All Chapters of NOISES : Treasure of North Britain: Chapter 11 - Chapter 20
61 Chapters
XI. Tremendous Discovery
Selama hampir satu jam menelusuri rak itu, keduanya belum juga menemukan catatan Raja Edward III, bahkan Elly sampai duduk bersandar di samping pajangan pedang menunggu keduanya menemukan buku tersebut."Kau temukan sesuatu, Tuan Albert?" tanya Will yang masih mencari di rak bagian bawah."Masih belum. Aku juga heran, harusnya catatan para Raja tersimpan semua disini," balas Albert sembari mengusap kacamatanya yang ketutupan debu.Will mulai kelelahan dan hilang harap karena ia dan Albert belum kunjung menemukan buku yang mereka cari. Namun, secercah harapan muncul setelah Elly yang teringat akan sesuatu bangkit dari sandarannya."Atau, catatan Raja Edward III memang tidak pernah tersimpan disini! Raja Edward III di-cap sebagai Disinherited karena berkonspirasi dengan Raja Skotlandia, Edward Balliol, dalam pertempuran di Bannockburn. Ia tidak dianggap sebagai penguasa Inggris karena bekerja sama dengan Kerajaan Skotlandia dengan menjanj
Read more
XII. Not So Undemanding
Setelah berhasil mendapatkan petunjuk di Istana Buckingham, perjalanan Elly, Will dan Albert berlanjut ke Birmingham sesuai dengan petunjuk dalam berkas Sir Edric. Ketiganya sedang di tengah perjalanan dengan mengendarai BMW M3 Sedan berwarna merah, diikuti oleh dua mobil berjenis sama yang berisi delapan orang pengawal pribadi Will, menyusuri lalu lintas London yang tidak terlalu padat."Sebenarnya kau tidak perlu berkendara, Tuan Albert. Kami mungkin butuh bantuanmu, tapi tidak sejauh ini. Benar kan, Elly?" ujar Will sembari bertanya pada Elly di jok belakang."Kau hanya tidak mau aku buat mobil ini lecet kan, Wilfred? Hahaha! Asal kau tahu saja, orang tua ubanan ini pernah mengantar Pangeran Charles ke Sheffield mengendarai Limousin. Jangan kira aku tidak paham bagaimana menangani mobil - mobil mahal," balas Albert sombong."Jadi, setibanya di London kau membeli tiga mobil hanya untuk kita berpergian, Will?" tanya Elly."Jet-ku tidak bisa mengangkut mo
Read more
XIII. Troublemaker
Di malam sebelumnya, setelah Silvie berhasil mengangkat sarkofagus dari pesisir Pantai Aberdeen serta membunuh Harold di saat yang sama pula. Sebuah truk bak terbuka, dengan tirai besar yang menutupi bagian atas baknya, tengah melaju di jalanan malam yang lengang. Truk itu tak sendiri, dua mobil Van hitam melaju di depannya. Seakan mengawal dan mengawasi apapun yang tengah truk itu bawa. Silvie terlihat di jok depan salah satu mobil Van, menikmati semilir angin malam dari jendela mobil yang terbuka sepenuhnya. Sembari menghisap batang rokok yang terhimpit di jemarinya, dengan santai ia menghembuskan asap hingga ikut terbawa semilir angin. Malam begitu larut saat tiga kendaraan ini tengah melakukan perjalanan. Kendaraan yang melintas dapat dihitung jari. Jalan raya begitu redup, walau lampu jalan menyala di setiap sisi, hanya cahaya tiga kendaraan ini yang paling benderang menyoroti. "Sepenting apa dua sarkofagus ini, Madame? 
Read more
XIV. One On To Another
Setelah melewati perjalanan yang tidak mudah lagi mengancam nyawa, dengan masih mengendarai mobil penuh penyok pasca pengejaran, berkas pemberian Sir Edric mengarahkan mobil yang dikendarai Albert ke sebuah lingkungan pedalaman yang hening, tempat sebuah rumah dua lantai terletak, di kelilingi pepohonan rimbun serta danau besar di samping rumah itu.  Ketiganya turun dari mobil dan berjalan kearah teras rumah untuk menemui Professor Bernard Jordan, nama yang tersebut di dalam berkas pemberian Sir Edric. "Permisi. Ada orang di rumah?" panggil Albert setelah mengetuk pintu depan rumah. Will mengedar pandang sekitar, melihat betapa terselubungnya lokasi yang mereka datangi. "Elly, kau yakin ini tempat yang dimaksud? Maksudku, tidak ada pagar, tidak ada tetangga dan hanya ada pohon dan danau sejauh mata memandang. Tempat ini seperti sudah ditinggalkan," ujar Will. Perkataan Will cenderung masuk akal mengingat rumah yang tak terlalu luas itu benar-benar sunyi.
Read more
XV. Exploration Initiator
Padahal, sudah ada lima orang yang memasuki kamar Bernard, namun suasana sekitar begitu hening, semuanya terdiam setelah Bernard membuka sebuah pengungkapan, tak terkecuali Elly yang terlihat begitu terguncang.  "P-Professor Bernard? Ba-bagaimana kau bisa kenal dengan ayahku?" tanya Elly, tangan yang memegang tongkat mulai bergetar, matanya mulai berkaca-kaca setelah kembali diingatkan oleh sosok ayahnya.  Albert melipat tangan, sembari memperhatikan sekitar kamar yang diterangi cahaya lampu jingga. Terkaan demi terkaan beredar di pikirannya, mencoba mencari jawaban mengapa seorang lansia yang bekerja untuk CBA kini tinggal di rumah terpencil, hanya berdua dengan cucunya.   "Matter of  fact, kau membiarkan cucumu, yang mungkin masih berusia sekitar sepuluh tahun, memegang pistol?" tanya Albert. "Entahlah, Professor. Namun Glock dengan magasin penuh mungkin bukan mainan yang bagus untuk diberikan pada anak seusianya," cel
Read more
XVI. History Enthusiast
Aku melempar tas sandang sembarang, dengan cepat berlari menghampiri Johan yang terkapar, di samping kaki papan tulis lipat dan diantara banyaknya kertas berserakan. Dengan keras kutepukkan ujung jemari ke pipinya, sesekali mengguncang tubuhnya, terasa kulit wajah yang begitu dingin, entah apa lagi yang terjadi padanya. "Kau tak apa!? Johan! Bangun!" seruku. "Aku tak mau disalahkan jika ada Arkeolog yang mati saat meneliti!" lanjutku risau. Setelah berkali-kali kutepuk pipi dan kuguncang badannya, Johan mulai mendapatkan kembali kesadaranya, ia mulai memicing kencang, lalu tiba-tiba meringkuk memeluk lutut, menggigil merasakan hawa dingin menusuk yang tak mampu ditahan pakaian minimnnya. "Enngghhh. Ke-kenapa dingin sekali disini? To-tolong turunkan suhu AC-nya," rintihnya. "Ini bukan salah AC, Johan! Kau mengenakan pakaian pendek di tengah musim dingin, You Fool!" sentakku kesal. "Kau baik-baik saja, kan? Apa kau sakit? Perlu kupanggilkan dokter?" tanyaku memastikan. "T-Tak p
Read more
XVII. Internal Heat
Aroma harum menggugah menyeruak setelah foil aluminium yang membungkus Roti Isi Tuna segenggam tangan tersingkap. Disajikan dengan potongan segitiga, dua potong roti menghimpit urutan daun selada, daging ikan tuna panggang, acar mentimun dan beberapa potongan tomat. Tak lupa lumuran mayonaise menjadi sentuhan akhir roti isi yang aku dan Johan nikmati. Satu tangan memegang roti isi, sementara tangan lainnya memegang cangkir kertas berisi Latte Panas. Asap putih yang bersumber dari roti isi dan cangkir kopi menguap, melayang dibawa udara seiring langkah kami menjauhi gedung CBA. Trotoar yang menghubungkan perempatan jalan dengan Gedung CBA menjadi tempatku mengajak Johan untuk mencari angin, menapaki jalan sembari melahap Roti Isi Tuna, sembari memanjakan pandang dengan melihat mentari yang segera terbit. Ruas jalan yang semula lengang kini sudah mulai dilalui banyak kendaraan, embun-embun salju mulai menghujani, menambah keindahan awal musim dingin di Bristol. "Apa kau tahu, Professo
Read more
XVIII. Dubious Stereotype
Pukul 08:00 pagi, posisi mentari telah naik, mengganti redup biru langit menjadi benderang. Suhu dingin menusuk mulai tak begitu terasa. Embun salju mulai semakin tebal setelah menghujani kota Bristol sedari pagi buta. Dari luar, rona cuaca hari ini terkesan nyaman. Namun lain cerita di dalam Gedung CBA. Setiap detik yang kulalui dipenuhi kerisauan, akan kelangsungan penelitian Northern Union Loot yang segera di bahas dalam rapat bersama Dewan Pimpinan, serta cemas akan Johan yang akan kembali menghadapi cecar remeh-temeh dari para senior. Selaku pemimpin, Johan sudah berhadir duluan di ruang rapat yang terletak di lantai tiga. Sementara aku dan Edgar masih sibuk di ruang kerja lantai dua, tengah menyusun berkas-berkas yang mencatat perkembangan penelitian di lemari arsip, berusaha teliti membuka laci demi laci besi dua lemari arsip yang diletakkan samping-sampingan tak jauh dari rak buku. Tiga tahun penelitian telah berhasil menciptakan tumpukan kertas yang sementara kami letakkan d
Read more
XIX. Rough Decision
Saat-saat menegangkan dimulai, Tim Pencarian Northern Union Loot yang diketuai oleh Johan Aetherelt kini duduk di bangku meja bundar sembari menguatkan fokus, berusaha seksama mendengarkan pemaparan demi pemaparan yang segera disampaikan oleh Professor Jaimerson Graham bersama kedua rekan Arkeolog Senior di hadapan kami. Jaimerson membenarkan posisi kacamata, kemudian membuka map biru yang sedari tadi diletakkan di atas meja, berisi lembaran-lembaran yang mungkin menjadi pembahasan pada rapat pagi ini. "Sudah hampir tiga setengah tahun lamanya, pencarian Northern Union Loot dilaksanakan oleh tim yang diketuai Tuan Aetherelt. Tim yang berhadir mungkin sudah tahu pasti apa saja perkembangan yang telah diraih, dapat kulihat dari banyaknya arsip penelitian yang kalian bawakan. Namun, Professor Stanford dan Professor Dunham mungkin lupa atau hanya mendapat gambaran samar. Maka dari itu, izinkan aku membacakan versi singkat dari perkembangan pencarian Northern Union Loot," bukanya sembari
Read more
XX. The X Factor
Begitu pintu ruang rapat terbuka, tidak hanya aku dan Johan yang terperangah melihat kedatangannya. Edgar, Michael, Stuart bahkan Jaimerson segera bangkit dari tempat duduknya, bersiap menghampiri seorang pria di luar ruang rapat, datang mengenakan jaket bulu hitam membalut setelan Waistcoat coklat yang melapisi kemeja biru muda lengkap dengan dasi hitam. Terlihat ia memegangi tongkat mode berwarna hitam serta memiliki gagang melingkar berwarna keemasan, tongkat yang menjadi simbol kemahsyurannya. Terlihat pula dua pria berstelan jas sibuk menghalau sekitar puluhan paparazi yang berusaha meminta wawancara serta memotret si pria berjaket bulu, sumber suara riuh yang sempat kudengarkan sebelum pintu ruang rapat terbuka. Pria yang menggemparkan rapat hari ini serta mencuri atensi, tak lain adalah Sir Edric Arathorn, pemilik perusahaan besar di Britania, Thorn Enterprise. Sir Edric melangkah masuk setelah dengan ramah menjabat tanganku serta Johan, dengan santai ia melangkah tanpa menghi
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status