“Sekarang! Tye, sendi! Jing, belenggu! Pien, tahan tanah!” teriak Qu Cing.Dalam beberapa detik, sisa jangkrik kristal satu per satu tumbang. Tak ada sorak. Hanya hembusan napas panjang serentak.“Suara mereka… seperti memukul otak,” keluh Jien Jing, memijit pelipis.“Jangan dengarkan,” sahut Qu Cing pendek. “Kerjakan tanganmu.”Ia jongkok. Dengan ujung tongkat, ia membelah dada salah satu jangkrik. Di dalamnya, berkilau butiran kristal merah kecil. Mirip pecahan batu dari serigala batu. Saat ia mendekatkan kantong berisi pecahan itu, kristal di tubuh jangkrik bergetar. Pecahan di kantong ikut bergetar.‘Dipanggil oleh pola yang sama,’ batin Qu Cing. ‘Ini bukan makhluk liar. Ada yang memainkan hutan.’Suasana kembali hening. Tapi hening itu tidak seperti istirahat, melainkan menunggu sesuatu. Pohon-pohon pinus berderak pelan, seolah angin tak lagi bertiup dari luar, melainkan dari dalam hutan sendiri. Kabut yang biasanya dingin perlahan berubah, membawa hawa hangat samar, seperti uap d
Last Updated : 2025-08-29 Read more