Semua Bab Mengandung Bayi Mantan Mertua: Bab 51 - Bab 60
148 Bab
52. Boleh Aku Menggendongnya?
Airin mengempaskan tubuhnya dengan kasar ke ranjang. Ia menghela napas dengan dalam, merasa sangat lelah setelah menghabiskan banyak waktu di kantor untuk bekerja.“Jangan sampai kelelahan.” Kalimat itu kembali terngiang-ngiang di telinganya. Dokter sudah berpesan agar ia bekerja secukupnya saja, menjaga pola makan dan tidur, terutama jangan sampai kelelahan. Sebab, ASI akan sangat sulit untuk diinduksi jika ia kelelahan dan stress. Bahkan ibu menyusui yang ASI-nya lancar saja, kualitas dan banyaknya ASI bisa berkurang jika ia stress.Airin menatap paper bag yang ada di ranjang. Ia tadi sempat mampir untuk membelikan Belvina mainan. Mengingat betapa lucunya anak itu, ia langsung bangkit dari ranjang. Rasa lelahnya berkurang, tergantikan oleh rasa semangat yang begitu besar. Tidak sabar ingin bertemu Belvina secepatnya. Sudah satu bulan sejak ia menyusui bayi itu tanpa ASI. Membuat rasa sayangnya semakin besar seperti anak sendiri.Setelah konsultasi dengan dokter siang tadi, belum ada
Baca selengkapnya
53. Berhentilah Menggodaku
Setelah bekerja tanpa henti, akhirnya hari ini Airin bisa rehat sejenak. Arie tidak ada menghubungi agar dirinya menghabiskan waktu bersama keluarganya di istana besar mereka. Lelaki paruh baya itu memberikan kebebasan pada Airin untuk menghabiskan masa liburnya. Sebab, besok mereka akan Kembali bekerja.[Libur? Atau lembur?] Sebuah pesan masuk dari Robin.[Libur. Jalan-jalan, yuk.] Airin langsung memberikan balasan.“Sayang, keluar yuk! Sudah lama kan kita tidak jalan-jalan.” Leonel menghampiri, ia mengempaskan tubuh di sisi kanan sang istri.Dulu, Leonel selalu mencari alasan agar rencana jalan-jalan mereka jadi berantakan. Namun, kini lelaki itu sangat baik hati dengan memberikan penawaran.“Aku ada urusan ke luar sebentar.”“Masalah pekerjaan?” Leonel tampak sedikit kecewa karena kini Airin tidak punya waktu untuknya. Wanita itu sangat sibuk bekerja. Hampir seluruh waktunya kini hanya untuk pekerjaan.Airin memberikan anggukan kecil sebagai jawaban atas pertanyaan yang leonel beri
Baca selengkapnya
54. Mengakhiri Hubungan
Robin menarik tangannya dari dada Airin. Telapak tangannya bergetar dengan sangat hebat. Wajahnya tampak begitu pucat. Dadanya meletup-letup seakan ada bom yang baru saja meledak.Macet terus saja membuat mobil tidak bisa bergerak. Lelaki paruh baya itu memijat kepala karena merasa sangat pusing. Tindakan Airin barusan membuat nafsunya semakin meluap-luap. Kepala bawah dan atas jadi begitu nyut-nyutan ingin segera dipuaskan. Namun, ia sudah berjanji pada diri sendiri bahwa ia tidak akan melakukan apa pun terhadap Airin. Di samping ia ingin menjaga wanita itu, ia juga tidak ingin membuat Arie semakin menaruh benci terhadapnya. Sehingga ia menjadi semakin kesulitan untuk memenangkan hati sang pujaan.“Kenapa?” Airin bertanya dengan bingung. Akhir-akhir, Robin selalu mendesak ingin menikmati tubuhnya. Namun, mengapa kini lelaki itu tiba-tiba berubah pikiran? Airin telah memberikan lampu hijau, harusnya ia tancap gas saja. Namun, ia malah memilih untuk menolak.“A-aku tidak bisa. Jika han
Baca selengkapnya
55. Merasa Kehilangan
Setelah mendatangi dokter untuk konsultasi yang kesekian kali, akhirnya ada sedikit harapan ketika ASI-nya keluar meski sangat sedikit. Airin begitu senang. Tidak ada kalimat yang dapat menggambarkan seberapa besar rasa senang yang sedang ia rasakan. Wajahnya begitu berseri, manik matanya memancarkan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan. Jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Dadanya berdebar dengan tidak karuan.Ada banyak harapan dan angan di masa depan, ketika Belvina memanggilnya dengan sebutan mama.Airin pulang cepat-cepat, tidak sabar bertemu dengan Belvina. Ketika di tengah jalan menuju pulang, Arie menghubungi, meminta putrinya untuk kembali ke kantor siang ini. Sebab, ada seorang lelaki yang ingin bertemu dengannya dan sudah menunggu cukup lama di sana.“Siapa, Pi?” Airin dibuat sangat penasaran. Ia tidak memiliki kenalan yang membuat janji hari ini.“Papi tidak tahu, katanya penting dan akan dijelaskan setelah kau ada di sini.” Arie menjawab apa adanya.Airin dibuat
Baca selengkapnya
56. Kau Bukan Ibunya
Airin mengecek ponsel di pagi hari setelah ia terbangun dari tidurnya. Hal yang menjadi rutinitasnya saat ini. Berharap ada pesan ataupun panggilan masuk yang berasal dari Robin. Nyatanya tidak sama sekali. Lelaki itu benar-benar menepati janji untuk tidak lagi hadir dalam kehidupan Airin. Bahkan sekadar dalam bentuk pesan.Terdengar helaan napas yang begitu kasar. Airin bangkit dari ranjang. Beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, sebab ia harus berangkat ke kantor pagi ini. ASI-nya mulai keluar dengan deras ketika ia melepas semua pakaian. Semakin sering Belvina menyusu padanya, semakin lancar pula ASI yang keluar dari dadanya.Setidaknya itu bisa mengisi sesuatu yang kosong dalam hati Airin. Ada Belvina yang kini menjadi semangat hidupnya. Ia sangat menikmati saat-saat ketika Belvina meng-ASI padanya. Meski anak itu mulai menggigit putting karena gusi yang gatal akibat gigi yang perlahan tumbul.Airin merasa tidak nyaman ketika ia sarapan bersama Leonel dan Livy. Dada
Baca selengkapnya
57. Membawa Kabur Belvina
“Livy!” Leonel memberikan teguran karena tidak ingin suasana hati Airin bertambah buruk setelah mendengar kalimat itu. “Airin tetap ibunya meski bukan dia yang melahirkan Belvina.” Lelaki itu membela Airin.Airin tidak ingin ambil pusing. Setuju atau tidaknya Livy dengan panggilan itu, ia tetap saja merasa bahwa ia ibu Belvina.Belvina sama sekali tidak ingin berpindah ke dalam gendongan Livy sekuat apa pun Livy berusaha. Anak itu bersikeras ingin bersama Airin.“Biarkan aku membawanya ke kantor hari ini.” Airin meminta izin.“Tidak, kau tidak bisa membawanya!” Livy tidak setuju.“Mengapa kau tidak mengizinkannya? Airin akan menjaganya. Apa kau tidak lihat, Belvina sangat nyaman dengannya.”“Aku ibunya. Aku berhak menentukan dia boleh pergi atau tidak.”“Aku ayahnya. Aku juga punya hak untuk itu.”“Aku lebih berhak! Apa kau lupa jika dulu kau sempat memintaku untuk menggugurkannya? Itu artinya kau tidak sungguh-sungguh menyayangi Belvina!”Airin menghela napas dengan kasar. Ia merogoh
Baca selengkapnya
58. Bandara
Airin cukup kecewa dengan penolakan yang diberikan oleh ayahnya. Ia merasa bahwa lelaki itu sudah tidak lagi menyayanginya, sebab ia anak yang tidak bisa dibanggakan. Terlebih ia sudah mengecewakan orangtuanya berulang kali. Ia merasa bahwa cinta kedua orangtuanya untuk adik-adik angkatnya kini lebih besar dibanding untuk dirinya.Meski tidak mendapat dukungan sama sekali, Airin tetap nekat untuk pergi. Ia tidak kembali ke rumah untuk menjemput barang-barangnya. Ia pergi hanya dengan membawa Belvina dalam gendongan, juga handbag berisi kartu-kartu penting. Ia pergi setelah pamit pada ayahnya. Tidak mengatakan apa-apa, hanya pamit untuk membeli susu Belvina. Nyatanya, ia ke ATM untuk menarik uang dalam jumlah banyak. Memesan tiket pesawat menuju luar kota.Ponsel Airin berdering dengan nama sang ayah yang tertera dalam layar. Ia sudah pergi cukup lama dan tidak kunjung kembali ke kantor. Arie cukup khawatir, tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan pada putrinya.Airin menghela na
Baca selengkapnya
59. Bertemu Robin
“Makasih, ya, Mas.” Lagi-lagi Airin merasa memiliki hutang budi pada lelaki itu.Lelaki itu hanya tersenyum tipis sebagai respons.Airin mulai menyusui Belvina. Ia tutupi bagian dadanya dengan jaket yang ia dapat dari lelaki itu. Belvina menyedot dengan lahap. Tangannya sesekali berusaha menyingkirkan jaket yang menutupi wajahnya.“Mau pulang ke rumah orangtuamu?” Lelaki itu bertanya hanya untuk sekadar basa basi. Terlebih ia sempat mendengar jika Airin memiliki masalah serius dengan suaminya.“Tidak. Aku sendiri tidak tahu harus ke mana. Yang terpenting aku bisa meninggalkan tempat tinggalku.” Airin memberikan jawaban dengan nada dan eskpresi seperti orang yang tengah depresi.Lelaki itu menghela napas dengan kasar.“Aku tinggal di Jogja. Tujuanmu ke sana bukan? Keculi jika kau hanya transit di sana. Jika kau butuh apa-apa, kau bisa menghubungiku.” Lelaki itu berucap dengan ramah.Airin mengangguk dengan lembut. Memberikan senyuman tipis atas tawaran yang ia terima.“Aku Zayyan. Aku
Baca selengkapnya
60. Akan Kuberi Kau Pelajaran
Robin sangat terkejut ketika ia menoleh dan mendapati Airin yang tengah berlari ke arahnya. Ia telah menghindar ratusan kilometer jauhnya, tapi tetap saja mereka dipertemukan di kota yang ia pikir ia tidak akan bertemu dengan Airin di sana. Sebab, mustahil mereka bisa bertemu di kota orang tanpa ada komunikasi dan janji sama sekali.“Papa.” Airin menghambur memeluk lelaki itu. Menumpahkan rasa rindu yang telah terpendam selama beberapa bulan ini. Sekuat tenaga ia menahan air mata yang sudah terbendung di pelupuk, tetap saja air mata itu tumpah karena terlampau bahagia. Ia tidak mengira sama sekali jika ia akan bertemu dengan Robin di sana. Setidaknya ia punya teman, tidak hanya Belvina.Robin tampak begitu bingung harus memasang ekspresi yang seperti apa. Ia tidak membalas pelukan itu sama sekali. Sebab, kepalanya dipenuhi oleh banyak tanda tanya.Robin menatap Belvina yang sedikit terhimpit karena pelukan yang diberikan oleh Airin. Baru beberapa bulan mereka tidak bertemu, kini anak
Baca selengkapnya
61. Buang-buang Waktuku Saja
Cukup lama Livy menunggu di sofa, tapi yang ditunggu tidak datang juga. Ia berusaha bersabar, barangkali Airin ada lembur di kantor.Hingga deru mobil terdengar mendekat ketika penunjuk waktu menunjuk angka enam. Itu mobil leonel.“Airin sudah pulang?” Hal pertama yang selalu Leonel ucapkan ketika ia baru kembali dari kantor dan tidak menemukan Airin di sana.“Aku sedang menunggunya. Dia membawa Belvina, harusnya sudah pulang sekarang. Dia bahkan tidak membawa susu sama sekali. Belvina pasti akan sangat kelaparan. Dadaku rasanya penuh karena hari ini belum mengeluarkan ASI.”“Aneh sekali.” Leonel mengerutkan kening. Ini sudah hampir jam enam, ia pulang terlambat karena ada lembur. Biasanya Airin selalu pulang lebih dulu dibanding dirinya.“Antarkan aku ke kantornya, aku ingin menjemput Belvina.” Livy bangkit untuk duduk.“Aku capek.” Leonel menolak.“Anakmu sedang kelaparan dan kau masih beralasan jika kau lelah?”“Kau bisa bawa mobil sendiri, ini kuncinya.” Leonel menyerahkan kunci m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
15
DMCA.com Protection Status