All Chapters of Pendekar Iblis (Warisan Iblis Tanduk Api) : Chapter 221 - Chapter 230

Beberapa hari setelah kematian Ki Kalam, Bima memohon ijin kepada Ki Cokro untuk berlatih di hutan belakang Perguruan. Ki Cokro pun mengijinkan nya. Karena turnamen hanya tinggal beberapa bulan lagi. Waktu yang tepat untuk berlatih dan menguatkan diri. "Istriku, berlatih lah di sini, besok aku akan berlatih sendiri dulu di hutan. Kamu tetap awasi gerak-gerik Nyai Anjani. Dia adalah kaki tangan Kerajaan, matanya pasti mengawasi apapun yang aneh di Perguruan ini." kata Bima. "Suamiku, tenang saja, aku sudah mengawasinya selama ini. Gerak-gerik nya biasa saja dan tak ada yang mencurigakan." Ucap Ratu Azalea Bima mengangguk. Dia ingin sekali bermesraan bersama dan Ratu lebih lama. Akan tetapi, selain tiga Naga dan Ki Cokro, semuanya tahu bahwa Bima dan Ratu adalah kakak beradik. "Apakah kakang akan mulai rencana itu?" tanya Ratu Azalea. Bima mengangguk. Matanya menatap ke arah langit. "Aku akan tenang setelah semua dendam ini terbalaskan..." ucap Bima lirih. Ratu Azalea membelai p

Malam hari...Bima berhenti terbang di sebuah bukit yang di penuhi rimbunnya pohon. Matanya menatap tajam ke arah bawah, dimana ada sebuah perguruan yang terlihat cukup besar. Lampu-lampu menerangi benteng dan rumah-rumah di dalam benteng tersebut. "Perguruan Jalak Perak, salah satu perguruan yang ikut andil dalam pembantaian lima tahun yang lalu, berdasarkan informasi yang ada pada catatan Perguruan Katak Merah, mereka mempunyai banyak pendekar ranah Keabadian, dan selain itu ada satu yang paling kuat, ketua Perguruan itu yang katanya adalah pendekar ranah Tulang Dewa." ucap Bima yang berdiri di atas dahan pohon yang besar. "Perguruan ini cukup mudah kau tangani, Ranah Tulang Dewa tahap awal bukanlah lawan yang berat. Hmm...bukankah target yang kamu incar sekarang ini ada dua?" tanya Iblis Es. Bima tersenyum. "Benar, tapi satunya itu berjarak cukup jauh. Butuh waktu untuk terbang kesana. Keduanya ini masih bisa ku tangani secara langsung dengan tanganku, jadi, sebelum mereka berk

Adi Kelana menatap tajam dengan bulu kuduk berdiri. Belum pernah dia melihat wujud semengerikan sosok yang ada di hadapannya. Dari atas tumpukan mayat, sosok menyeramkan itu melemparkan sebuah kepala ke bawah dan tepat di hadapan Adi Kelana. Darah muncrat dari leher buntung kepala tersebut hingga mengenai wajah Adi Kelana. Pemuda tersebut melihat kepala itu dengan mata terbelalak. Tepat di bawah kakinya, kepala Tika Wijaya tergeletak dengan mata melotot ke arah pemuda itu. Adi Kelana jatuh terduduk dengan perasaan tak menentu. Mata Tika Wijaya menatapnya dengan tajam. Lalu mulutnya seperti akan bergerak. "Kamu... Telah membunuhku..."Adi Kelana beringsut ke belakang sambil berteriak. "Aku tidak membunuhmu! Aku belum melakukan apa pun padamu!" teriak nya. Terdengar tawa cekikikan dari kepala buntung tersebut. "Dasar lelaki tak berguna! Kamu telah menyembelih diriku! Sekarang kamu menghindari kepalaku! Bawalah aku bersamamu tuan Pengawas..." ucap kepala Tika dengan suara mengerik

Trang! Pedang Bima berhasil di tangkis oleh pendekar tombak. Di saat yang sama datang sebuah senjata rahasia berbentuk pisau kearah Bima. Jumlah pisau itu lebih dari sepuluh. Dengan cepat Bima berpindah tempat menggunakan Belati Petir miliknya. Semua pisau itu menghantam tanah. Pendekar tombak berhasil selamat dari kematian. Ki Alam Sejagat menatap dengan tatapan tajam. "Gerakan yang lincah, gesit dan insting yang sangat kuat... Empat pendekar ini bukan lawannya, pendekar pedang sudah tumbang dalam sekali serang, hm... Siapa pemuda ini? Kenapa membuat onar di wilayah yang jelas-jelas berada di dalam benteng!? Apakah dia tidak takut mati?" batin Ki Alam Sejagat. Pendekar bertameng kembar menyerang dengan teriakan keras. "Tunggu!" seru Pendekar rantai bermata pisau. Namun pendekar bertameng itu tidak menggubrisnya. "Kau telah membunuh saudaraku! Aku akan balaskan kematiannya dengan nyawamu!" teriak pendekar bertameng kembar. Bima tersenyum sinis. "Nyawaku? Apakah kau memenuhi

Setelah sembuh dari semua lukanya, Bima melesat kembali ke Perguruan Jarak Perak. Kali ini dia sudah tidak akan main-main lagi. "Orang bernama Ki Gede Pamungkas itu harus mati malam ini.. " ucap Bima sambil melayang di udara. Sementara itu Ki Gede Pamungkas masih di kediaman Ki Alam Sejagat yang sudah hancur. Para murid juga sedang membersihkan tempat tersebut dan mengumpulkan mayat-mayat kawan mereka. "Keluarga Wijaya!?" tanya Ki Gede Pamungkas saat tetua Juwanda memeberitahu kabar tidak enak itu. Di saat amarah Ki Gede sedang meluap, seorang tetua lain datang menghampiri. "Ketua Perguruan, kami tidak menemukan tubuh Ki Alam Sejagat," kata salah satu tetua yang menyuruh para murid mencari mayat Ki Alam Sejagat. Mereka tidak menyadari bahwa tubuh Ki Alam Sejagat sudah hancur lebur oleh Ajian Sakti Bola Iblis milik Bima. "Tidak ketemu kau bilang!?" tanya Ki Gede Pamungkas. "Benar Ki, hanya ada banyak potongan tubuh yang sudah membeku," kata tetua bernama Kalisali itu dengan per