Semua Bab Salah Pilih Jodoh: Bab 21 - Bab 30
53 Bab
Ibuku
Di hari yang ditentukan, sekitar lima puluh siswa berhasil dikumpulkan. Kami bergerak maju, melangkah dengan amarah dan rasa benci yang meluap-luap, menuju SMK Gradasi. Di depan pagar sekolah itu kami berteriak-teriak, memaki-maki mereka dengan istilah-istilah kasar. Botol dan batu kami lemparkan ke arah gedung, membuat tiga jendela kaca hancur berkeping-keping, dan atap genteng mereka pecah berantakan. Tentu saja, seisi sekolah itu jadi gempar. Kami diusir, bahkan polisi pun dipanggil untuk menghalau kami. Di sekolah, kami didamprat habis-habisan oleh Pak Kepsek. "Kalian telah bertindak anarki! Sekolah lain kalian hancurkan! Hubungan baik kita dengan mereka jadi rusak! Siapa yang akan mengganti semua kerusakan gedung mereka?" Kami semua diam. "AYO JAWAB!!!" Kami masih diam. "Siapa dalang semua ini?" Semua masih diam. "AYO NGAKU!!!" "Saya, Pak!" Pak Kepsek menatap ke arah suara itu. Ya, itu suaraku. Walau bandel dan sangat nakal, aku ingin jadi seorang gentleman. Aku harus
Baca selengkapnya
Jadi Anak Jalanan
Sepulang ke Jakarta, kuajak keluarga angkatku bicara. "Sebentar lagi aku lulus SMA," ujarku dengan nada yang amat perlahan. "Ini akan jadi yang terakhir kalinya Ayah dan Ibu mnembiayai aku. Setelah lulus, aku akan cari uang sendiri, membiayai hidupku sendiri. Sudah cukup pengorbanan dan kebaikan kalian selama ini. Aku sama sekali tak pernah berbakti, tak pernah membalas budi. Aku justru durhaka pada keluarga yang sangat baik padaku." "Syarif," Ibu meraih pundakku. "Kami masih sanggup dan bersedia membiayai sekolahmu hingga sarjana." "Gunakan uang itu untuk keperluan yang lebih penting. Ibu dan Ayah sejak lama ingin naik haji, kan? Aku sudah tak mau membebani dan merepotkan keluarga ini. Keputusanku bulat. Tolong jangan rayu aku." Bahkan impian untuk kuliah pun harus kukubur dalam-dalam. Kulupakan selupa-lupanya. Padahal aku ingin sekali mendapat gelar sarjana. Aku memang masih tinggal di rumah itu, sekadar numpang makan dan berteduh. Aku sebenarnya ingin ngontrak atau kos, tapi b
Baca selengkapnya
Info dari Dian
Tapi cinta memang benar-benar ajaib, Kawan! Gadis pujaanku itu justru meneleponku dan berkata dengan suaranya yang sangat merdu, "Syarif, aku tetap ingin menikah denganmu. Aku tak peduli pada status keluargamu." "Alhamdulillah," betapa bahagianya aku ketika mendengar ucapannya itu. "Terima kasih, Ryana. Tapi bagaimana dengan keluargamu?" "Jangan khawatir. Aku akan meyakinkan mereka. Kamu percaya saja padaku, ya. Selama ini aku lebih sering menang jika berunding dengan keluarga." * * * POV: RIANA Malam ini, pria idamanku, Syarif, telah hadir di ruang tamu rumahku. Ia berpakaian demikian rapi, baju batik warna cokelat, rambut disisir rapi dan diberi gel yang wanginya bercampur dengan parfum yang tadi mungkin disemprotkan ke badannya. Dia duduk persis di depan Mama, menunduk dengan amat sopan, sikapnya terlihat sedikit kaku. "Jadi kamu yang bernama Syarif?" "Betul, Tante." "Panggil Ibu saja. Saya tak suka dipanggil tante." "Eh....maaf. Baik, Bu." Lalu Mama pun bertanya banyak
Baca selengkapnya
Sikap Aneh Syarif
Walau sedang diliputi perasaan bahagia yang tiada tara, diriku tak mau terlena dan melupakan seorang pria yang masih setia menungguku. Rangga.Ya, dia pasti masih mengharapkanku. Tapi aku telah menerima lamaran pria lain. Dia pasti kecewa, patah hati, bahkan mungkin marah padaku.Tapi aku tidak ingin jika hubungan kami renggang, lalu berpengaruh terhadap kerjasama tim kami di Gerakan Islam Lurus. Aku sangat mencintai kegiadan dakwah di GIL. Bagiku, kami semua para pengurusnya harus tetap kompak, agar bisa sukses bersinergi menjalankan misi yang sangat mulia.Maka suatu hari, aku pun datang ke rumah Mbak Sinta. Di sana, aku bertemu dengan beliau, pak Ishadi, dan juga Rangga."Saya mohon maaf sebesar-besarnya," ujarku . Kucoba merangkai kata sebaik mungkin, agar tidak sampai ada hati yang terluka. "Setelah mempertimbangkan banyak hal, saya akhirnya memilih pria lain sebagai imam saya. Bukan berarti dia lebih baik dari Rangga. Mungkin Rangga jauh lebih baik dari pria tersebut. Tapi saya
Baca selengkapnya
Konflik Pertama
Dua hari setelah bulan madu, kami pulang ke rumah Mama. Aku dan Syarif sepakat untuk tinggal di sana sebelum memiliki rumah sendiri.Suatu malam, saat aku nonton siaran teve di ruang tengah, Syarif mendatangiku, membawa laptop kesayangannya, dan menunjukkannya padaku."Coba lihat ini," ujarnya.Aku menurut. Kutatap layar laptopnya. Betapa terkejutnya aku saat melihat sebuah foto close up yang belum pernah kulihat sebelumnya."Masya Allah.... Ini foto aku, ya?""Iya, hehehe...," Syarif tertawa. "Maaf ya, Ryana. Aku diam-diam memotret kamu di acara santunan yatim piatu dulu.""Waduh, kamu ini ternyata nakal juga," aku tergelak dan mencubit lengan Syarif. Ia meringis kesakitan dan kembali tertawa"Kalau gak nakal, bukan cowok namanya.""Jadi semua cowok memang nakal, ya?""Hehehe..., iya kali! Tapi foto-foto ini hanya kusimpan untuk koleksi pribadi, kok. Aku juga memahami privasi kamu yang mungkin tak suka foto ini dilihat oleh banyak orang.""O, gitu. Thanks ya, atas pengertian kamu. Me
Baca selengkapnya
Takut Naik Pesawat
Untungnya, ada juga konflik yang berakhir bahagia. Kejadiannya bermula pada bulan pertama pernikahan kami, saat aku gajian dan berkata pada Syarif bahwa gajiku akan dipakai untuk membantunya memeu memenuhi kebutuhan kami. Ternyata suamiku ini sangat tidak setuju. "Gaji kamu disimpan aja, ditabung. Mencari nafkah itu tugasku. Aku tak mau kamu ikut menafkahi keluarga kita." "Tapi apa salahnya aku membantu?" "Aku tak setuju, Sayang." "Kenapa?" "Kan udah kubilang, mencari nafkah itu tugasku." "Okay, fine. Aku setuju. Tapi jika aku juga berpenghasilan, apa salahnya ikut membantu?" "Gajimu dipakai untuk keperluan kamu saja. Beli buku, atau apapun itu yang bukan kebutuhan pokok kita. Untuk kebutuhan pokok, itu kewajiban suami." "Termasuk untuk nabung biaya beli rumah kita nanti?" "Iya. Itu tanggung jawabku. Kamu tak perlu mikirin." "Apa gaji kamu cukup?" "Cukup atau tidak, itu urusanku!" "Sayang, kita ini suami istri. Tentu semua masalah harus kita selesaikan bersama, kan?" "Ini
Baca selengkapnya
Tabir Masa Lalu
"Tuh, kamu mengejekku, kan?" Syarif malah sewot. Sepertinya dia tersinggung."Hehehe..., maaf, Yang. Aku tak bermaksud begitu," kurangkul pundaknya, agar dia tahu bahwa aku mendukung dirinya sepenuhnya. "Kamu akan ke Surabaya untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman baru yang belum pernah kamu temukan di sini. Resikonya adalah naik pesawat. Jika kamu menghindari resiko, artinya kamu kehilangan kesempatan untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman tersebut. Coba pikirkan seperti itu, Yang. Tak perlu khawatir. Nanti kalau sudah di dalam pesawat, insya Allah kamu bisa tenang. kok. Percaya sama aku."Syarif menatapku, lalu tersenyum cerah. "Terima kasih, Ryana. Aku jadi tenang."Aku mengangguk dan tersenyum. Baru kusadari, Syarif seumur hidup memang belum pernah pergi jauh. Kota yang pernah dia datangi baru Bandung, Cipanas (sewaktu kami berbulan madu), Bogor, dan Pekalongan. Yang kusebut terakhir adalah kampung halaman orang tuanya. * * *Pada jadwal yang telah dijadwalkan, Syarif pun berangkat
Baca selengkapnya
Jalan Hijrah Ryana
Mungkin karena kekurangan kasih sayang Papa sejak kecil, aku tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat mudah jatuh cinta. Baru pertama kali melihat seorang cowok ganteng yang baik hati, aku langsung naksir, langsung ingin jadi pacarnya.Maka sejak memasuki usia pubertas, entah sudah berapa belas cowok yang menjadi pacarku.Adalah Andi, cowok ganteng anak basket, yang pertama kali mengajariku bermaksiat. Sepertinya dia sudah sangat berpengalaman. Aku yang ketika itu masih sangat lugu, terhanyut dan menuruti saja semua yang dia minta. Untungnya, aku masih bisa mempertahankan kesucianku.Setelah Andi, masih ada sejumlah cowok yang sempat jadi pacarku. Bersama mereka, aku terhanyut dalam gelora asmara yang bercampur-aduk dengan birahi yang tak terkendali.Entah kenapa, aku selalu berpacaran dengan cowok yang sudah berpengalaman. Bahkan suatu ketika, kecelakaan itu nyaris terjadi.Yuda, pacarku yang entah keberapa, mengajakku main ke rumahnya, di sebuah perkampungan kumuh di tengah kota Jak
Baca selengkapnya
Baju Motif Bola-bola
POV: SYARIFAwan putih, terbentang sangat luas, seperti permadani yang amat indah, bernaung di bawah lengkungan langit yang biru cerah. Kutatap dari jendela pesawat dengan perasaan takjub, merasakan keindahan ciptaan Allah yang luar biasa. Air mataku menetes sebutir, merasakan keharuan yang menjalar ke seluruh rongga hatiku.Aku harus bersyukur atas semua ini, Kawan! Siapa menduga, pemuda kere sepertiku bisa naik pesawat. Gratis pula!"Biaya pelatihan dan transport kamu ditanggung oleh GIL pusat. Sumber dananya dari iuran anggota," Mas Farid memberi penjelasan, saat tadi aku bertanya padanya."Jadi aku dibiayai umat, dong, Mas?""Betul. Makanya kamu jaga amanah ini dengan baik, ya?""Siap! Insya Allah, Mas. Kalau biaya Mas Farid sendiri, gimana?""Tentu saja, ditanggung oleh panitia yang mengundang.""Termasuk biaya hotel buat nginap ya, Mas?""Betul. Itu juga ditanggung oleh panitia. Dan kamu numpang tidur di situ, gratis.""Hehehe..., asyik, ya."Aku merasa sangat bersyukur. Jika ta
Baca selengkapnya
Fantasi pun Buyar
Sore hari, acara pelatihan hari pertama berakhir. Aku kembali ke hotel untuk beristirahat. Selepas Isya, Mas Farid mengajakku jalan-jalan bersama para panitia acara seminarnya, menikmati suasana malam hari di Kota Pahlawan. Aku merasa sangat terhibur, rasa stres terlupakan sejenak. Terlebih karena aku mendapat banyak teman baru. Para panitia tersebut sangat baik dan ramah.Sekitar jam setengah sebelas malam, kami kembali ke hotel. Mas Farid langsung tidur, tapi aku tak bisa memejamkan mata.Kuraih handphone, dan segera berselancar di aplikasi Facebook. Kulihat Bang Dahian sedang online, membuatku tergoda untuk curhat padanya. Selama ini, dia adalah satu-satunya temanku di GIL yang asyik diajak curhat dan berbagi cerita.Kusapa dirinya. Kami pun terlibat obrolan seru. Kuceritakan masalah yang sedang kuhadapi, tentang Ryana yang keras kepala dan terlalu dominan. Di luar dugaan, Bang Dahlan justru membalas ceritaku dengan tulisan kapital semua:"HAHAHAHAHA....""Kenapa, Bang?""Satu lagi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status