All Chapters of MALAM PERTAMA SI GADIS DESA: Chapter 21 - Chapter 30
52 Chapters
Bab 21
"Zafar!" Haji Burhan yang baru sampai langsung menghampiri pria itu, ia tau dari salah satu desa yang lewat saat kejadian kebakaran tadi. "Kamu gak papa?" tanyanya panik, Haji Burhan takut sekali jika saat rumah terbakar dia ada di dalam. "Aku gak papa, Paman. Hanya saja rumahnya...." Zafar menangis, ia sungguh bingung apa yang harus dikatakan pada Bapak mertuanya nanti. "Sudah, kita pikirkan nanti soal rumahnya. Ayo, sekarang ke rumah paman dulu. Ayo-ayo semua," ujar Haji Burhan, yang mengajak teman Zafar juga. Pito dan Bima saling tatap, barang-barang mereka ada di sana semua. Beruntung dompet dan ponsel selalu mereka bawa. Mereka ke rumah Pak Burhan, sepanjang jalan Zafar diam, ia takut sekali dimarahi oleh Pak Hasan, saat sedang melamun, pria itu melihat dari kejauhan, Ajat sedang berdiri di depan rumah Haji Burhan. "Pria brengsek itu. Untuk apa dia di sana, apa jangan-jangan...." Zafar meminta Pamannya itu untuk melaju lebih cepat, saat sudah sampai di pekarangan rumah, ia l
Read more
Bab 22
Di kota, Hilma gusar, ia tak bisa tidur. Berkali-kali ia mengecek ponsel jadul itu, tapi tak kunjung ada balasan dari Zafar. Sedari tadi pagi perasaanya tak enak, membuat gadis itu sering melamun. Begitu juga dengan Pak Hasan, wajah sang almarhum sang istri terbayang-bayang. Ia merasa tak enak hati, tapi tak tau kenapa. Padahal, mungkin semua itu karena ikatan batin mereka dengan rumah yang sudah hangus terbakar sangat lekat. Sehingga mereka bisa merasakan kegelisahan. Jika saja mereka tau rumahnya sudah hangus terbakar. Mereka pasti akan memaksa untuk pulang melihat keadaan rumah. Hilma memilih keluar dari kamar. Ia sedikit terkejut mendapati sang Bapak yang juga sedang duduk termenung di kursi. "Bapak belum tidur?""Belum, Neng. Bapak teh gak bisa tidur. Neng, tanyain ke Zafar, kapan kita bisa pulang? Bapak udah gak betah di sini."Hilma ikut duduk di samping Sang Bapak, ia menatap wajahnya. "Pesan Hilma yang tadi juga belum di jawab, Pak. Sama kayak Bapak, Hilma juga mau seger
Read more
Bab 23
Malam selepas isya, warga berkumpul di pos ronda bersama dengan hansip. Mereka diminta untuk berjaga sampai pukul sebelas malam. Setelah itu semuanya bisa berpencar. Zafar dan Haji Burhan turut hadir. Mereka juga ingin tau siapa yang telah membuat kampung ini kacau, jika memang malam ini dia akan tertangkap. Ajat saat di rumah tadi, melihat gerak-gerik sang adik yang seperti biasa, sering menjauh saat ada telpon, dan pergi setelahnya. Ia akan merasa sangat malu jika memang Adi yang bertanggung jawab atas semua ini. Tapi, untuk apa dia melakukannya? Semua berkumpul di pos sampai jam yang ditentukan, kemudian mereka mulai meronda samping ke pelosok kampung. Awalnya semua tidak ada yang aneh, sampai seorang warga melihat kilatan hitam saat mereka sedang melewati persawahan. "Apa dia orang?" tanyanya ke warga yang tengah meronda juga bersamanya. "Kayaknya iya, ini sangat mencurigakan. Untuk apa dia di saung malam-malam begini?"Warga yang lain memberikan instruksi, kemudian mereka k
Read more
Bab 24
Pak Hasan yang bangkit, membuat Hilma tersadar dari lamunan. Ia langsung memalingkan wajah dari pandangan Zafar. Bisa-bisanya dia malah diam menatap pria itu."Yuk masuk yuk. Kita lihat dalamnya seperti apa," ujar Zafar, membawa Pak Hasan masuk, begitu juga dengan Hilma. Pria itu membuka pintu dan berucap salam, di dalamnya sudah ada sofa dan TV, dapur yang sudah lengkap dengan alat-alat masak. Melihat itu Pak Hasan mengusap air mata, ia tidak bisa berkata-kata selain berucap syukur. Kemudian Zafar membuka pintu kamar, yang di mana itu untuk kamar Pak Hasan. Sudah berisi lemari dan juga springbed. "Nah, Bapak bisa tidur dengan nyaman di sini. Gak usah pake AC lah, ya. Kan di sini dingin, gak kayak di bekasi kemarin."Pak Hasan tersenyum di sela-sela tangisnya. Ia membawa Zafar ke dalam pelukan. Berucap Terima kasih untuk semua ini. Kini tiba lah Hilma, pria itu mengajak sang istri ke atas, berdua. Karena Pak Hasan merasa sakit dengkul jika harus menaiki tangga. Hilma terpaku melih
Read more
Bab 25
Melihat Hilma yang memalingkan wajah, pria itu tersadar atas apa yang ingin ia lakukan. Kemudian menarik diri menjauh dari Hilma, membuat gadis itu sedikit gemetar dengan apa yang terjadi barusan. Ia menghela napas lega saat Zafar sudah keluar dari kamar mandi. Cepat Hilma menutup pintu, ia melihat diri di cermin, semuanya sudah basah kuyup. Yang tadinya niat tidak mandi, terpaksa gadis itu mengguyur diri malam-malam. Zafar yang sudah berganti baju, ia terdiam duduk di ranjang. Bagaimna bisa? Dia hampir saja kebablasan karena melihat wajah Hilma yang sangat menarik perhatikan. Dan juga, pria mana yang akan tahan lama-lama di saat se kamar berdua apalagi sudah sah sebagai suami istri. Ah, tapi Zafar mencoba tenang, jika memang cinta itu tumbuh, ya alhamdulillah, kalau tidak... pria itu tidak ingin memikirkannya lebih lanjut.Biarkan berjalan semestinya saja. Hilma yang masuk ia melirik pria itu sekilas, membuat Zafar bergegas tidur dan mengenakan selimut. Gadis itu perlahan naik ke
Read more
Bab 26
Neng, Ujang ayo makan!"Mendengar Pak Hasan memanggil, Hilma meninggalkan pria itu yang masih terpaku dengan panggilan yang diberikan oleh Hilma. Ia kemudian membersihkan sisa-sisa lumpur di air pancuran. Hilma yang sedang membuka rantang sesekali menatap suaminya itu, yang juga tak fokus pada membersihkan bajunya. Saking tak fokusnya dia sampai terpeleset di pijakan bambu yang licin. Membuat Hilma berdiri karena takut jika suaminya itu kenapa-napa. "Ari kamu jatuh mulu," ucap seorang wsetanyany ada di sana. Membuat Hilma menahan tawa karena tingkahnya itu. Dia kemudian menyiapkan makanan, ia meminta Zafar untuk duduk di sebelah yang masih kosong, karena dia basah belum mandi karena tidak membawa baju. Semua orang menikmati makanan, begitu juga dengan Zafar, yang baru tau jika makan di sawah setelah bekerja seperti ini sangat nikmat sekali. Membuat pria itu nambah sampai tiga kali, beruntung Hilma membawa banyak nasi dan juga lauknya. "Kalian kalau mau pulang, pulang aja ya. Kasi
Read more
Bab 27
Kok gak dimakan?" Pria itu baru sadar kalau sedari tadi Hilma hanya diam melihatnya yang sangat menikmati mie yang ada di hadapannya itu, sampai lupa bahwa ada Hilma yang di mana ia tidak bisa menggunakan sumpitnya. "Gak ada sendok ya?" sindir Hilma, membuat pria itu sedikit tertawa kemudian meminta sendok pada kasir. "Makasih, Mbak." Pria itu memberikan sendoknya pada sang istri, saat ini Hilma baru bisa menikmati mie nya. Gadis itu terdiam sebentar, ia belum pernah menemukan mie senikmat itu. "Enak ya? Itu lah, makanya aku sampe gak ngeh kalau kamu belum makan. Haha, maaf ya."Hilma tersenyum, ia akui mie ini memang enak. Sampai dia sendiri juga diam karena kaget. "Beda ya sama mie di warung-warung," ujar Hilma. "Ya jelas, Ibu. Ini harganya aja berapa."Hilma yang sedang mengunyah melirik suaminya itu. "Memangnya berapa?""Dua puluh lima ribu semangkok itu."Uhuk!"Mie yang terasa pedas itu membuat tenggorokan Hilman rasanya terbakar karena tersedak mendengar jawaban Zafar. Pri
Read more
Bab 28
"Besok aku gak ikut ke sawah ya, Pak. Harus liat sawah warga yang dibeli waktu itu buat bangun konveksi. Alhamdulillah yang di Jakarta omset meninggi saat ada pesenan via online. Lebihnya bisa aku pakai buat ngebangun.""Iya, Ujang... gak papa. Kamu fokus aja ke kerjaanmu. Semoga lancar selalu, ya.""Makasih, Pak.""Ayo makan!" kata Hilma, yang sudah membereskan nasi dan lauk di meja makan. "Udah mateng? Tadi katanya masih alot.""Wajannya!" jawab dia, sambil meletakan piring satu per satu. Kemudian mengisinya dengan nasi. "Wah... Kamu tau aja kesukaan bapak. Bebek!" kata Pak Pahan, ia berbinar melihat bebek itu, jika di ingat, sudah hampir lima tahun ia tak makan bebek lagi karena dulu ternaknya habis dijual. "Aa yang beli, Pak," jawab Hilma. "Bapak juga suka? Aku juga sama, suka banget sama bebek. Apalagi dibumbuin pedas begini." Safar turut duduk di samping mertuanya itu. Ia mengambil satu paha bebek, dan memberikannya pada Pak Hasan, kemudian menyendok lagi untuknya.Hilma yan
Read more
Bab 29
Melihat Zafar yang terbaring sambil memeluk guling, Hilma memunguti bajunya yang berada di sofa, dimasukkan kembali ke dalam paper bag. Ia kemudian membawa baju yang tadi ia kenakan ke kamar mandi, dan mengganti baju yang sedang dipakai itu. Hilma kembali ke kamar Mengunci pintu dengan pelan, kemudian dia duduk di ranjang. Gadis itu menatap kosong ke bawah, Sedetik kemudian air matanya kembali jatuh membasahi pipi. Dengan segera ia mengusapnya mencoba menenangkan diri, di tatapnya sang suami yang sedang memunggunginya itu. Kemudian Hilma mengambil satu buah bantal dan meletakkannya di sofa, Gadis itu berbaring menatap sang sang suami. Hilma merasa tak enak, jika dipikir lagi benar kata Zafar bahwa mereka terlalu jauh padahal sudah menjadi suami istri. Gadis itu berfikir Bagaimana jika dia mulai untuk mendekatkan diri pada Zafar, seperti apa yang pria itu katakan tadi, bahwasanya mereka cukup menjadi teman saja sementara ini. Mengingat semua kebaikan Zafar membuat hati gadis itu l
Read more
Bab 30
Kamu yakin mau jadi temanku?" Gadis itu menatap Zafar yang bertanya serius perihal-hal ini. Kemudian mengangguk. Melihat sang istri yang mengganggu, Entah kenapa Zafar malah merasa ada yang mengganjal dalam hatinya, ia takut jika Hilma menerima semua ini hanya karena terpaksa, bukan karena keinginan dia sepenuhnya. Pria itu membenarkan posisi duduknya, ia mengangkat satu kaki untuk menopang tangannya. "Kamu tidak perlu memaksakan semua ini Hilma, jika memang kamu tidak mau ya tak apa, aku tidak akan memaksa." Hilma diam, padahal dirinya bukan sedang berpura-pura dan juga bukan karena terpaksa menerima semua ini, dia ingin agar lebih dekat dengan Zafar layaknya teman, menyingkirkan segala malu, marah dan rasa ego yang selama ini ia Tanamkan dalam hatinya. Dia meletakkan dodol di meja, kemudian tangannya meraih tangan sang suami, ia menatap pria itu dalam kemudian berucap, "Aku serius, ini semua bukan karena terpaksa, aku ingin mencoba dekat dengan kamu sebagai teman. Jika memang ka
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status