis memegangi kening, aku menatap ke arah Mas Ravi. “Kok balik ke sin
Baca selengkapnya
Bab 26. Apa Yang Enak Kalau Sepi?
POV Thalita“Mas?” Aku tak pernah menyangka jika Mas Ravi akan mengajakku memasuki pintu yang dinding depannya bertuliskan Presidensial Suite. Tentunya membuatku tercengang saat ia membimbing bahuku berjalan melewati lantai marmer yang terasa licin saat diinjak.Mas Ravi tersenyum ke arahku. “Gimana? Suka gak?”Aku terdiam, tubuhku terasa lemas. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di lobi hotel ini aku sudah dibuat terkagum-kagum dengan kemewahan dan suasananya. Dan sekarang ia justru membawaku ke presidential suite? Ya Allah berapa banyak lagi uang yang telah ia keluarkan untuk diriku. Aku memang belum pernah menginap di sebuah hotel seperti ini. Tetapi, bukan aku tak tahu apa-apa. Aku jelas tahu seberapa mahalnya jenis kamar ini. Bahkan aku merasa lidahku terasa kaku untuk menjawab. “I—ini terlalu mewah, Mas.” Aku menjawab dengan rasa gugup yang tak terkira. Sebelumnya ia memang mengajakku menginap di sebuah hotel, mengingat saat di rumah Hira terus saja menempel padaku. Bukan M
Baca selengkapnya
Bab 27. Mau Ke Surga Bareng Aku Gak?
POV ThalitaWaktu bergulir begitu cepat tak terasa masa cuti kamu sudah habis. Aku merasa senang karena akhirnya Hira tak lagi memusuhi Mas Ravi. Ya selama di Yogyakarta suamiku kerap membawa Hira jalan-jalan, memang pandai sekali ia mencuri hatinya. Bahkan Hira tak segan memanggilnya Papa. Aku tersenyum ketika mengingat cerita Mas Ravi tentang panggilan Hira padanya.‘Kemarin saat aku mengajak Hira ke Taman Pintar, aku bertanya padanya Hira kenapa memilih memanggil Papa kenapa tidak Ayah?’‘Karena Ayahku adalah Ayah Dani. Dan Papaku adalah Papa Ravi. Meski aku tak pernah berjumpa tapi ia selalu di sini,’ Dia menunjuk ke arah dadanya.Aku tersentuh tak mengira jika putriku bisa berpikir sejauh itu. Sampainya di Jakarta tak ada lagi waktu kami untuk bersantai. Kami langsung menempati rumah baru yang Mas Ravi beli. Sebelumnya kami juga mengajak Aksa. Namun, anak itu menolak dan mengatakan nanti saat liburan akan berkunjung. Ketika kembali menginjakkan kaki di rumah. Aku kembali terke
Baca selengkapnya
Bab 28. Look At Me And Trust Me
POV Thalita“Sudah siap sayang?” tanya Mas Ravi membuka pintu kamarku. Hari ini kamu berencana menghadiri pernikahan Mela dan Pak Redi. “Sudah, Mas.” Aku tersenyum ke arahnya. Tampak ia menatapku tanpa berkedip, entah apa yang ada dalam pikirannya. Namun, ia tak henti tersenyum ke arahku. “Mas... Ngelamun sih,” kataku menepuk bahunya membuat ia tersentak.“Aku terpukau sayang. Kamu cantik banget, jadi sayang mau dibawa keluar.”Aku melongo ke arahnya. “Terus?”“Kurung aja di kamar ya,” selorohnya membuat aku tergelak.“Ngaco. Ayo berangkat.” Aku langsung menggandeng tangannya keluar. Jika dibiarkan bisa-bisa beneran ia mengurung diriku di kamar seharian. Apalagi sekarang Hira sudah memiliki teman di kompleks perumahan ini. Ya, aku sudah menemukan pengganti Budhe dalam mengasuh dan menjemur Hira saat pulang sekolah. Tetanggaku yang jarak rumahnya hanya dua rumah dari rumah kami. Jadi, sekarang aku lebih tenang meninggalkan Hira saat bekerja. “Hira beneran gak mau ikut ini sayang?” ta
Baca selengkapnya
Bab 29. I'ill Come Papa
POV Thalita'Mau ke surga bareng aku gak?'Aku menatap penampilanku di cermin sambil tersenyum mengingat pertanyaan Mas Ravi, yang pada akhirnya kini ia berhasil membuat aku berubah. Ya aku memutuskan untuk berhijab saat keluar apalagi saat bekerja. Tentu saja keputusan itu di dukung penuh oleh suamiku. “Mas aku mau ayam yang ada di piring kamu itu loh,” pintaku tiba-tiba. Saat ini kami tengah sarapan bersama sebelum melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Beberapa hari ini merasa sangat aneh dengan diriku, selalu ingin dekat dengan suamiku. Bahkan aku selalu merasakan rindu yang menggebu-gebu. Lebih anehnya lagi aku selalu menyukai makanan apapun yang telah dimakan suamiku. “Ini ada loh, sayang. Masih banyak.” Mas Ravi menunjuk ke arah piring di mana di sana masih ada ayam goreng yang tadi aku masak. Aku mengerti maksud Mas Ravi, ia hanya menunjukkan makanan yang jelas masih utuh. Tapi, aku merasa enggan menyentuhnya.“Aku gak mau itu, Mas.”Kening Mas Ravi mengerut bingu
Baca selengkapnya
Bab 30. Semua Hanya Titipan, Sayang
POV ThalitaKarena Mas Ravi masih ada di Bandung, dan kebetulan hari ini ada pengambilan raport Hira. Aku memutuskan untuk mengambilnya sendiri, mungkin aku akan ijin beberapa jam sebelum masuk kantor. Tidak masalah nanti di jam istirahat aku akan bekerja. Sejujurnya aku bisa saja meminta tolong tetangga yang aku percaya menjemput Hira. Tapi, aku tidak mau Hira berkecil hati. Teman-temannya datang dengan Ayah atau ibunya, dan dia masa haru sama orang lain. Tentu saja sebelumnya aku sudah mengantongi ijin Mas Ravi. Meski Hira itu darah dagingku sendiri, tapi Mas Ravi itu suamiku, yang sudah sepatutnya harus ku hormati. Kumpulan wali murid terlaksana lancar, dan lagi aku merasa lega karena SPP Hira memang sudah aku lunasi berikut dengan biaya raportnya. Keluar dari gedung sekolah, aku melirik arloji di tanganku, masih ada waktu lumayan. “Bu, aku pengen ice cream di taman.” Hira menggoyangkan lenganku membuat aku menoleh ke arahnya. “Iya.”“Ayo, Bu. Makan ice cream di sana.” Hira menu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status