All Chapters of Kasur Lapuk Untuk Ibu: Chapter 31 - Chapter 40
103 Chapters
Bab 31
"Assalamualaikum, Aisyah ...!"Terdengar teriakkan salam dari luar, "Itu siapa ya, Aish? kok ucap salam sampe teriak-teriak begitu," Aisyah menggeleng, dia juga sama tidak tahunya sepertiku, aku beranjak keluar kamar diikuti Aisyah mengekor dibelakangku."Kok lama banget buka pintunya, Aish. Sedang apa kamu di dalam?"Begitu pintu dibuka, suara tanya yang terdengar kurang bersahabat dilontarkan oleh seorang lelaki paruh baya, yang kini berdiri diambang pintu kepada Aisyah."Wa'alaikumsalam, Paman, Bibi. Maaf Aish telat membukakan pintu, tadi sedang mengerjakan tugas di kamar," cicit Aisyah sedikit beralasan sambil menunduk."Lalu siapa dia, apa kamu tidak kuliah, Aish?" "Perkenalkan saya Dina, Paman. Temannya Aisyah." Jawabku kemudian mengatupkan kedua tangan di dada. Lalu ku ulurkan tangan untuk menyalami Bibinya Aisyah, seorang wanita yang kira-kira umurnya beberapa tahun dibawah ibuku itu, hanya menatap tanpa menyambut uluran tanganku yang kini masih menggantung di udara.Paman,
Read more
Bab 32
"Ini Bu Siti, ibunya Dina, Bi. Mereka bukan menginap tapi memang mereka tinggal di sini, bersama Aish." Sahut Aisyah, menyambut ibu lalu mengajaknya duduk di sofa sebelahnya."Apa? apa paman tidak salah dengar Aish, kamu menampung mereka, memangnya mereka tidak punya tempat tinggal sampai kamu harus mengajak mereka hidup menumpang dirumahmu?!" Berang pamannya Aisyah terdengar marah."Memangnya kenapa, Paman? Ini toh rumah Aish, rumah peninggalan ayah dan ibu Aish. Lagi pula mereka tidak menumpang di rumah ini, Aish dan Ibu membuka usaha membuat kue dan Alhamdulillah sudah banyak yang menjadi pelanggan usaha kami. Dina juga bekerja walaupun sambil kuliah, jadi tak ada yang menumpang di rumah ini, mereka tinggal di sini atas permintaan Aish sendiri. Jadi tolong Paman hargai keputusan Aish, jangan berbicara seperti itu pada mereka!" Raut wajah kedua kerabat Aisyah memerah mendengar perkataan keponakannya, sepertinya mereka benar-benar tidak menyukai jika aku dan Ibu tinggal bersama Aisy
Read more
Bab 33
"Aish, siapa laki-laki yang katanya mau dijodohkan denganmu itu?" tanyaku penasaran setelah kedua kerabatnya Aisyah pulang."Entahlah, Din aku juga tidak tahu. Bahkan Paman dan bibi belum menyebutkan siapa nama pria itu, mereka hanya bilang jika dia adalah anaknya sahabat Ayah dan kami memang sudah dijodohkan sejak kecil." jawab Aish tak bersemangat. "Apakah aku harus menerimanya, Din? sedangkan aku sendiri tak mengenal calon suamiku, bagaimana jika seandainya laki-laki itu tak bertanggung jawab, atau bahkan sudah mempunyai kekasih?"Aisyah menatap kosong ke balik jendela yang terbuka di belakang dapur, saat ini kami tengah berbincang di ruang makan, sedangkan Ibu sedang memasak nasi goreng seafood kesukaan aku dan Aish. Beliau bersikeras tak ingin hanya tiduran saja, katanya malah membuat kepalanya tambah pusing."Shalat istikharah, Nak. Berdoa memohon petunjuk agar diberikan pilihan yang terbaik, khusnudzan saja yakin jika apa yang Allah pilihkan, itulah jalan yang terbaik untuk Nak
Read more
Bab 34
"Din, maaf bolehkah aku bertanya?"Diam sejenak aku tak langsung menjawab pertanyaan Pak Bimo, aku malah menatapnya sambil memicingkan mata karena bingung, dia mau bertanya apa, kenapa harus ijin segala."Dina ...!""E-eh tentu saja boleh, Pak. Apa yang mau Bapak tanyakan kenapa harus ijin dulu, silahkan tanya saja, Pak!""Bisakah jangan panggil saya dengan sebutan, bapak! Saya juga masih muda belum terlalu tua untuk tidak disebut bapak, kan," Pak Bimo terkekeh lalu menatapku dengan tatapan yang sulit ku artikanKupalingkan pandanganku saat tak sengaja mata ini bertatapan dengannya. Rasanya menghangat dibagian dada, menatap manik hitam itu begitu bersinar saat beradu pandang dengan mataku."Jadi saya harus panggil apa dong? kan Bapak memang atasan saya, bukan karena Anda sudah bapak-bapak," kilahku."Ya yang enak di dengar lah, Din. Asal jangan bapak, emangnya saya ini bapakmu!"Aku malah jadi tertawa mendengar perkataannya barusan, siapa juga yang mau punya bapak kayak Pak Bimo, pant
Read more
Bab 35
Aku menatap kearah Pak Bimo yang sekarang sudah resmi ku panggil dengan sebutan Mas. Dia perlihatkan senyum lebar padaku, lalu membukakan pintu mobilnya mempersilahkan ku untuk masuk."Naiklah, kita bicarakan sambil pulang. Ini sudah mau malam, tidak enak kalau dilihat orang." Ucapnya sambil mempersilahkan aku masuk kedalam mobil lalu kembali menutupkan pintu mobilnya."Aku akan bicara dulu dengan keluargaku, lalu insyallah minggu depan akan kuajak mereka menemuimu juga ibu. Akan kuminta langsung kamu pada ibumu, Dina. Aku tak ingin menundanya, niat baik memang harus disegerakan, bukan?"Aku mengangguk mengiyakan perkataannya, masih setia menunduk menatap kedua sepatu Converse yang kupakai, benar-benar tak berani mengangkat wajahku untuk menatapnya, rasanya begitu malu, pipi ini seolah langsung memanas ketika pandanganku bertemu dengannya.Mas Bimo mengantarku sampai ujung jalan, dia tidak ingin ada suara-suara sumbang yang nantinya jadi bahan nyinyiran ibu-ibu julidh."Assalamualaiku
Read more
Bab 36
Hari ini perasaanku tak menentu, aku terus saja memikirkan tentang perkataan Aisyah padaku tadi pagi, apa mungkin Aisyah juga mencintai Pak Bimo, bagaimana jika sampai itu terjadi? Walaupun Aisyah akan dijodohkan bisa saja Aisyah membatalkan niatnya menerima perjodohan itu, lalu dia ingin mendekati Pak Bimo, ya Allah semoga saja semua pikiran buruk ku itu tak menjadi nyata, ya Rabb. walau bagaimanapun Aisyah bukan hanya sekedar teman juga sahabat bagiku, tapi Aisyah sudah seperti saudara kandungku sendiri.Tin ... tiiin ... tiiiiiiii ....Suara klakson memanjang itu menyadarkan lamunanku, hampir saja aku tertabrak karena berjalan dengan pikiran yang sedang tidak baik-baik saja saat ini, aku memikirkan Ibu yang entah kenapa terlihat begitu berbeda hari ini, memikirkan Aisyah juga Pak Bimo, ah rasanya saat ini otak dan hati sedang tidak sinkron."Anda tidak apa-apa, Nona?" suara bas seorang lelaki membuatku berjingkat dan langsung menoleh ke belakang.Seorang pria dengan setelan baju k
Read more
Bab 37
POV Gagas"Bang ...!" Dina mengelus bahuku pelan. Kutepis kasar lengan adikku, aku tidak ingin terlihat menjadi pria yang menyedihkan dimatanya."Pulanglah, Dina! Jangan ikut campur lagi dengan urusan rumah tanggaku, Inggit biar aku yang akan mengurusnya!" Kuusir halus supaya Dina secepatnya kembali pulang ke rumahnya.Alih-alih mendengar perkataanku, adik perempuanku itu malah tetap berdiri di sampingku, dengan tatapan iba yang begitu kubenci. Aku tak ingin dikasihani, akan ku buktikan aku bukan laki-laki cengeng yang bisa terjatuh begitu saja hanya karena seorang perempuan."Kenpa masih berdiri saja disitu, Din? pulanglah, aku tidak perlu rasa kasihanmu, aku bukan laki-laki cengeng yang akan menangisi keadaan. Lihatlah akan ku urus semuanya nanti, jadi sekarang kamu pulanglah sampaikan maafku pada ibu."Tiba-tiba semua kejadian beberapa waktu lalu berputar di kepalaku, bagaimana aku sudah memperlakukan Ibu dan adikku hanya untuk membela istri yang begitu ku percaya dan sangat kucint
Read more
Bab 38
Tak terasa mataku terpejam, entah sudah berapa lama aku tertidur, aku terbangun ketika waktu kulihat sudah menunjukan pukul 8 malam.Jerit tangis melengking, Jingga kudengar dari luar kamar, entah kenapa anak itu, biasanya jam segini dia sudah tertidur pulas di box bayi nya.Bergegas aku keluar kamar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, Astagfirullah ku dapati anak perempuanku tergeletak di ruang televisi seorang diri, kemana Inggit juga kedua mertuaku? benar-benar kelewatan mereka, apakah mereka tidak mendengar jerit tangis bayi ini.Segera kugendong Jingga, walaupun sudah ada keraguan dalam hatiku tentang siapa sebenarnya ayah boliologis anak ini, namun hatiku sudah terlanjur terpaut padanya. Bayi mungil yang begitu lucu, bayi mungil yang selama beberapa minggu ini sudah menjadi penyemangatku, bayi yang membuatku tak betah berlama-lama duduk di kantor, bawaannya ingin selalu pulang dan memeluk serta bermain dengannya. Bayi lucu ini yang kukira adalah anakku Jingga.'Kemana seb
Read more
Bab 39
"Iya saat ini aku sedang terlilit hutang, bisnis yang kurintis menggunakan uang hasil berlayar kemarin merugi, menyebabkan aku harus berhutang untuk menutupi kerugian juga membayar karyawan."Inggit terlihat begitu terkejut mendengar penuturanku barusan, pasti dia tidak akan mengira jika bisnisku yang semula lancar dan baik-baik saja akan bisa merugi secepat ini."Ah, kamu pasti ngeprank aku kan, Mas? apa yang kamu katakan barusan bohong kan, mana mungkin dalam sekejap mata bisnismu bisa merugi? kemarin saja waktu aku berkunjung semua lancar tak ada kendala apa-apa, Mas,"Inggit masih tak percaya dengan apa yang kukatakan barusan, aku diam bergeming tak menggubrisnya sama sekali. Inggit duduk di sebelahku menatapku aneh, seolah tengah mencari kebenaran dari wajahku."Ya sudah kalau kamu tidak percaya padaku, lagipula buat apa juga aku berbohong padamu, Nggit tak ada untungnya sama sekali."Setelah berucap itu aku berlalu meninggalkannya termangu seorang diri diatas sofa, biarkan saja
Read more
Bab 40
"Apa ...? bangkrut, kamu bilang usaha menantu kita bangkrut, Bu?" tanya Pak wahyu berkali-kali seolah untuk meyakinkan apa yang didengar olehnya barusan tidak lah salah.Ibu mertuaku mengangguk lesu, Jingga yang tersu menjerit dalam pangkuannya ia berikan pada Inggit, yang kini berdiri mematung disebelahnya. Wajahnya kini mulai terlihat masam seolah tak menyukai keadaan saat ini."Ayok, Pak. Kita tidur lagi biarlah mereka membereskan urusan mereka sendiri. Ibu masih ngantuk banget, kepala tiba-tiba pusing, gara-gara tadi bangun mendadak karena suara tangisan cucumu itu!" Ketus Bu Arum mulai terlihat sifat aslinya.Tak ada bantahan dari mulut Pak Wahyu, lelaki tua itu mengekor mengikuti istrinya kembali ke kamar mereka, untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu tadi."Kamu bisa kan diamkan anakmu itu, Nggit! Beri dia susu agar tak menangis terus seperti itu!" Bentakku kesal. "Sana, cepatlah! Kamu diamkan dia Inggit, aku mau istirahat, badanku juga sangat lelah!" Inggit membawa
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status