All Chapters of Anniversary Terakhir : Chapter 21 - Chapter 30

“Gila kamu!” Anin menarik tangannya setelah Andika mengatakan apa yang dia inginkan. Andika terbiasa melakukan hal cepat, dia tidak suka bertele-tele. Seperti sekarang, saat dia suka dengan perempuan, dia tidak mau berlama-lama mendekati tanpa ada komitmen.Komitmen saja dulu, masalah lain itu nanti. Begitulah yang selalu dia pikirkan.Waktu Andika mengatakan kalau dia suka dengan Anin, orang tuanya jelas menolak. Andika bisa mencari wanita muda dan masih perawan, tinggal tunjuk saja. Siapa yang tidak mau dengan Andika, pria mapan, baik dan juga tampan. Hanya saja, Andika lupa bagaimana rasanya jatuh cinta, dia langsung kepikiran Anin saat Syifa menawarkan Anin meski awalnya dia menolak.“Dik, kamu kan belum nikah, kalau missal kamu deketin Anin gimana?”Waktu itu Andika tidak paham dengan ucapan Syifa, dia tidak pernah terlibat cinta lokasi dengan kliennya sekali pun klientnya itu masih muda dan cantik. Rata-rata yang mengajukan gugatan cerai adalah wanita cantik, Andika tidak pernah

“Nin, jangan salah paham.” “Salah paham apa, Mas.” Aku masih berusaha menekan kekesalanku padanya. Malam ini benar-benar buruk, tiba-tiba dilamar Andika lalu mas Fajar mendatangiku hanya ingin mengajakku ke acara Bani, padahal selama ini dia tidak pernah mau jika aku ajak bersama.“Keyra yang mempengaruhiku. Aku tidak pernah menolakmu, aku hanya ….”“Hanya malu karena punya istri jelek.”Aku tidak pernah lupa segala macam hinaannya, katanya aku tidak menarik, tidak modis, kuno dan tidak enak di ranjang makanya dia sangat jarang meminta jatah dariku.“Bukan begitu. Nin. Aku tidak pernah malu punya istri kamu, justru aku bangga punya istri kamu.”“Sudahlah, Mas, jangan membual. Aku lebih percaya ucapanmu yang dulu dari pada sekarang. Pulanglah, besok pagi aku minta kamu ambil barang di gudang.” Aku mengusirnya, tapi Mas Fajar masih tetap mematung seolah tidak mengerti kalau aku muak melihatnya.“Nin, ini demi Bani. Aku mohon sekali ini saja kita datang berdua.”“Bani sudah biasa meliha

“Serem ibunya Mas Dika. Mirip mertua di senetron ikan terbang.”Aku memijat kepala yang rasanya berdenyut karena kurang tidur dan juga memikirkan ucapan ibunya Andika tadi. Gara-gara Andika, orang tuanya berpikir yang tidak-tidak tentangku. "Ibunya Mas Dika itu mirip mertua di sinetron ikan terbang yang biasanya ditonton ibu. "Ibu itu kalau nonton sinetron, suka marah-marah di depan tivi. Ibu malah ngajari pemainnya buat lawan mertuanya yang jahat."Aku menyimak Dwi yang masih betah ngoceh sepanjang perjalanan kami pulang. "Kasih racun aja mertua seperti itu. Ibu sambil marah-marah bilang gitu. Terus aku jawab, nanti kalau aku punya istri, ibu cerewet kayak gitu, aku suruh istriku kasih racun. Eh, ibu marah, aku dipukul pakai kemoceng. Memangnya aku salah."Tawa kami pun menyembur keluar. Anak ini memang selalu bisa membuatku tertawa ditengah kegalauan hatiku. Pertemuanku dengan Dwi waktu itu karena dia sering sekali mampir di rumah makan, kadang cuma beli lauk saja, kadang minta

Sebenarnya aku malas sekali berhubungan dengan mereka, aku mau fokus sama diriku sendiri. Saat anniversary terakhirku bersama mas Fajar, aku sudah berjanji tidak lagi mengalah pada keadaan, tidak lagi menjadi Anin yang dulu yang hanya memikirkan kebahagiaan orang lain. Ini semua gara-gara Andika yang akhirnya memberiku masalah setelah sekian bulan merasa hidupku tenang.Andai Syifa tidak datang dan merayuku agar membantu mereka, mungkin aku memilih tidak peduli. Lagi pula aku dan Andika tidak ada ikatan apa-apa, dia mungkin hanya terjebak orang tuanya harus segera menikah waktu melamarku.“Terima kasih, Mbak Anin.” Sofia terus saja memegang tanganku dalam pernjalan menuju rumah sakit.“Aku nggak jaji bisa membuat keadaan Dika membaik, lagian kamu aneh-aneh saja, aku bukan dokter yang bisa menyembuhkan orang sakit.” “Mbak kan punya hubungan sama Mas Dika, siapa tahu setelah ketemu sama Mbak Anin mas Dika sembuh.”“Kami nggak ada hubungan apa-apa.” Aku menegaskan itu berkali-kali agar

“Kenapa kamu di sini, Mas?” Mas Fajar mengempaskan tubuhnya di sampingku hingga bangku yang kududuki ikut bergoyang karena bobot tubunya yang sedikit berlebih. Aku masih menatapnya dari jarak yang tidak terlampau jauh ini, rambutnya sedikit panjang, cambang halus tumbuh liar memenuhi sebagian pipinya, kumis yang mulai panjnag tidak dicukur. Kemejanya sedikit kusam, seingatku kemeja itu aku belikan dua tahun yang lalu waktu anniversary kesembilan. Aku baru sadar kalau kemeja itu sering dia pakai akhir-akhir ini, kalau dulu aku yang mengurus semua keperluannya sampai pakaian yang akan dia pakai.Anin, jangan terkecoh dengan keadaanya sekarang hingga kamu mulai simpati padanya. Aku mengingatkan diriku untuk tetap waspada.Buru-buru aku memalingkan muka saat tatapan kami segaris. “Bani yang meminta aku datang.” Dia merapikan rambutnya dengan jari.“Dulu kamu tidak pernah mau datang kalau ada aku.” “Maaf, aku dulu memang bodoh menyia-nyiakan kamu. Andai kamu beri aku kesempatan kedua,