Semua Bab Mengandung Bayi Mantan Mertua: Bab 41 - Bab 50
148 Bab
42. Sebuah Hadiah
Airin tidak bisa tidur sepanjang malam. Ciuman yang Robin berikan benar-benar membuatnya kepikiran. Berulang kali ia balik kiri dan kanan, memejamkan mata dan berharap agar lekas bisa terjatuh ke alam bawah sadar. Namun, nyatanya sekuat apa pun ia berusaha untuk tidur, ia tetap saja terjaga karena bising yang ada di kepala.Terdengar langkah kaki yang mendekat menuju kamar. Airin bisa tahu jika itu adalah ayahnya hanya dengan mendengar derak langkah kakinya. Segera ia memejamkan mata dan berpura-pura bahwa ia telah lama jatuh dalam dunia mimpi. Ia tidak ingin ayahnya jadi khawatir jika tahu akan kondisi putrinya saat ini.Pintu kamar terbuka. Arie melongok, menatap Airin yang tengah terpejam dengan sangat lelap di ranjangnya. Bergegas lelaki itu memasuki kamar, membenarkan posisi selimut, lalu memberikan satu kecupan lembut. Ia berdiri cukup lama di sana. Memandangi wajah putrinya dari samping ranjang. Anak-anak tumbuh dengan sangat cepat. Ia masih belum puas menikmati masa-masa bersa
Baca selengkapnya
43. Tertangkap Basah di Dalam Kamar
Robin terbangun Ketika ia merasakan pelukan di tubuhnya. Lelaki paruh baya itu sempat terpaku sejenak, mengumpulkan kesadaran setelah bangkit dari tidurnya. Ia menatap Airin yang tersenyum padanya. Lelaki itu tetap belum sadar, sebab separuh kesadarannya masih tertinggal di alam mimpi.“Aku membangunkanmu?” Airin bertanya dengan sangat lembut. Bibir itu tetap saja tersenyum dengan sangat manis. Sementara dalam hati ia tengah menahan muntah karena bersikap semanis itu.Robin mengusap wajah dengan kasar. Ia menguap beberapa kali sebagai pertanda bahwa ia sangat mengantuk. Semalaman ia begadang untuk memeriksa file yang ia terima di laptopnya. Ia baru bisa tidur menjelang pagi.“Airin?” Robin menatap tidak percaya. Ia bingung sendiri, sebab Airin sangat marah padanya semalam karena ciuman yang ia berikan. Kini Wanita itu terbaring di ranjang dengan tatapan yang begitu lembut untuknya.“Mengapa kau terkejut seperti itu?” Airin memutus hubungan menantu dan mertua di antara mereka. Ia bersi
Baca selengkapnya
44. Pergi dari Sini
Robin mendongak setelah cengkeraman Airin di tengkuknya terlepas. Lelaki itu tampak gugup setengah mati. Bukan gugup karena Leonel memergoki mereka tengah melakukan hal yang tidak seharusnya, tapi karena Airin telah menciumnya secara tiba-tiba. Napas lelaki itu begitu memburu. Wajahnya memerah menahan nafsu. Jantungnya berdetak tidak sebagai mana semestinya. Dadanya berdebar dengan tidak karuan.Airin bangkit untuk duduk setelah Robin enyah dari atas tubuhnya. Ia membenarkan pakaian yang sedikit berantakan. Ia usap bibirnya yang sedikit basah karena ciuman barusan. Mata indahnya menunjukkan sorot yang tidak bisa dimengerti.Leonel melangkah masuk dengan dada yang panas. Ada bara yang membakar dada kirinya. Wajahnya memerah menahan amarah. Kecemburuan telah membuatnya gelap mata.Bugh!Satu pukulan mendarat tepat di wajah Robin Ketika lelaki itu hendak turun dari ranjang.“Apa yang kau lakukan di sini, Bajingan?! Apa kau tidak sadar jika Airin itu menantumu?! Apa tidak ada wanita lain
Baca selengkapnya
45. Rencana Adopsi Bayi
Setelah perdebatan yang cukup panjang, pada akhirnya Robin tetap saja keluar dari urmah Leonel. Airin ingin ikut pergi demi membuat Leonel lebih marah lagi. Namun, itu akan menghalangi jalannya untuk melakukan pendekatan dengan Belvina. Ia ingin anak itu menjadi miliknya. Merebut semua orang terdekat yang ada di hidup Leonel. Ia bisa merasakan cinta yang besar dan sangat tulus Leonel berikan untuk bayi itu, jadi akan sangat menyakitkan jika mereka dipisahkan.Hari ini Airin mendatangi rumah sakit untuk melakukan induksi laktasi. Mendengr penjelasan dokter yang mengatakan ia akan sangat kesulitan untuk hamil, membuat tekadnya semakin kuat untuk merebut Belvina. Induksi laktasi dilakukan agar ia bisa memiliki ASI tanpa melewati proses kehamilan sama sekali. Menjadi seorang ibu adalah impian yang sangat ingin ia dapatkan, tapi tampaknya kini mustahil untuk terjadi. Apalagi ia tidak lagi percaya akan sakralnya ikatan sebuah pernikahan.Mempertahankan pernikahan dengan Leonel ia lakukan ha
Baca selengkapnya
46. Kau Jijik Padaku?
“Dari mana kamu?” Leonel langsung menyambut ketika Airin pulang menjelang malam. Di tangan Wanita itu ada beberapa kantung belanjaan berisi suplemen, dan makanan sehat.Airin menghela napas dengan kasar, merasa muak melihat wajah suaminya. Namun, rasa muak itu ia tutupi dengan senyum manis yang ia miliki. Garis wajahnya yang innocent membuat Leonel tidak bisa marah lebih besar. Hatinya langsung melembut, semua api amarah langsung lenyap ketika Airin memeluk tubuhnya.“Aku habis keluar sebentar, apa kau marah padaku?” Airin mendongak tanpa melepas pelukan. Ia tatap Leonel dengan sorot begitu polos.Leonel menghela napas dengan kasar. Ia masih kesal akan kejadian di dalam kamar waktu itu, tapi ia tidak bisa marah sama sekali. Ia usap puncak kepala Airin dengan penuh kelembutan, lalu memberikan kecupan di keningnya.“Mulai besok kau harus pamit padaku ke mana pun kau pergi. Aku ingin tahu kau ke mana dan dengan siapa.” Leonel berucap menahan kesal.“Tentu saja.” Airin tersenyum berucap.
Baca selengkapnya
47. Setuju Untuk Selingkuh
“Hari ini aku akan mulai bekerja di kantor yang baru. Ini uang untukmu.” Leonel menyerahkan beberapa lembar uang kertas pecahan seratus ribu pada Airin. “Tolong jangan ke mana-mana tanpa izin dariku.” Lelaki itu berucap dengan tegas, sebab ia teringat dengan pesan yang diberikan oleh Robin tadi malam.“Untukku?” Airin bertanya memastikan.“Aku tahu ini tidak berarti apa-apa bagimu. Tapi tolong hargai, aku memberikan ini dengan tulus untukmu.”Airin tersenyum. “Terima kasih, ini banyak.” Wanita itu menerima uluran yang ia dapatkan. Memasang ekspresi yang menunjukkan bahwa ia merasa bersyukur dan puas.“Untukku mana?” Livy menimpali. Ia yang paling butuh uang di sini. Pertama, ia tidak bekerja. Kedua, ia tidak punya warisan dari orang tua dan tidak bisa meminta pada mereka. Ketiga, ia punya Belvina yang membuatnya membutuhkan biaya yang lebih besar. Sementara Airin hanya sendiri dan selalu dilimpahi dengan kekayaan.“Aku sudah memberimu jatah minggu lalu. Kau harus pintar mengelola uan
Baca selengkapnya
48. Airin, Aku Mencintaimu
“Kamu mau?” Robin menawarkan makanannya ketika ia mengajak Airin untuk makan siang di sebuah restoran ternama sehabis mereka jalan-jalan di taman.Airin menggeleng. Menolak meski Robin telah menyodorkan sendok hendak memberikan suapan. Sorot matanya menunjukkan rasa jorok jika sendok bekas makan Robin ia masukkan ke mulutnya. Bagi Robin mungkin itu romantis, tapi bagi Airin itu tidak higienis.Akan sangat berbeda jika ia mencintai lelaki itu. Jangankan sendok bekas mulutnya. Air liurnya pun akan ia sesap ketika mereka berciuman.Robin menghela napas dengan kasar. Memberikan senyuman meski lagi-lagi harus menelan kekecewaan dari sebuah penolakan. Hari ini entah sudah berapa kali Airin menolak tawaran yang ia berikan. Ia bisa merasakan bahwa Airin sangat menjaga jarak dari dirinya. Namun, ia akan terus bersabar. Menunggu waktunya tiba, ketika Airin jatuh cinta kepadanya.Airin lebih banyak diam. Fokusnya lebih tertuju pada hidangan dibanding pada Robin yang ada di kursi berseberangan.“
Baca selengkapnya
49. Beri Aku Ciuman
Airin pulang ketika waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Ia lagi-lagi terlambat, kali ini karena Robin selalu menahan ketika ia meminta untuk pulang.“Besok kau ingin ke kantor Arie? Aku akan menjemputmu.” Robin berpesan sebelum Airin turun dari mobil.“Aku selalu dijemput dan diantar oleh supir.” Airin menolak.“Airin, tolong. Beri aku kesempatan untuk merebut hatimu.” Robin memohon dengan sangat.Airin tersenyum. Senyumnya begitu manis terlihat. Robin tidak pernah menemukan senyum yang lebih manis setelah ia melihat senyum Airin.“Ada kamu di sini. Di tempat paling istimewa yang belum pernah berpenghuni sebelumnya.” Airin berusaha meyakinkan. Ia bawa tangan Robin ke dada kirinya.Robin berusaha percaya meski ia tahu Airin tengah menipunya. Ia tahu ia tidak pernah ada di dalam hati wanita itu. Tidak ada cinta di sana.“Beri aku ciuman.” Robin berucap dengan suara parau menahan nafsu. Gairahnya selalu saja bangkit ketika ia dan Airin bersentuhan kulit.“Aku belum gosok gigi, aku
Baca selengkapnya
50. Airin Bisa Jaga Diri
Airin tampak fokus membolak-balik berkas yang ada di meja. Ekspresi wajahnya tampak begitu serius. Ia tidak bisa diganggu ketika ia sedang fokus. Sementara di sisi kanannya Arie tengah mengawasi. Di ruangan itu ada tambahan meja dan kursi untuk Airin. Ia bekerja jadi asisten ayahnya sekarang. Membantu untuk menyelesaikan pekerjaan.Alarm ponsel terdengar berbunyi. Airin mengalihkan pandangan. Kini waktunya ia harus melakukan pemijatan di area dadanya.“Ke mana?” Arie mendongak menatap ketika Airin bangkit berdiri dari kursi.“Mau ke toilet sebentar.” Airin menjawab dengan lembut.Arie tidak lagi menanggapi. Ia biarkan Airin pergi begitu saja dengan ponsel wanita itu yang tertinggal di atas meja.Baru saja Airin keluar dari ruangan, ponsel itu berdenting. Ada pesan masuk yang berasal dari Robin. Karena ponselnya tidak memakai pengaman, Arie bisa dengan mudah membuka dan membaca pesan.[Sayang, nanti makan siang aku ke kantor ya. Aku merindukanmu.] Di ujung pesan ada beberapa emot cium.
Baca selengkapnya
51. Papi Tidak Suka Kau Ada di Sini
Airin cukup terkejut ketika ia mendapati Robin tengah duduk di kantin kantor dengan dua gelas kopi di atas meja. Satu gelas telah kosong dan gelas yang lain hanya tinggal sedikit. Tampaknya lelaki itu sudah menunggu lama di sana. Senyumnya begitu mekar ketika ia bersitatap dengan Airin.Airin tampak begitu risih, apalagi Robin melambaikan tangan, meminta agar Airin duduk di meja yang sama dengannya.Aire tengah memesan menu makan siang mereka. Lelaki itu meminta agar Airin mencari kursi yang akan mereka duduki bersama. Akan sangat kacau jika dua mantan sahabat itu dipertemukan di meja yang sama.Airin ingin pura-pura jika ia tidak melihat mertuanya. Namun, itu mustahil. Sebab, pandangan mereka telah beradu sebelumnya. Terpaksa ia tersenyum dan beranjak menghampiri.“Mengapa kau ke sini?” Airin tampak sangat terganggu dengan kehadiran Robin di sana.“Aku merindukanmu.” Robin menjawab apa adanya.Airin menghela napas, ia menggigit bibir bawah untuk mempermudahkan ia dalam berpikir menca
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
15
DMCA.com Protection Status